Setelah mengakhiri panggilannya dengan Darrel. Queen langsung bersiap-siap untuk bergegas pergi. Tapi saat dirinya sedang merias wajahnya tiba-tiba saja Daniel datang menemuinya.
"Sayang, kamu ingin kemana?" tanya Daniel kebingungan.
"Aku ingin keluar sebentar, Sayang. Ada hal penting yang ingin kulakukan. Bolehkah aku keluar?"
"Katakan dulu ingin kemana."
"Ingin bertemu dengan temanku, please! Izinkan aku."
"Jika aku tidak memberimu izin, apa kamu berani melanggarnya?!" bentak Daniel dengan sangat keras sampai membuat Queen terkejut. Karena tiba-tiba sifat Daniel yang dulu keluar.
Melihat sikap lain yang Daniel perlihatkan justru semakin membuat Queen terheran. Ia pun bertanya dengan nada pelan agar ia berpikir bisa membuat emosi suaminya reda.
"Kenapa kamu membentak ku?"
"Duduk di rumah dan jangan keluar satu langkah pun dari pintu kamar ini!" Hal yang sama terjadi kembali, Queen akhirnya pasrah dan hanya menunduk saat Daniel melarangnya. Lalu Daniel keluar dengan mengunci pintu dari luar.
Kesedihan kembali membuat Queen lemah, ia baru saja bahagia saat mendapati suaminya yang mulai berbuah baik, tetapi dirinya tidak tahu kalau akhirnya ia harus kembali terjerumus kedalam kurungan suaminya.
"Ternyata benar ada yang salah dengannya, seharusnya aku tidak perlu terlalu bahagia saat dia berbicara manis kepadaku diwaktu itu," gumam Queen tanpa ia sadari tetesan air mata turun membasahi wajahnya.
Saat tangisan sudah tidak dapat ia bendung lagi, tiba-tiba saja suara ponsel berbunyi yang membuatnya terkejut. Dirinya sadar bahwa ponselnya masih berada dekat dengannya.
"Darrel menghubungiku? Ya ampun pasti dia sudah menungguku," gumam Queen seraya mengambil ponselnya.
"Ha-hallo, Darrel," ucapnya terbata-bata dibarengi air mata yang kian banyak.
"Kamu sedang menangis? Hey, kenapa menangis, Queen?"
"Ah tidak apa-apa. Maaf, sepertinya pertemuan kita dibatalkan saja."
"Kenapa seperti itu? Aku sudah di sini. Memangnya ada apa denganmu, Queen. Ceritalah supaya aku tahu."
"Aku tidak apa-apa, sungguh."
"Ya ampun, kamu di mana biar aku datang kesana?"
"Jangan kesini, aku tidak ada di rumah. Ya sudah aku matikan ponselnya ya."
Tanpa menunggu sahutan dari Darrel, sambungan panggilan langsung terputus sebelah pihak. Queen dengan sengaja mematikan ponselnya juga agar Darrel tidak melulu menghubunginya dan tidak perlu menemuinya. Ia pun tidak ingin menemui siapapun di saat itu. Lalu Queen memilih untuk membenamkan wajahnya sambil terus menangis tanpa tahu kapan ia berhenti.
Di sisi lain, Daniel menyesal dengan apa yang sudah ia lakukan terhadap istrinya. Ia bahkan tidak bisa menahan emosinya padahal dirinya sudah pernah berjanji untuk tidak menyakiti istrinya lagi. Tetapi tanpa ia sadari ia semakin membuat Queen terluka. Dengan menarik-narik rambutnya sendiri, karena dirinya merasa bersalah atas apa yang telah ia lakukan.
"Kenapa sih bego banget?! Kalau begini caranya Queen tidak akan pernah percaya kalau aku sudah berubah. Padahal niatku membohonginya hanya untuk membuktikan bahwa aku bisa mencintainya, tapi sekarang aku justru semakin menyakitinya." Kekesalan Daniel sungguh membuat hatinya ikut terluka.
Saat dirinya sedang kesal, tiba-tiba saja pintu mansion-nya terbuka dengan keras sampai membuatnya repleks menoleh dengan cepat. Darrel datang tanpa hujan dan angin, yang langsung membawa pistol di tangannya.
Ia langsung menodongkan senjata itu kearah Daniel, sampai membuat Daniel ketakutan, pasalnya ia tidak memegang senjata apapun untuk melawan hingga akhirnya dirinya hanya bisa pasrah seraya mengangkat kedua tangan di atas kepalanya.
Darrel yang seperti pahlawan kesiangan dengan kasar menghantam satu pukulan keras tepat mengenai perut Daniel. Sampai Daniel tersungkur jatuh. Ia pun kembali menodongkan senjatanya agar Daniel tidak bisa melawan.
"Di mana Queen berada? Katakan! Di mana!" bentak Darrel tanpa menjatuhkan pistol dalam genggamannya.
"Memangnya kamu siapa sampai mencari istriku, hah?!" Daniel mencoba melawan meskipun ajalnya ia sadari hanya di telapak tangan Darrel.
"Aku sudah pernah katakan sebelumnya kalau sampai kamu menyakiti Queen lagi maka aku yang akan mengambilnya darimu!" Suara Darrel yang begitu keras sampai terdengar ke telinga Queen.
Queen merasa ada keributan di dalam mansion-nya. Ia pun keluar dari kamar, menghapus air mata, dan berlari menuju asal arah keributan tersebut. Betapa takutnya ia saat melihat pistol di depan kepala suaminya saat itu. Dengan cepat Queen berlari menghadang pistol itu sampai akhirnya Darrel sendiri harus menjatuhkan senjatanya.
"Queen, minggir dari sana. Biarkan aku menghabisi pria brengsek ini. Minggir!"
Queen menggelengkan kepalanya sambil air matanya keluar tanpa henti. "Tidak, Darrel. Jangan menyakiti suamiku. Dia tidak bersalah, tapi aku yang bersalah. Jika kamu ingin menghabisinya maka aku juga ikut mati di tanganmu."
"Astaga, Queen. Sadar!" Darrel benar-benar sakit hati saat mendengar pembelaan yang keluar dari mulut Queen. Betapa beruntungnya Daniel mendapatkan perempuan yang begitu peduli dengannya melebihi peduli dengan dirinya sendiri, pikirnya saat itu.
Melihat kesungguhan hati Queen yang begitu tulus, Darrel pun mundur sedikit menjauh. Lalu Daniel tiba-tiba saja ingin memeluk tubuh istrinya atas rasa bersalah, tetapi dengan cepat Queen menghindar.
"... maaf." Bisikan kecil saat Queen menghindar dari pelukan Daniel.
"Aku yang harus minta maaf," sahut Daniel perlahan sembari perlahan-lahan bersujud tepat di bawah kaki Queen.
Dengan cepat Queen menahan tubuh Daniel, sampai akhirnya Daniel bangkit kembali. Tetapi ia tidak berhenti menundukkan kepalanya sampai ia tidak sadar air mata mulai mengalir membasahi pipinya.
Darrel kesal melihat drama yang sedang Daniel perlihatkan. Dengan cepat ia mendekati Queen, lalu akhirnya ia menarik tangan itu untuk sedikit menjauh dari tempat Daniel berada. Lalu ia berkata. "Ayo pergi bersamaku."
"Tapi, Darrel."
"Tapi apa? Untuk apa kamu tinggal bersama dengan pria yang tidak bisa menghargai mu."
"Dia suamiku."
"Ya, Queen. Aku tahu itu, tapi dia tidak menghargai mu. Tinggallah denganku sementara. Please ... agar aku merasa lebih tenang." Darrel benar-benar memohon.
Melihat Queen yang mulai bimbang, ia pun kebingungan harus melakukan apa. Lalu ia mencoba menoleh kebelakang sebelum akhirnya menatap wajah Darrel lagi. Batinnya pun berkata. 'Haruskah aku pergi? Tapi justru ini kesempatan untukku agar aku tahu kecurigaan yang mengganjal di hatiku.'
"Baiklah tunggu sebentar aku ambil beberapa pakaian."
Perkataan yang Queen ucapkan terdengar ditelinga Daniel. Ia bergegas bangkit dan mengejar istrinya sampai kedalam kamar. Tiba di sana, Daniel melihat istrinya sedang mengambil beberapa pakaian lalu dengan cepat Daniel menahan tangan Queen.
"Tolong jangan pergi."
"Aku harus pergi, Daniel."
"Tapi untuk apa? Aku ini suamimu?"
"Ya, tapi ini untuk hubungan kita. Izinkan aku pergi please ...."
"Baiklah."
Dengan sangat terpaksa Daniel memberikan izin meskipun dia tidak rela. Namun, ia sadar ulahnya sudah keterlaluan hingga membuatnya harus pasrah saat melihat wanitanya di bela oleh pria lain. Melihat Queen yang sama sekali tidak menoleh kearahnya melihatnya kesal.
'Lihat, setelah aku menangis untuknya dia sama sekali tidak mau melihatku. Pria sial itu benar-benar sudah mengotori pikiran istriku,' batin Daniel. Lalu ia bergegas pergi menghampiri Darrel yang sedang setia menunggu Queen selesai.
"Aku harus mengambil senjataku," gumam Daniel sembari berjalan kesebuah ruangan yang memang khusus tempat penyimpanan senjata miliknya.