'Astaga! Apa gue enggak salah lihat? gadis ini dia adalah gadis yang waktu itu tidak sengaja gue temuin di kampusnya. Tapi, kenapa Mami tiba-tiba mengumumkan kalau dia calon menantu di sini? Apa jangan-jangan ... Daniel! Dia calon istri yang Daniel katakan waktu itu. Arrgh! Kurang ajar! Daniel, Lo sengaja bermain api dengan kakak Lo sendiri. Awas aja!' batin Hardiem sembari mengepalkan tangannya.
Saat Hardiem sedang bermain api dengan kemarahannya tiba-tiba Daniel menepuk pundaknya sendiri saat mengetahui reaksi kakaknya yang begitu berlebihan.
"Woy! Kenapa Lo?" tanya Daniel sembari tersenyum tersungging.
Hardiem tidak menjawab justru melototkan matanya sembari menatap Daniel dengan tajam. Tatapannya seperti ingin menerkam mangsa di depan. Hingga akhirnya Daniel tidak peduli dengan tatapan dari sang kakak. Ia pun memilih duduk tepat di samping Queen. Posisi duduk justru Queen berada di tengah-tengah kedua pria tampan.
Hardiem menjauhkan pandangannya meskipun selera makannya telah hilang. Ia mencoba menahan walau ia sedikitpun tidak mengeluarkan suara.
Mami yang sedari tadi terus memandangi Queen yang terlihat grogi saat menyantap hidangan. "Queen."
"Iya, Tante. Eh! Mami," sahut Queen dengan gugup.
"Kok makannya kaya enggak selera gitu, nak? Kurang enak ya masakannya?" tanya Mami.
"Enggak kok, Mi. Ini makanan yang paling ... enak yang pernah Queen coba, serius!" sahut Queen dengan jujur.
'Aduh ... Ini perempuan pasti lama-lama bakalan terlihat kalau dia perempuan kampung. Gue harus buat Mama enggak banyak tanya,' batin Daniel sembari melirik kearah mereka.
"Oh ya? Jadi kamu suka dengan makanan ini? Tahu enggak kalau ini Mami buatin spesial buat calon menantu Mami. Sebelumnya sih Mami agak males masak karena pelayan di sini udah ramai, tapi kebetulan Daniel bilang Queen datang ya udah Mami semangat lagi buat masak. Kapan-kapan nanti kamu nginap di sini ya."
Queen menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Terima kasih, Mami."
"Oh ya, nak. Kira-kira Queen kenal sama Daniel udah berapa lama?" tanya Mami penasaran.
"Um, sekitar du-"
"Setahun, Mi. Queen udah setahun kenal. Terus kami pacaran udah delapan bulan cuma baru sekarang Daniel berani bawa Queen kesini," timpal Daniel dengan sengaja.
'Aduh ... untung enggak kecoplosan,' batin Queen.
"Oh ... gitu. Ya sudah kalau begitu tunggu apalagi bukannya kalian udah saling kenal lama jadi secepatnya kalian menikah supaya Mami dan Papi bisa cepat-cepat dapat cucu. Apalagi nih usia kami sekarang sudah enggak muda lagi tapi, kedua putra Mami belum ada yang menikah," sahut Mami sambil melirik kearah Papi.
'Sialan! Mami pakai suruh mereka cepat nikah lagi,' batin Hardiem kesal.
"Um, Mami, Papi. Hardiem duluan ya, mau istirahat. Enggak tahu kenapa nih rasanya pegel-pegel banget," pamit Hardiem yang langsung memilih pergi.
"Loh? Mau kemana, nak?" tanya Mami kebingungan.
Hardiem tidak menjawab. Semua orang merasa kebingungan namun, tidak dengan Daniel.
"Mami, aku temui kakak dulu ya kayanya dia lagi kurang enak badan. Um, bentar ya, sayang. Kamu sama Mami dulu ya," ucap Daniel kepada Mami juga Queen dengan bermulut manis.
Queen pun mengangguk mengiyakan. 'Di depan keluarganya dia bersikap manis coba kalau lagi berdua langsung berubah jadi setan,' batin.
Hardiem memasuki kamarnya dengan amarah. Ia menendang semua yang ada didepannya sampai akhirnya Daniel membuka pintu kamarnya tanpa meminta persetujuan untuk masuk terlebih dahulu.
"Mau ngapain Lo kesini?!" tanya Hardiem dengan kasar.
"Ayolah gue adik Lo, jadi gue kesini atau enggak yah urusan gue," sahut Daniel dengan santai lalu memilih duduk di sofa dalam kamar itu.
"Lo sengaja ya rencanakan semua ini? Lo sengaja 'kan?! Padahal waktu itu gua curhat sama Lo karena gua pikir Lo itu saudara. Lo itu bagian dari gua. Tapi, nyatanya apa diam-diam Lo bawa Queen kesini terus mengaku jadi kekasih Lo!" hardik Hardiem dengan kasar.
"Jangan salah paham. Saat Lo curhat, gue udah duluan mengklaim kalau Queen itu milik gue. Udahlah enggak usah banyak basa-basi deh. Mendingan Lo bahagia atas keberhasilan adik Lo ini, bila perlu siapkan pernikahan buat gue," sahut Daniel yang tidak ingin mengalah.
"Hah? Di saat sedang berdebat begini Lo bicara banyak. Tapi, saat hari-hari biasa gua seakan enggak kenal Lo itu adik gua atau bukan?! Kita ini saudara! Kita seharusnya bersama bukan begini. Lo bahkan sengaja rebut wanita yang udah lama gua suka padhal gua tahu Lo enggak semudah itu bisa jatuh cinta sama perempuan. Lalu sekarang Lo datang-datang bawa Queen kesini, maksudnya apa? Mau jadiin dia tahanan?!" Hardiem bertambah kesal.
"Karena gue enggak suka lihat kakak cerewet kaya Lo. Apapun yang gue lakuin sekarang jangan coba buat halangi jalan gue atau kalau enggak Lo enggak akan pernah bisa bayangin apa yang akan gue lakuin. Adik Lo akan menjadi orang yang paling Lo takuti," ancam Daniel sambil memicingkan matanya.
"Ha-ha-ha! Lo mau ancam kakak Lo sendiri, begitu maksudnya? Sadar Daniel! Kita itu satu keluarga. Kita satu Ibu dan Ayah. Jadi Lo dengan mudahnya ngancam gua. Boleh silahkan aja cuma ingat satu hal. Mami dan Papi yang akan menanggung sakit jika anaknya terluka," ungkap Hardiem dengan jelas.
"Mami dan Papi enggak akan terluka karena mereka masih punya gue, dan Lo sebaiknya buang semua cinta terhadap Queen karena dia adalah milik gue! Kalaupun Lo masih nekat hubungan adik-kakak antara kita harus berakhir. Juga Lo harus pergi dari kehidupan keluarga gue karena Lo sendiri adalah anak angkat. Dulu Mami mengadopsi Lo karena orangtuanya Lo itu berteman baik sama keluarga gue lalu pada akhirnya mereka meninggalkan karena tragedi kecelakaan pesawat. Itupun karena Mami kasihan lihat Lo tapi, gue bingung kenapa waktu itu adik Lo enggak di tolong. Kali aja adik Lo juga udah meninggal," ungkap Daniel sambil menceritakan sebuah kisah yang kelam.
'Apa ini? Jadi gua bukan anak dari Mami dan Papi tapi, kenapa mereka semua bungkam bahkan sampai gue dewasa pun mereka tidak ada yang mau membuka rahasia siapa gua sebenarnya,' batin Hardiem.
Hardiem tidak percaya dengan apa yang Daniel katakan. Ia masih mengingat setiap kata-kata yang telah Daniel ucapkan. Meskipun terasa sakit tapi, akhirnya ia memilih pergi dari hadapan adiknya tanpa mengatakan apapun lagi.
Daniel turun dari kamarnya. Ia langsung kembali kemeja makan. Terlihat semua orang di sana telah selesai dengan hidangan mereka masing-masing. Mami yang masih penasaran dengan apa yang terjadi sampai ia mengeluarkan suaranya.
"Nak, kenapa dengan kakakmu? Apa dia memang sakit?" tanya Mami dengan cemas.
"Ya begitulah, Mami. Tapi, tidak perlu khawatir kakak hanya kelelahan saja. Oh ya, Mi. Kapan acara pernikahan kami bisa di mulai? Sepertinya Queen sudah tidak sabar menunggunya," ucap Daniel sambil menatap Queen dengan senyuman.
"Bagus dong kalau gitu. Kalau kalian mau cepat-cepat malah lebih baik. Oh ya, Queen. Malam besok ajak keluargamu untuk makan bersama kita di sini supaya nanti kalian bisa cepat-cepat menikah. Bukankah begitu, Pa?"
Papa hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Namun, Queen kebingungan harus menjawab apa sampai akhirnya Daniel membuka suara.