Queen terdiam, ia tidak ingin banyak bicara. Lalu pelayan-pelayan di sana langsung mengeluarkan beberapa pakaian yang sangat indah sebelum akhirnya mereka keluar.
Gadis itupun kembali menangis, ia begitu tersiksa baru sebentar tinggal di tempat neraka ini lagi-lagi dirinya sudah memiliki banyak masalah bahkan sekarang ia sedang berurusan dengan pelayan-pelayan yang hanya mementingkan uang.
"Aku rindu kampus, aku rindu dengan teman-temanku. Aku ingin sekali kembali ke sana dan, bermain bersama Darrell dan Stevani. Apa mereka juga merindukan ku?" gumam Queen.
Darrell dan Stevani, adalah teman seperjuangan Queen. Meskipun hanya teman namun, mereka sudah sering bermain bersama tapi, kisah Queen tidak pernah mereka tahu. Bahkan mereka berdua belum pernah mengunjungi Queen lantaran tidak di perbolehkan oleh pemilik rumah.
Darrell pernah memiliki perasaan terhadap Queen. Namun, Queen pernah menolaknya sebab ia tidak ingin membawa orang lain terlibat dalam masalahnya.
Queen menatap beberapa gaun indah tergeletak di ranjangnya. Ia tidak ingin membantah sebab tidak akan ada hasilnya. Lalu Queen langsung memilih gaun berwarna merah tanpa memakai lengan. Bak seperti Cinderella ia terus menatap dirinya di depan cermin. Begitu indah gaun yang di berikan untuknya.
Saat sedang asyik-asyiknya memutarkan diri di depan cermin. Klek! Suara pintu terbuka terdengar alhasil ia dengan cepat duduk dan menjauh dari cermin.
Sean memasuki kamarnya untuk memastikan apa Queen sudah selesai. Senyuman terpancar di wajahnya saat melihat Queen sudah selesai memakai pakaian yang dia berikan. Ia pun mendekatinya meskipun raut wajah Queen menunduk karena ketakutan.
"Bagus, kalau menurut seperti ini jadinya aku tidak perlu marah-marah. Kalau begitu kamu hanya tinggal satu lagi, make-up setelah ini kita akan langsung bergegas, dan ingat! Semua yang telah kukatakan padamu," ucap Daniel sambil mengusap pipi Queen.
"Aku akan mengingatnya, Tuan," sahut Queen dengan menundukkan kepalanya.
"Bagus. Orang yang akan menghias mu sudah datang jadi, jangan banyak tingkah aku akan menunggu diluar," kata Daniel sembari keluar dari kamar itu.
Orang yang akan menghias Queen pun datang. Penata rias itu langsung memulai pekerjaannya dengan sangat baik dan cekatan.
"Nyonya, apa Anda akan menikah bersama Tuan Daniel?" tanya penata rias tersebut sembari melakukan tugasnya.
"Entahlah aku tidak tahu," sahut Queen yang memang sengaja tidak ingin banyak bicara.
"Saya lihat matamu bengkak pasti karena kebanyakan menangis tapi, Nyonya. Anda tidak perlu khawatir. Saya tahu bagaimana karakter Tuan. Dia hanya tidak suka di bantah, tapi sebetulnya dia orang baik bahkan kami yang menjadi pelayannya ini selalu mendapatkan tunjangan dari hasil kami bekerja," lanjut penata rias tersebut.
"Lalu hubungannya denganku apa?" tanya Queen kebingungan.
"Anda cantik, bahkan lemah lembut. Dari pertama Saya melihat Anda, sepertinya Tuan sengaja memilih Anda untuk menjadi pendamping hidupnya. Oh ya, asal Anda tahu, menurut yang pernah saya dengar kalau Tuan itu semenjak bertemu denganmu, dia sudah banyak berbicara. Jika dulu kami sangat susah mendengar ucapannya. Jika ada satu atau dua kata yang keluar darinya dulu kami sangat bahagia meskipun raut wajahnya tetap dingin tapi, itulah kelebihan sejak Anda mulai berada di sini. Saran saya, Anda harus mulai mendekatkan diri pada keluarganya karena itulah satu-satunya cara supaya Anda bisa di anggap oleh Tuan," ungkap penata rias panjang lebar.
"Terima kasih karena kamu sudah mau berbicara denganku. Kupikir yang tinggal di sini semuanya menyebalkan tapi, ternyata kamu tidak seperti mereka," respon Queen sambil tersenyum manis.
"Oh ... saya tidak tinggal di sini, Nyonya. Tapi, saya selalu menjadi tangan kanan dari Tuan jika dia membutuhkan jasa saya untuk menghias. Oh ya, yang sudah saya katakan tadi jangan Anda beritahu pada Tuan jika tidak maka pekerjaan saya ini akan hilang."
"Tenang saja aku akan menjaga rahasia mu. Sekali lagi terima kasih."
Beberapa saat kemudian Queen telah selesai di rias. Ia sudah tampil begitu cantik. Penata rias tersebut langsung memanggil tuannya untuk melihat hasil yang sudah ia siapkan.
Daniel memasuki kamar itu, ia melihat Queen terduduk sampai akhirnya ia bangkit kemudian tidak sengaja menatap kearah Daniel. Tatapan mereka bertemu. Daniel terus memandangi Queen sampai tatapannya tidak bergerak sedikitpun hingga membuat Queen salah tingkah.
'Dia benar-benar sempurna. Entah wanita ini seorang malaikat yang Tuhan kirimkan untukku. Kecantikannya sampai membuatku tidak bosan melihatnya terus-menerus. Ah! Apa yang sedang kupikirkan? Sial!' batin Daniel.
Lamunannya buyar ketika Queen bangkit menuju ketempat lain. Kemudian Daniel mendekati gadisnya.
"Apa sudah siap?" tanya Daniel dengan tatapan tajam.
Queen menganggukkan kepalanya tanpa menjawab. Daniel langsung menggandeng tangan Queen, dan membawanya ke dalam mobil. Mereka duduk di bangku kedua sebab pengemudi sudah ada supir pribadi.
Tak ada perbincangan hingga membuat suasana begitu tegang. Sampai akhirnya Daniel bosan melihat Queen yang terus bungkam padahal entah kenapa dia sangat ingin memulai perbincangan bersama dengannya.
"Em! Oh ya, Queen. Jangan sampai lupa nanti saat bertemu dengan keluargaku, kamu tidak perlu banyak bicara. Mengenai siapa identitas mu biar aku yang akan menjawabnya," ungkap Daniel terus berulang kali.
"Baik, Tuan. Saya paham dengan apa yang sudah Anda katakan jadi tidak perlu Tuan terus mengulanginya," sahut Queen dengan ketus tanpa melirik kearah Daniel.
"Oh ya! Jadi kamu sudah berani menjawab ucapanku! Awas saja setelah kita kembali nanti maka aku akan memberikanmu pelajaran, camkan itu!" ancam Daniel sembari mengeraskan rahangnya.
Queen tidak menjawab ucapan Daniel. Dia memilih untuk menjauhkan pandangannya kearah lain, dan tidak ingin memperdulikannya.
Malam pun tiba, Queen tiba di mansion keluarga Daniel. Wanita paruh baya itu tersenyum melihat mobil yang ia tumpangi berhenti di sana. Queen merasa gugup saat pertama kali menginjakkan kakinya di sebuah mansion milik keluarga miliader itu. Berkali-kali ia menelan ludahnya saat memandangi rumah besar bak istana itu berada di depan matanya.
"Dasar! Kampungan! Bukannya jalan malah berhenti sambil lihat-lihat ke atas. Bikin malu aja! Jalan dong emang Lo pikir ini lagi lampu merah harus berhenti di tengah jalan gini. Awas ya jangan bikin malu di depan keluargaku. Ayo cepat masuk! Mamiku udah tunggu tuh," ketus Daniel dengan kasar.
Queen pun menganggukkan kepalanya, ia juga tersentak saat Daniel tiba-tiba menggenggam tangannya lalu mereka pun berjalan masuk bersamaan. Mami yang sudah menunggu di depan langsung memberikan pelukan untuk anaknya serta calon menantunya.
"Aduh ... anak ganteng Mami pinter banget cari calon istri. Cantik banget kamu, nak! Aku jadi mau muda lagi pas lihat kamu cantik gini," puji Mami Daniel sembari terus memandanginya wajahnya.
"Um, makasih, Tante," sahut Queen dengan perasaan malu.
"Eh! Jangan panggil Tante dong! Panggil Mami ya sayang. Soalnya bentar lagi kamu bakalan jadi istri Daniel berarti Mama juga Mami mu. Ya sudah yuk! Kita masuk kedalam kakak sama Papa udah nungguin loh," ungkap Mami dengan begitu ceria.
Mami langsung merangkul pundak Queen dengan ceria sampai-sampai meninggalkan Daniel berjalan sendirian. Tiba di meja makan. Mami langsung memperkenalkan calon istri Daniel.
"Em! Berhenti dulu makannya. Nih lihat calon menantuku sudah datang. Cantik banget lagi. Ayo sayang, silahkan duduk di kursi Daniel," ungkap Mami sembari menarik kursi yang bertuliskan nama Daniel.
Hardiem sebagai kakak, mendengar semua yang mamanya ucapkan. Dengan cepat ia menoleh ke sampingnya lalu melihat sosok wanita yang juga ia kenal. Matanya melotot melihat wanita yang sudah ada di dalam hatinya baru-baru ini.