Chereads / Gibranku / Chapter 12 - Berjumpa Lagi

Chapter 12 - Berjumpa Lagi

Kanaya dan Rani masuk untuk mengantar minuman di ruangan di rektur. Setelah dari ruangan direktur, ia menuju ruangan wakil direktur. Rani mengucap salam sembari mengetuk pintu, terdengar jawaban salam dari dalam, sekaligus persilahan masuk dari sang pemilik ruangan.

"Kami mengirim minuman, Pak," ujar Ratu dengan sopan. Rani juga meminta Kanaya masuk mengikutinya.

"Iya ---." Laki laki itu langsung berdiri saat melihat sosok pembawa nampan ke ruangannya.

"Nay," panggil laki laki itu dengan tatapan tidak percaya.

Kanaya cukup kaget, wakil direktur itu teryata adalah Gibran.

"Gib -- Gibran." Kanaya cukup berat menyebut sang pemilik nama tersebut, seolah tidak yakin dengan sosok di hadapanya.

Sedangkan Rani juga tidak percaya mereka saling mengenal satu sama lain, ia hanya menyaksikan tidak benari ikut menjawab.

"Kamu ngapain disini? Dan apa yang kamu lakukan dengan pakaian OB?" Tanya Gibran sembari jalan mendekati Kanaya.

Kanaya mengingit bibir bawahnya, ia merasakan bibirnya gemetar saat akan menjawabnya. Ia benar benar tidak menyangka akan bertemu Gibran di tempatnya bekerja sekarang.

"Nay!" Gibran sedikit emosi, laki-laki itu seolah tidak terima dengan apa yang Kanaya lakukan.

"Aku kerja disini, Gib," balasnya tanpa menatap wajah Gibran.

Gibran mendongakkan kepalanya ke atas dengan menutup kedua matanya, lanjut dengan mengusap rambutnya dengan telapak tangan. Ekspresi itu seolah menggambarkan rasa kesal di diri Gibran.

"Kamu ini apa apaan? Kamu ini sarjana. Bagaimana bisa kamu mengambil pekerjaan ini." Tatapan kesal benar benar ia serangkan ke Kanaya.

"Hah, sarjana?" Dalam hati Rani juga ikut kaget. Rani kini menjadi saksi pertikaiaan mereka.

"Maaf, aku harus lanjut bekerja. Masalah itu bisa kita bahas di lain jam kerja." Kanaya menunduk dan menarik tangan Rani keluar dari ruangan Gibran.

Gibran menatap nanar kepergiaan Kanaya dari ruanganya, sungguh ia tidak suka dengan keadaan Kanaya yang seperti sekarang.

****

Ratu berniat untuk membersihkan toko foto copy, mumpung hari ini toko itu tidak seramai biasanya. Rasanya Ratu sedikit merasa bebas, meskipun ia sebenarnya senang jika toko Kanaya ramai, tetapi Ratu juga manusia yang butuh istirahat, dan hari ini adalah kesempatanya.

Ratu menatap satu tumpuk kardus bekas yang nampak kosong, ia berpikir untuk berniat menyingkirkanya dari tempat itu. Saat hendak berjalan, perempuan itu merasa ada sedikit beban di dalam kadus yang ia bawa. Ratu meletakkan kembali untuk memastikan ia tidak membuang sesuatu yang salah.

"Apa sih ini?" Gumamnya sembari membuka kardus itu.

"Kok seperti kotak musik ya." Ratu mengambil benda itu dari dalam kardus, ternyata benar dugaannya benda itu adalah sebuah kotak musik.

"Benar kotak musik. Ini pasti punya Kanaya." Perempuan itu merasa yakin bahwa itu milik Kanaya, ia juga dulu jarang ke tempat itu, dan Ratu juga tidak merasa memilikinya.

Ratu membuka kotak musik itu, tetapi kotak musik itu sudah tidak berbunyi, benda itu juga terlihat tampak Usang. Ratu cukup heran kenapa Kanaya masih menyimpan barang yang bisa dikatakan sudah rusak. Ratu mulai berpikir kembali, ia pikir mungkin benda itu berarti bagi Kanaya, atau benda itu dari seseorang yang Kanaya sayang.

Ratu mengobrak abrik seluruh isi kardus, berharap bisa menemukan jawaban dari siapa benda tersebut. Namun, tidak ada benda lain selain kotak musik usang tersebut. Ratu mengehela nafas, ia merasa cukup kecewa dengan hasil nihil yang ia peroleh.

"Aku simpan saja dulu, siapa tau ini masih di cari sama dia." Ratu menyimpan kotak musik itu dan membuang kardus yang menjadi tempat persembunyian kotak penuh tanya tersebut.

****

Kini pukul 11.10 siang. Para pekerja kantor istirahat untuk makan. Kanaya juga ikut saja dengan bimbingan Rani, ia ikut makan di kantin kantor.

"Kamu pesan apa?" Tanya Rani saat duduk di kursi kantin.

"Ikut kamu aja," putus perempuan cantik itu.

"Aku bakso deh," ujar Rani.

Kanaya mengangguk ikut setuju dengan pesanan Rani.

Rani menoleh ke kanan dan kiri, untuk memastikan tidak ada orang yang dekat dengan mereka agar tidak ada orang yang akan mendengar pembicaraan keduanya.

"Kamu kenal dengan, Pak Gibran?" Tanya Rani dengan nada yang sangat lirih.

Kanaya merasa tiba-tiba terbatuk saat mendengar pertanyaan Rani.

"Kenapa?" Rani kaget dengan respon dari Kanaya.

Kanaya ikut menoleh. "Iya, dia teman kuliahku," Bisiknya.

"Hah? Kamu kata dia lulusan sarjana, kenapa sekarang jadi office girl?" Bingung Rani. Namun, percakapan keduanya masih sangat lirih.

"Kalau di luar kantor aja ya aku ceritakan, aku tidak ingin ada orang lain yang dengar. Takut jadi bahan gosip," pinta Kanaya.

"Baik." Rani mengagguk paham.

Setelah selesai makan, Kanaya berdiri untuk berniat kembali kerja.

"Ayo kerja!" Ajak Kanaya.

"Eh, belum waktunya kerja."

"Maksudnya?" Perempuan itu menatap Rani dengan bingung.

"Duduk dulu, aku jelaskan."

Kanaya menurut untuk duduk.

"Disini setelah makan, kita wudlu," jelas Rani.

"Wudlu?" Kanaya merasa pernah mendengar kalimat itu, tapi entah sudah berapa lama. Mungkin saat ia masih SD.

"Iya, peraturan lain di kantor ini ya itu, sholat."

"Sholat?" Kini Kanaya mulai ingat soal wudlu. Sesuatu yang harus di kerjaan sebelum sholat. Itu saja yang Kanaya ingat, cara mengerjakanya masih belum perempuan itu ingat.

"Kamu islam kan?" Rani merasa ragu saat melihat ekspresi Kanaya yang linglung.

"Is -- islam."

"Baik, kita sholat dulu, setelahnya kita  kerja lagi."

****

Gibran masih merasa bingung saat di dalam ruangan, ia tidak habis fikir dengan apa yang dia lihat pagi ini. Melihat orang yang ia cintai bekerja sebagai office girls di kantornya. Pikiranya tiba tiba tidak bisa tenang, hatinya tidak bisa menerima kenyataan yang amat sangat tidak ia sukai.

Gibran memutuskan untuk keluar ruangan, niatnya untuk mencari keberadaan Kanaya, tetapi entah kenapa ia merasa bingung dengan keinginan yang tadinya ia yakini. Langkah kakinya mendadak berubah pelan dan hati-hati.

"Assalamualaikum," ucap Gibran saat hendak masuk ruangan OB.

"Waalaikumsalam," balas mereka cukup panik, pasalnya para OB itu masih duduk santai, belum memulai kerja.

Gibran langsung melirik kanan kiri, sebagai tanda pencarian sosok wanita yang ia idam idamkan.

"Ada apa, Pak?" Tanya Iqbal dengan mendekati Gibran.

"Ada yang bisa kami bantu?" Tambah Zidan.

Gibran tersadar. "Tidak, saya -- saya haus, ya haus. Tolong bisa kirim ke ruangan saya satu gelas kopi susu." Melihat tidak ada sosok Kanaya di tempat itu, Gibran mencari kalimat lain agar tidak menjadi sumber curiga para pekerja tersebut.

"Oh, bisa, Pak."

Gibran ragu untuk pergi dari tempat tersebut, mengingat apa yang ia cari belum terpenuhi, yaitu Kanaya. Gibran melangkah keluar dengan perasaan hampa, hanya ingin berbica berdua saja rasanya begitu sulit baginya.

BACA TERUS KISAH GIBRAN

NANTIKAN PART SELANJUTNYA

JANGAN LUPA MASUKKAN RAK YA CERITANYA ....

SALAM DARI

GIBRANKU.