"Maaf itu memang kesalahanku, tapi aku janji akan mengobatinya sampai sembuh," ucap Queen menyahut ucapan Sheila.
"Lalu koper ditangan mu milik siapa?"
"Milikku."
"Apa? Jangan bilang kalau kalian sudah pisah ranjang atau tebakanku memang benar."
'Kenapa dia begitu ingin tahu? Apa dia peduli? Pasti tidak,' batin Queen saat mendengar pertanyaan yang Shiela katakan.
"Sebaiknya kita fokuskan untuk menunggu hasil dari pemeriksaan Darrel," ucap Queen setelahnya. Lalu ia beranjak pergi tanpa memperdulikan Sheila akan kesal dengannya.
Mata Sheila melotot saat melihat Queen pergi begitu saja saat dirinya sedang mengajak bercakap. Hingga ia memutuskan pergi juga dari tempat itu dan tidak mengatakan apapun kepada Queen. Begitupun sebaliknya Queen tidak memikirkan banyak hal saat melihat dirinya ditinggal sendirian. Ia hanya tahu kesadaran Darrel saat itu.
Sheila pergi dari rumah sakit, ia tersenyum saat mengingat Queen sedang menenteng koper. Kegembiraannya begitu besar di saat wanita tersebut sedang kesusahan. Ia berjalan menuju kearah mobil yang sejak tadi sudah terparkir di sana dengan ditemani seorang pria yang juga sejak tadi pergi bersama dengannya.
Masuk ke mobil dengan raut wajah bahagia sampai tiba-tiba ia memeluk Hardiem dengan sengaja. Bahkan karena kebahagiaannya itu ia sampai memukul-mukul punggung pria tersebut saat ia memeluknya.
Tingkahnya begitu membingungkan sampai membuat Hardiem terheran, lalu bertanya. "Apa kamu sedang waras?"
"Yah! Tentu saja. Aku sangat waras! Tapi, Hardiem. Ini berita yang bagus! Kamu tahu tidak berita apa itu?" sahut Sheila dengan penuh semangat sampai-sampai ia gemes melihat Hardiem di depannya.
"Dasar aneh," sahut Hardiem dengan sangat singkat. Lalu ia menjalankan mobilnya.
"Aduh ... ini berita bagus dan akan membuat rencana kita lebih mudah. Queen di sini dengan satu koper di tangannya, tapi aku tidak melihat Daniel. Pasti mereka sedang bertengkar. Dan itu sangat bagus untuk kita segera menjalankan rencana yang sudah ku atur."
Repleks saat mendengar hal itu Hardiem terdiam dan merasa kasian terhadap Queen. Sampai batinnya berkata. "Dia pasti membutuhkan seseorang saat ini."
Wajah yang tidak semangat yang sedang Hardiem perlihatkan. Membuat Sheila kesal lantaran ia sedang berbahagia, tetapi pria itu justru tidak memperdulikannya. Tiba-tiba saja Sheila yang sedang bahagia langsung menepuk pundak pria itu dengan sedikit keras sampai Hardiem terkejut dibuat olehnya.
"Hey, kenapa lagi?"
"Kamu lagi mikir apa? Aku lagi seneng loh dan aku mau kita bahas masalah rencana kita bukannya aku doang yang girang. Gimana sih kamu ini." Kekesalan Sheila membuat Hardiem merasa bersalah.
"Iya-iya maaf. Tadi aku sedang berpikir. Pasti saat ini Queen sedang membutuhkan seseorang yang memeluknya. Ya sudah cepat katakan apa rencana mu."
Sheila menganggukkan kepalanya lalu ia berkata. "Bagus dong berarti kamu bisa melakukan apa yang kamu inginkan, termasuk buat Queen nyaman denganmu apalagi sekarang Darrel sedang dirawat. Jadi tidak akan ada pria lain yang membantunya. Lalu aku akan melakukan tugas yang lain setelah kamu berhasil dua hal."
"Dua hal? Apa itu?"
"Pertama aku mau kamu masuk kedalam mansion adikmu lalu ambil pakaian yang sering ia kenakan dan kedua kamu pasti sudah tahu apa rencananya."
"Yah hal pertama itu mudah, tapi yang kedua ... apa maksudmu kita akan um ... berhubungan badan?" tanya Hardiem kembali memastikan meskipun ia tidak yakin.
"Yah kita akan melakukannya dengan sungguhan, lalu selanjutnya tugasmu untuk membuat Daniel sibuk agar kita punya waktu untuk bisa masuk kedalam rumahnya. Apa kamu punya kenalan yang dekat dengan dengannya dan yang bisa dipercaya?"
Sejenak Hardiem berpikir sembari memelankan mobilnya dengan sangat pelan, lalu ia berkata. "Jika kenalan tidak ada, tetapi aku ingat dalam waktu dekat ini jika adikku memiliki seorang kekasih yang pernah tinggal ditempatnya. Mungkin kita bisa mengajaknya."
"Wah! Itu lebih bagus. Jadi kita tidak perlu susah-susah untuk mencari orang lain. Bagaimana kalau sekarang kita temui wanita itu dan mengajaknya. Persoalan dia mau atau tidak biarkan aku yang mengaturnya."
"Ide yang cukup menarik. Baiklah kita akan menemuinya."
Hardiem yang juga semangat dengan apa yang Sheila rencanakan. Ia langsung memutarkan mobilnya untuk menuju ke suatu tempat yang ia rasa bisa menemukan keberadaan Rose berada. Lain halnya dengan Sheila, yang begitu bahagia melihat keinginannya bisa berjalan lebih mudah tanpa berpikir banyak hal.
'Lihat saja aku akan membuat mereka terjebak dalam situasi yang Daniel ciptakan sendiri. Pasti Queen berpikir jika itu adalah permainan dari suaminya. Siapa suruh Daniel memiliki kekasih yang tinggal serumah. Duh ... aku jadi tidak sabar saat melihat reaksi Queen selanjutnya. Eh tunggu sebentar, apa mungkin aku harus benar-benar melakukan penyatuan dengan Hardiem? Jika tidak kulakukan pasti tidaklah seru. Ah sudahlah aku tidak perlu takut meskipun mahkotaku direnggut oleh Hardiem sekalipun. Yang terpenting aku bisa membuat Daniel bersama istrinya hancur lalu aku akan merayu Daniel nantinya,' batin Sheila sembari tersenyum tipis. Ia menatap kearah lain sambil memikirkan banyak hal.
Perjalanan mereka sedikit jauh bahkan memakan waktu sekitar dua jam. Lalu tiba di sebuah hotel tempat Rose menginap. Hardiem tahu akan hal itu karena baginya mencari keberadaan orang lain tidaklah susah, sebab dia memiliki banyak orang yang bisa ia pekerjakan. Setiba di sana, Hardiem langsung menyebutkan nama Rose kepada petugas yang melayani tamu di hotel tersebut.
Nomor kamar 209, yang disebutkan oleh petugas tersebut. Mereka berdua langsung mengunjungi kamar itu. Tiba di depan kamar, tanpa menunggu waktu lama Hardiem langsung mengetuk pintu kamar. Sesaat kemudian Rose muncul dari balik pintu kamarnya. Ia sempat kebingungan saat melihat dua orang yang tiba-tiba ada di depannya.
"Kalian siapa?"
"Ah ya kenalkan namaku Sheila dan ini Hardiem. Kakaknya Daniel."
"Ya aku tahu dia kakaknya Daniel, tapi untuk apa kalian mencari ku?"
"Ada sesuatu hal penting. Tetapi bolehkah kami masuk terlebih dahulu?" pinta Sheila dengan sopan.
Rose langsung menganggukkan kepalanya lalu mempersilahkan mereka untuk masuk kedalam. Setiba di dalam mereka langsung saling berhadapan.
"Jadi katakan apa tujuan kalian sampai ingin menganggu ketenangan ku?" tanya Rose dengan sedikit tidak suka.
"Maaf sebelumnya, tapi kami ingin mengajakmu untuk bekerjasama dengan kami. Ini juga demi dirimu bersama Daniel," ucap Sheila mencoba menyakinkan wanita didepannya.
"Bekerjasama? Lalu keuntungan apa yang akan kudapatkan?"
'Sebaiknya aku membohonginya sedikit,' batin Sheila.
"Banyak sekali. Jadi Rose kami hanya membutuhkanmu untuk bisa masuk kedalam mansion Daniel. Setelah itu ajak dia pergi ke suatu tempat entah di mana itu terserah dirimu saja. Yang terpenting usahakan Daniel benar-benar tidak ingin pulang karena kami ... akan memakai mansion tersebut sebentar," kata Sheila. Yang langsung disambut anggukan kecil oleh Rose.