Setelah makan malam, ayahnya kembali ke istana dan jaehwan memulai jalan - jalan malamnya sendiri. Kebetulan malam ini hatinya sangat kelabu berbanding terbalik dengan langit di malam hari ini yang sangat indah.
"Bintang dan awan yang cukup bagus di malam hari" ujar jaehwan. Jaehwan berjalan menuju pintu keluar rumahnya karena ia ingin ke pasar melihat perayaan kembang api oleh para rakyat halvier.
"Nona? Sedang apa ?" Ujar narsha saat melihat tuannya sedang berjalan menuju pintu keluar dengan pakaian indahnya.
"Ingin ke pasar melihat perayaan, kau dari dapur?" Tanya jaehwan dengan senyuman manisnya.
"Mau kutemani nona?" Tanya narsha.
"Tidak perlu. Cukup jaga rumah." Ujar jaehwan tegas sambil tersenyum.
Narsha tau bahwa jika tuannya berbicara seperti itu berarti dia tak ingin di bantah.
"Baiklah nona, kembalilah sebelum larut nona" narsha membungkuk setelah mengatakannya.
"Ya" jaehwan berjalan setelah menjawab narsha. Hanya beberapa menit perjalanan jika ditempuh pejalan kaki jika ingin ke pasar.
"Nona, kau seperti berlian dilapisi coklat" ujar narsha tersenyum dan kembali memasuki rumah mewah milik tuannya.
.
.
.
.
.
.
.
Sampai di pasar jaehwan memulai perjalanannya dengan membeli beberapa kue yang ia suka dan sekaligus melihat kembang api yang indah terbang kelangit malam ini.
"Harus kah aku membeli kembang api juga?" Senyum nya yang bisa memikat siapa saja .
"Malam ini sepertinya akan ada pengumuman bahwa raja akan menikah" bisik bisik para warga wanita maupun pria yang melewatinya.
Jaehwan yang mendengarnya pun sedikit risih.
'Apa apaan mereka?' Huh gerutu jaehwan kesal.
Jika ditanya apakah jaehwan kenal minhyun atau tidak, jawabannya adalah iya. Karena jaehwan adalah gadis kecil yang dulu menjadi penguntit minhyun saat minhyun masih sebagai putra mahkota, tapi sayang .. minhyun tak pernah melihat ke arahnya bahkan sampai ia membuat ultimatum tak akan menikah membuat jaehwan sedikit.... kecewa tapi setidaknya dia tak bersama wanita lain. Eh? Lihatlah sekarang laki-laki itu benar- membuat jaehwan jengkel karena banyak alasan. Perlu di urai? Oke oke !
1. Yang mulia melupakannya
2. Ultimatum anehnya itu
3. Dia labil akan ultimatumnya sehingga memutuskan menikah.
Dengan 3 alasan itu yang membuat jaehwan yakin akan menghapus perasaannya kepada pria tua itu, Dan mungkin tidak akan menikah. Toh ayahnya akan mendukung semua pilihannya. Haa~ menyedihkan . Pikir jaehwan .
Jaehwan masih berjalan kearah paviliun tua yang ada disana dan ia melihat pria yang sepertinya terluka dan menghampirinya.
"Tuan? Kau tak apa?" Saat ia menghampiri dan lihatlah siapa dia. Jaehwan jatuh terduduk sakin kagetnya.
"Oh tuhan.. siapa ini !! Woojin park!!" Ujar jaehwan senang.
"Jjae , tolong aku. Aku tertembak panah oleh musuh ayah ku" kata woojin kesakitan.
"Baiklah. Ayo" ajak jaehwan sembari membuat woojin merangkulnya dan membawanya ke kediamannya.
.
.
.
.
.
Minhyun berjalan gelisah. Mondar mandir di ruangan pribadinya. 'Beraninya wanita itu tidak datang'
"Aku harus membuatnya menjadi istriku, sebelum terlambat" ujar minhyun yang panik pun bergumam.
"Jisung!!" Teriak minhyun agar terdengar.
"Siapkan aku kuda, aku ingin berjalan-jalan" perintah tegas dari minhyun membuat jisung hanya mengangguk dan menyiapkan.
"Kau tak usah ikut, hanya ikutkan 2 pengawal saat aku pergi" ujar minhyun setelahnya.
"Baik, yang mulia"
.
.
.
Masih dalam keadaan gelisah minhyun tetap berjalan menuju paviliun tua yang ada di dekat pasar halvier.
Betapa marahnya ia melihat gadisnya itu merangkul pria lain. Walaupun minhyun melihat pria itu terluka , tetap saja itu membuatnya naik pitam.
'Baiklah nona, kau benar -benar bermain dengan kesabaran ku' gumam minhyun nyaris tak terdengar sambil menampilkan smirk yang membuat siapapun melihatnya akan merinding.
"Kita kembali ke istana" ujar minhyun berbalik. Dan kembali ke istana dengan aura hitam bersama nya serta amarah yang belum bisa ia redam.
.
.
.
Jisung mematung dengan wajah kaget yang tak bisa ia kendalikan setelah ia meminta yang mulia raja nya memberikan sebuah permintaan ah tidak lebih tepatnya perintah kepadanya.
"Lusa bawa jaehwan kehadapan ku, agar kita bisa membahas pernikahanku dengannya minggu depan" ujar minhyun mutlak.
"Yang mulia, maafkan hamba apa tidak terlalu cepat menikah minggu depan nanti?" Ujar jisung sembari menenangkan nada bicaranya.
"Kurasa aku sudah menunggu lama untuk saat saat seperti ini, jisung. Jadi jalan kan saja perintahku." Ucap minhyun tegas.
"Baiklah yang mulia, saya permisi" jisung berpamitan dan tinggal lah minhyun di singgahsananya.
'Maafkan aku jisung, aku hanya tidak ingin yang sudah menjadi milikku disentuh atau menyentuh orang lain' minhyun berucap dalam hati yang memohon maaf kepada calon ayah mertuanya.
.
.
.
.
.
.
Jisung sudah tak bisa berkata lagi, ia tau memang seharusnya jaehwan anak angkatnya menyandang status ratu, tapi tidak untuk tahun ini dan 2 tahun setelahnya karna usia jaehwan masih 19 tahun cukup muda jika harus di sandingkan dengan minhyun yang bahkan sudah ingin memasuki usia 39 tahun.
Jisung kembali berfikir jernih saat minhyun memberikan alasan yang nyata untuk membuat jaehwan aman. Benar, jika ia ingin jaehwan aman oleh para pencari berita yang akan memberitakan bahwa jaehwan adalah putri salah satu keluarga terkaya di halvier yang sudah di bantai 17 tahun yang lalu masih hidup maka akan membangunkan para musuh keluarga kim, jika sudah seperti itu jaehwan lebih baik sudah berada di posisi seharusnya. Yaitu, Ratu.
"Aku ingin menikah dengan anak mu, jisung." Ujar minhyun.
"Ada apa yang mulia? Kenapa terburu2? Bukannya kita sepakat bahwa anda dan jaehwan akan menikah pada saat umurnya 21 tahun?" Tanya jisung yang kaget, hampir saja ia melupakan attitudenya sbg grand duke kepada rajanya.
"Cukup bawa jaehwan jika kau tidak ingin melihat putri angkat mu mati terbunuh saat kau tak ada dirumah" ujar minhyun.
'Jae, aku harus membuat mu berada diposisi teraman' gumam jisung sembari memacu kuda pulang kerumah mewahnya bersama jaehwan selama 17 tahun ini.
.
.
.
.
.
"Jadi , kau dari istana dan langsung tertembak saat ingin pulang? Kenapa kau memiliki banyak musuh? Padahal kau dan keluarga mu adalah orang baik" ujar jaehwan sembari mengobati woojin yang dibantu oleh narsha , pelayan pribadi jaehwan.
"Namanya juga manusia jae, banyak saja yang tak suka. Seharusnya aku sudah berangkat ke luar kota untuk beberapa kasus. Hah sial aku. Akkhh " woojin kesakitan setelah berkata karna jaehwan menekan luka yang lumayan besar di tangannya. Woojin adalah hakim negara yang seharusnya pergi untuk kasus di luar kota ibukota halvier.
"Makanya pakai baju anti panah milik daniel, perlu aku meminjamkannya ke daniel?" Jawab jaehwan diiringi tawa.
"Aku sedang serius nona. Rasanya ingin ku panggang dirimu jae" ujar woojin pura2 kesal dengan teman kecilnya ini.
"Bagaimana jihoon? Apakah sudah ada perkembangan antara kalian?" Tanya jaehwa
"Sudah, aku akan melamarnya beberapa bulan setelah ini. Kapan kau menyusul? Atau Kau sedang berfikir menunggunya datang dan melamarmukan? Jae kau tau itu tidak mungkin" kata woojin.
Woojin selalu tau apa yang ia pikirkan.
"Hentikan mimpi tak berujung mu. Biarkan hatimu terbuka untuk pria lain, tak baik wanita sepertimu tak memiliki suami terlalu lama"
"Aku justru berencana akan menjadi perawan tua" ujar jaehwan sembari tertawa renyah , woojin tau bahwa temannya berbicara serius walaupun dalam intonasi yang bercanda.
"Jangan gila kau! Dia saja tak melihatmu."
"Jangan berteriak. Akan aku buka perban ini jika kau berteriak" kesal jaehwan.
"Haa anak ini " pasrah , woojin mengalah.
Narsha yang melihatnya hanya terkekeh melihat 2 anak yang dulu dia asuh sudah semakin besar dan dewasa secara fisik tapi tidak dengan sifat yang mereka miliki masing2. Ia kembali ke dapur dan bersiap untuk tidur malam ini
.
.
.
.
"Ayah? Sudah pulang?" Tanya jaehwan saat membuka pintu rumahnya dan mendapati jisung yang langsung memberikannya mantel coklat miliknya, rada heran karena ini hampir tengah malam dan ayahnya pulang. Jaehwan pun hanya menggantungnya dengan rapih . Jalan ke dapur dan menyiapkan secangkir teh untuk jisung.
"Kemarilah anak ku." Panggil jisung yang tak menjawab pertanyaan jaehwan.
"Iya ayah!" Berjalan keruang tengah yang ada jisung dan woojin disana.
"Woojin-ah kau tertembak? Siapa yang menembak? Kau melihat wajanya?" Tanya jisung saat melihat teman anaknya yang dia anggap sebagai anaknya juga. Woojin emang anak manja setelah jaehwan .kekeh jisung saat mengingat 2 anak yang sekarang sudah beranjak menjadi dewasa di bawah penglihatannya. Dia akan kesal bahkan bisa mengamuk jika ada yang menyentuh 2 anak tersayangnya itu. Berbeda dengan jaehwan woojin masih memiliki orang tua tapi karna ia temannya jaehwan jadi ia hampir setiap hari kerumah ini membunuh waktu bosannya sehingga membuat jisung semakin menganggap anak nya itu jaehwan dan woojin.
Seperti sekarang jisung yang melihat woojin tertembak rasanya ingin mengirim mata2 dan pembunuh bayaran agar yang menembak woojin bisa hancur sehancur2nya.
"Tak apa paman, biasalah paling musuh ku atau musuh orang tua ku. Tak apa ko" jawab woojin enteng sambil tersenyum memperlihatkan gingsul yang merupakan daya tarik woojin.
"Pembohong ulung!" Jaehwan menjitak temannya . Ditanggapi aduan sakit woojin dan tawa ayah nya.
"Dia kesakitan ayah! Bahkan membentakku saat aku salah obati" adu jaehwan juga .
"Kalian ini, oiya jae. Lusa kau ikut ayah ke istana" ujar jisung yang mulai dengan nada seriusnya.
"Loh? Lusa aku akan ada kelas menjahit ayah. Ada masalahkah?" Perlu bantuan?" Tanya jaehwan mengingati ayahnya akan kelas mingguan yang jaehwan ikuti.
"Kau akan bertemu calon suami mu. Dan minggu depan kau akan menikah dengannya" jisung berbicara sambil menyeruput teh buatan ananya yang sangat enak.
Jaehwan kaget "bisakah aku menolak ayah? Aku hanya.... sudah memiliki lelaki yang ku cintai" ujar jaehwan menunduk dalam dengan suara sendu.
Jaehwan tau bahwa ini akan terjadi, tapi apa salah jika ia menolaknya? Tapi kesannya akan membantah ayah tersayangnya. Apalagi ayahnya berbicara dengan nada yang memnuat ia tak bisa membantah.
"Kau tau jawabanku jae. Menurutlah, aku ingin kau bahagia. Sekarang kau masuk kemarmu. Dan woojin kau juga tidur. Tak ada penolakan" ujar jisung mutlak ke anak2nya.
Woojin hanya menatap iba saudari perempuannya yang sedang sedih. Ia tak bisa membantu apa pun jika seperti ini. Karena jika jaehwan akan bertemu dengan calon suaminya di istana berarti posisi dan jabatan orang tersebut sudah lebih tinggi darinya jadi tak bisa ia membantu.
"Jae, inilah waktunya kau melupakan minhyun hyung. Kau sudah berusaha sejauh ini kau hebat jae. kau sudah lelah jadi buka lah hati mu itu, jangan kau kunci terus biarkan orang baru mengambil harimu" diusapnya sayang kepala jaehwan yang masih menunduk.
"Semoga saja bisa, terimakasih woojin-ah" jawab jaehwan yang berjalan kekamarnya. Woojin pun juga berbalik kearah berlawanan kekamar tamu yang ada.
Malam ini terasa semakin kelabu bagi jaehwan, ingin memaki tak bisa. Ia hanya seorang wanita yang lemah untuk menolak sang ayah .
Tbc / End