"Makanya, nyalakan lampunya." Laki-laki itu sembari menyalakan lampu di ruangan itu di samping Kanaya.
"Gibran." Kanaya cukup terkejut saat melihat sosok itu adalah Gibran.
"Ayo kerja!"
"Hah, apa?" Kanaya bingung, melihat tempat itu nampak seperti gudang yang jarang di tempati.
Gibran menoleh, ia memperhatin perempuan itu yang masih diam tak berpindah tempat.
"Ayo!" Ulang laki-laki itu.
"Oh, iya."
Kanaya mengikuti kemana arah Gibran pergi, ia juga belum tau tugasnya di ruangan itu.
"Kenapa harus disini?"
"Kamu kan OB, bukanya bersih-bersih tugasmu."
"Iya, tapi tempat ini seperti tidak berpenghuni."
Gibran menoleh sembari menyatukan kedua alisnya, "Maksud kamu apa? Ini gudang, mana mungkin berpenghuni?" kesalnya.
Kanaya terdiam, seolah perempuan itu berfikir tentang ucapan Gibran.
"Ayo bersihkan sekarang!" Perintah Gibran pada Kanaya.
"Kenapa hanya aku? Bukanya ada OB yang lain, setidaknya dia bisa menemaniku," protes Kanaya.
"Iya, nanti aku panggilkan."
"Lagi pula, kita tidak baik hanya berdua di ruangan tertutup seperti ini."
"Kamu bawel ya," kesal Gibran.
Kanaya mengigit bibir bawahnya, sadar dengan apa yang tadi Gibran lontarkan.
****
Ratu tengah menanti sebuah angkot untuk menuju rumah Kanaya. Hari ini, ia ingin istirahat menjaga toko Kanaya agar tubuhnya terasa lebih ringan dan tidak terlalu capek. Niatnya untuk ke rumah Kanaya untuk membahas hal yang menurutnya sangat penting. Bahkan perempuan itu lupa kalau Kanaya masih bekerja dan belum pulang di jam sekarang.
"Oh iya, aku lupa kalau Kanaya hari ini Kanaya pulang malam." Ratu mulai ingat perkataan Kanaya kemarin, kalau dia akan lembur hari ini. Mengingat akan hal itu, Ratu duduk di teras rumah Kanaya untuk istirahat untuk menanti kepulangan sang sahabat.
"Haii ...." sapa seseorang pada Ratu dengan nada bariton. Suara itu benar-benar membuat Ratu sangat terkejut.
"Brandon." Kedua mata Ratu memamdang tak percaya ke arah laki-laki memyeramkan itu, ia bahkan menyesali kedatanganya ke rumah Kanaya hari ini.
Tubuh Ratu terasa gemetar, kedua matanya terbuka sempurnya ke arah Brandon. Bibirnya tiba-tiba terasa berat untuk menjawab sapaan Brandon.
"Kanaya mana?" Laki-laki itu mulai bertanya.
Ratu yang masih kesulitan menjawab, hanya memandang dengan tatapan tak berkedip.
"Mana?" Nada itu hanya terdengar lantang, tetapi tidak membentak.
"Emm ... ma ... ma ...."
"Lo kenapa?" Brandon mendekat.
Melihat laki-laki itu mendekat, membuat Ratu semakin merasakan jantungnya berdetak ketakutan.
"Ma ... masih kerja," jawab Ratu dengan cepat.
"Oh ...." Brandon terdiam, ia menatap satu kantong plastil di tanganya dengan pandangan berfikir, " Berikan ini untuknya," ujarnya.
Ratu menerima saja apa yang laki-laki itu titipkan padanya, meskipun rasa takut masih berusaha ia tahan menerima uluran Brandon.
Ratu menatap sejenak kantong plastik itu, ia beralih memandang kepergian Brandon yang semakin tampak menjauh. Lalu Ratu berniat membukanya. Namun, niatnya ia urungkan karena merasa tidak berhak membukanya. Ratu memilih memasukkan kantong plastik itu pada tasnya.
****
Gibran membawa Toni dan Nadia ke gudang dimana yang Kanaya bersihkan. Entah apa maksud dan tujuan Gibran mengirim Kanaya ke tempat itu.
"Mas," sapa Kanaya pada Toni.
Gibran melirik singkat, ia seolah merasa sedikit tidak suka dengan panggilan itu dari Kanaya pada Toni.
"Baik, bersihkan tempat ini sekarang!" Ujar Gibran pada ketiga OB itu.
"Baik Pak," jawab mereka bersamaan.
Gibran beranjak pergi dari hadapan mereka, kini ketiga OB itu mulai membersihkan gudang yang cukup kotor.
"Kamu sudah sarapan, Nay?" tanya Toni pada Kanaya.
"Ehmm ... kacang, kacang ...." ujar Nadia dengan canda.
"Eh ...." Toni tersenyum malu, "Kamu sudah sarapan juga atau belum?"
"Sudah telat," ledek Nadia yang membuat wajah Toni jadi malu.
"Sudahlah Mbak, jangan salah paham," kata Kanaya dengan pelan.
"Tidak apa-apa, dia hanya bercanda." Toni berussaga memberi pengertian terhadap Kanaya.
Kanaya memang belum tau sifat para teman barunya, termasuk Nadia. Mungkin hanya Toni dan Rani teman OB yang Kanaya kenal cukup baik. Kalau Gibran termasuk bos baginya.
Ketiga OB itu mulai membersihkan gudang, mulai dari kardus bekas, almari, meja yang rusak dan lain-lain.
"Maaf, ini mau di pakai atau memang hanya di bersihkan?" tanya Kanaya pada Toni.
"Biasanya satu bulan sekali tempat ini di bersihkan. Di buang benda yang tidak di butuhkan lagi, dan di rapikan yang masih di pakai. Rencananya bakal ada gudang baru sih, mulai pembangunannya bulan depan kanyaknya," Toni berusaha menjelaskan.
"Oh begitu," balas Kanaya sembari mengngguk.
"Aku cari minum dulu," pamit Toni.
"Iya, Mas."
Toni melangkah keluar, meninggalkan Kanaya dan Nadia saja di tempat itu.
"Kamu dekat dengan Tonu?" tanya Nadia dengan nada dan ekspresi berubah, tidak lagi sama dengan sebelumnya.
"Kebetulan pas pertama saya masuk kesini, mas Toni selalu membantu saya." Kanaya juga menampilkan senyum tipis ke arah Nadia.
"Oh, dia orang yang aku suka. Aku minta kamu jangan menyimpan rasa dengan dia, kalau berteman itu terserah, asal jangan membuat dia berharap, dan jangan membuat hati kamu juga berharap." Tidak terdengar sebuah ancaman, hanya seperti peringatan ringan.
Kanaya cukup kaget dengan respon Nadia yang sama sekali tidak ada dalam bayanganya.
"Emm ... iya, Kak. Aku tau."
Nadia mulai bekerja, tak lagi mendekat dengan Kanaya.
****
Gibran sejak tadi meperhatikan apa yang para OB lakukan, terutama Kanaya. Satu satunya orang yang dia pandang gerak geriknya layak penjahat. Entah apa yang menjadi pengebab laki-laki itu amat sangat menyelidiki prilakunya. Seperti ada sesuatu yang menganjal di benak Gibran, tentu itu tentang Kanaya.
Gibran melihat Kanaya keluar dari gudang, ia mulai mengikuti kepergian Kanaya, ternyata perempuan itu pergi ke kamar mandi. Baru pertama kalinya Gibran melalaikan pekerjaanya hanya demi melihat Kanaya. Entah kenapa ia begitu sangat terobsesi, apakah kata itu yang tepat untuknya saat ini. Bahkan, laki-laki berparas tampan itu menunggu Kanaya keluar dari toilet. Jika ada kedua sahabatnya, pasti Gibran dapat hujatan tanpa batas.
Saat melihat Kanaya keluar dari kamar mandi, Gibran dengan cepat mendekat dan menarik Kanaya ke tempat samping toilet tersebut.
"Jangan sentuh aku!"
"Iya, maaf. Aku lupa." Gibran melepaskan tanganya dari Kanaya.
"Ada apa?"
"Kamu, ada hubungan apa dengan Toni?" Laki-laki itu benar benar to the point, tanpa basa basi.
"Toni?" Kanaya kebingungan dengan pertanyaan aneh yang keluar dari bibir Gibran.
"Iya."
Kanaya tetawa kecil, entah apa yang membuatnya ingin menertawakan laki-laki itu.
"Kenapa kamu tertawa?"
Kanaya menutup mulutnya, berharap rasa ingin tertawanya berakhir.
"Enggak. Aku cuma bingung dengan pertanyaan kamu," jujur perempuan itu.
"Apa kamu tidak paham dengan kalimatku?"
BACA TERUS KISAH GIBRAN ....
JANGAN LUPA MASUKKAN RA YA CERITAKU ....
NANTIKAN PART SELANJUTNYA
SALAM DARI
GIBRANKU.