Chereads / Kisah Kehidupan Wawan / Chapter 5 - Masalah Kunti

Chapter 5 - Masalah Kunti

Sesampainya di tempat kedai Pak Badrun. Aku langsung memesan secangkir kopi untuk diriku sendiri sekaligus berbincang-bincang sedikit dengan pelayan Pak Badrun karena ingin menanyakan keberadaan Pak Badrun ada dimana. Sementara, Kunti dan Ponci langsung menempati tempat duduk yang biasanya kami bertiga duduki.

"Pak, pesan kopinya satu."

"Baik, Mas. Mau kopi Arabika atau Robusta?" balas pelayan Pak Badrun.

Memilih antara kopi Arabika atau kopi Robusta. Aku mutusin untuk memilih kopi Arabika. Soalnya, waktu pertama kali ke kedai Pak Badrun. Aku sudah pernah minum kopi Robusta. Akan tetapi, rasanya gak begitu enak. Jadinya, aku langsung memilih kopi Arabika.

"Kopi Arabika, Mas. Soalnya lebih enak dan strong kopinya."

"Oke, satu kopi Arabika," ucap pelayan Pak Badrun sembari menulis pesanan.

Ketika pelayan Pak Badrun sedang menulis pesananku. Aku langsung menanyakan keberadaan Pak Badrun. Soalnya aku lihat di tempat pemesanan, beliau gak ada. Biasanya, beliau menampilkan batang hidungnya di depan kasir bersama pelayannya.

"BTW, Pak Badrun kemana, Mas? Biasanya, Mas berdua sama Pak Badrun."

"Oh.. kalau Pak Badrun mah udah tidur dia. Gatau deh. Kenapa Pak Badrun tidur cepat," jawab pelayan Pak Badrun.

Mendengar dari pelayannya yang mengatakan bahwa Pak Badrun sudah tidur, aku langsung kecewa.

"Oh gitu... sayang sekali hehehe."

Melihat keadaanku yang kecewa karena gak ada Pak Badrun, sontak pelayan Pak Badrun bertanya kepadaku.

"Kenapa, Mas, nanyain Pak Badrun?" tanya pelayan Pak Badrun.

"Yah... mau ngobrol aja, udah lama juga gak ngobrol sama dia semenjak anaknya meninggal."

Setelah memberi alasan mau ketemuan dengan Pak Badrun. Pelayan Pak Badrun langsung mengingat semua kejadian yang menimpa Pak Badrun dulu. Serta mengingat semua perkataan Pak Badrun.

"Hem.. iya sih. Waktu itu, Pak Badrun kaget denger anaknya ditemukan meninggal di sungai. Kalau aku kayak Pak Badrun, bakalan sedih sih. Sudah menghilang 5 bulan entah kemana, lalu ditemuinnya pas meninggal. Yah.. pastinya kaget banget," ucap pelayan Pak Badrun.

"Iya, Mas...," ucapku dengan perasaan sedih.

"Tapi untungnya aja, mayatnya ketemu sama kamu, Mas. Jadinya Pak Badrun merasa berterimakasih banget sama kamu. Pak Badrun berpesan ke aku gini, 'Kalau ketemu si Wawan, kamu harus baik dan harus digratisin sebagai tanda terima kasih', gitu katanya, Mas."

Dengan perasaan gak enak, karena diberikan pelayanan yang begitu baik oleh pelayan Pak Badrun, sontak aku langsung menolaknya.

"Hehehe, tapi aku merasa gak enak sama hal itu, Mas. Masa sih, aku digratisin mulu kalo makan dan minum di sini."

"Yah... itu kan perintahnya Pak Badrun sendiri. Jadinya, harus dilaksanakan hehehe," ucap pelayan Pak Badrun.

Malasnya berdebat dengan pelayan Pak Badrun. Akhirnya, aku pun mengiyakan perkataannya. Sembari menunjuk ke arah tempat duduk yang sudah diduduki Ponci dan Kunti.

"Hehe, iya, Mas. BTW, aku duduknya di sebelah sana dekat pintu ke luar ya Mas."

"Oke, siaapp!!" ucap pelayan Pak Badrun dengan semangat.

Setelah, berbincang-bincang dengan pelayan Pak Badrun, aku langsung menuju ke tempat duduk yang ditempati Ponci dan Kunti, yaitu di dekat pintu keluar.

---Lima menit kemudian---

Setelah lima menit aku duduk sembari menunggu pesanan, tak lama kemudian pesananku sampai.

"Ini, Mas. Pesanannya Mas Wawan," ucap pelayan Pak Badrun seraya menaruh minuman kopi ke atas meja.

"Oke. Makasih ya, Mas," ucapku sambil tersenyum.

"Okee, Mas."

Sehabis mendapatkan pesanan minuman kesukaanku dari pelayan Pak Badrun. Kunti pun langsung membuka percakapan mengenai masalah yang harus diselesaikan oleh dirinya.

"Jadi gini, Wan. Kamu tahu, kan alasan kenapa aku belum menjadi 'Hantu keseluruhan' di dunia manusia, bukan?" tanya Kunti membuka percakapan.

"Hem... soal terbunuhnya kamu sama lima penjahat itu, kan?"

"Bener, sebelum aku meninggal. Aku sempat melihat muka pembunuhnya, Wan."

Penasaran akan perkataan Kunti. Aku pun langsung bertanya kepada Kunti mengenai pembunuhan terhadap dirinya.

"Lalu? Siapa yang ngebunuh kamu, Kun?"

"Mantanku, Wan. Diantara lima orang penjahat tersebut, salah satu diantaranya itu mantanku, Wan." jawab Kunti dengan muka muram.

Mendengar perkataan Kunti, Ponci pun bertanya kepada Kunti mengenai kebenaran yang dikatakannya.

"Kamyu yakin, Chinn, di antara lima orang penjahat itu salah satunya ada yang mantan kamyu, Chin?" tanya Ponci dengan heran.

"Iya bener. Karena itu, aku gak bisa jadi 'Hantu keseluruhan'. Melainkan sebagai arwah gentayangan sampai sekarang."

"Yaa ampyunnn, Chinnnn. Udah lachh, Ikhlasyinn dia ajacchh. Emang sichh agak berat, cuman yachh mau gimana lagii. Udah kelewat jugaaaa," ucap Ponci sambil menenangkan Kunti.

Setelah mendengar perkataan dari Ponci mengenai ikhlasnya masalah hidup, aku pun berpikir bahwa perkataan Ponci merupakan hal yang bener. Kemudian setelah berpikir sejenak, Aku bilang ke Kunti bahwa dia harus mengikhlaskannya.

"Iya sihh, bener apa yang kamu bilang, Pon. Kamu harus mengikhlaskannya, Kun."

"Iya, tapi kan-"

"Biar Tuhan yang balasin semuanya. Gak usah, terlalu dipusingkan."

"Hm... bener sih. Bener, apa katamu, Wan."

"Nah bener tuch, apa kata si Wawan. Kamyu harus mengikhlaskannya, Kun." Ucap Ponci seraya menghibur Kunti.

"Hm... baiklah. Aku coba mengikhlaskannya."

"Nah, begitu dong!!"

"Iya, Wan. Makasih banget ya Ponci, Wawan. Kalian berdua temanku yang paling baik."

"Iya, sama-sama, Kunti," ucapku dan Ponci.

Melihat keadaan Kunti, yang tadinya muram kini membaik. Aku langsung melanjutkan kegiatan minum kopiku, sembari menawarkan minuman ke mereka berdua.

"Ya udah deh, aku minum dulu. BTW, kalian berdua gak minum?" tanyaku sembari memegang cangkir kopi.

"Kamu lupa ya, kalau kita berdua hantu?" ucap Kunti dengan kesal.

"Yaelah, gapapa kali. Pesan aja, nanti aku bayar."

"Hem... baiklah, kalau gitu aku pesen es teh manis aja."

"Kalau, aku mesen es teler aja, Wan." Ucap Ponci.

Aku berucap seraya berdiri dari tempat duduk. "Oke. Kalau gitu, aku langsung ke kasir dulu ya."

"Oke, Wan. Makasih banyak," ucap Ponci dan Kunti.

Selepas Kunti dan Ponci memesan minumannya. Aku langsung beranjak dari tempat dudukku menuju ke kasir, untuk memesan minuman mereka.

Sesampainya di depan kasir, aku pun memesan lagi minuman es teh manis dan juga es teler untuk mereka berdua.

"Mas, minta es teh manis sama es teler ya."

"Hahaha, pasti ada neng Astrid ya?" tanya pelayan Pak Badrun.

Aku berucap sembari menunjuk ke arah mejaku. "Hehehe, iya. Dia di sana, Mas."

"Oke deh, aku buatin yang spesial buat dia."

"Oke, makasih Mas."

Seusai memesan pesanan Ponci dan Kunti, aku langsung beranjak menuju ke tempat dudukku.

---Beberapa menit kemudian---

Setelah beberapa menit kemudian, minuman Ponci dan Kunti datang.

"Ini, Mas. Pesanannya," ucap pelayan Pak Badrun.

"Terima kasih banyak, Mas."

"Oke, sama-sama."

Setelah pelayan Pak Badrun pergi. Aku langsung menyajikan minuman mereka berdua serta memberitahu mereka berdua untuk menghabiskan minumannya dengan cepat, karena waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 pagi.

"Tuh, minum dulu. Biar enak."

"Oke, Wan. Makasih banyak," ucap Ponci dan Kunti.

"Iya. Sama-sama. Tapi dihabisinnya cepatan ya? Soalnya udah jam setengah dua pagi."

"Iya, santai kok, Wan." Ucap Kunti seraya memegang gelas es teh manis.

Sembari meminum es telernya, Ponci pun langsung ngomong bahwa dirinya mau menginap di rumahku. Sekaligus juga menghibur si Kunti sewaktu menginap di rumahku.

"Wan. Boleh gak, eike sama Kunti nginep di rumahmu? Takutnya si Kunti mikirin hal begituan lagi."

"Boleh aja, Pon. Siapa juga yang ngelarang."

Karena aku menerima permintaan Ponci untuk menginap di rumahku, Kunti pun langsung kesel.

"Gak ah!! Siapa juga yang mikirin hal begituan."

"Yaelah, Chin, gapapa kali. Seenggaknya eike bisa menghiburmu, lagian juga si Wawan punya PlayStation. Jarang-jarang kita main.

"Iya, Kun, mumpung bisa main PlayStation, nih."

"Iya, nih," ucap Ponci mendukung opiniku.

Ditawarin bermain game PlayStation oleh Ponci dan juga aku, Kunti pun berpikir sejenak, lalu dia pun menyetujuinnya.

"Ya udahlah, aku ikut dah."

Dengan gembiranya mendengar perkataan Kunti. Ponci dan aku langsung tos bareng.

"Yess!! Bakalan seru nihh!!" ucapku dan Ponci.

Melihat Ponci dan aku senang mendengar perkataannya, Kunti pun senyum kecil. "Ampun deh kalian ini."

"Hehehe," ucapku dan Ponci sembari tertawa kecil.

---02.00 A.M.---

Setelah nongkrong cukup lama, dan waktu sudah menunjukkan jam dua pagi. Aku pun akhirnya langsung pulang bersama ponci dan Kunti.