Chereads / Selembar Surat Kontrak / Chapter 11 - Pemikiran Beno

Chapter 11 - Pemikiran Beno

Padahal hari ini hari selasa, tapi pikiran Rey terus melayang ke hari minggu kemarin. Kejadian itu masih teringat jelas dalam memorinya.

Kejadian yang cukup menyakitkan bagi Rey. Melihat apa yang terjadi pada Rara di malam itu sampai detik ini hatinya masih terasa sesak. Setelah listrik kembali menyala, Rara memeluknya dan menangis tersedu-sedu. Tepat pada saat itu, temen satu rumah Rara, Lola, datang dan syok melihat kondisi Rara. Beno yang juga muncul membuat Rey sedikit kebingungan, seketika Rey sadar bahwa wanita yang selama ini diceritakan Beno adalah Lola.

Lola pun mempercayakan Rara pada Rey sembari dirinya membersihkan ruang tamu yang berantakan karena pecahan kaca yang berserakan dimana-mana. Beno pun masuk kedalam rumah, membantu Lola dan meninggalkan Rey dan Rara di teras. Rey segera memapah Rara untuk duduk di kursi yang tidak jauh dari mereka.

"Aku akan mengambil kotak P3K di mobil. Tunggu sebentar ya." Rey segera berlari menuju mobil dan mengambil kotak P3K yang memang sengaja di bawanya untuk berjaga-jaga.

Dengan perlahan Rey membasuh luka di telapak tangan Rara menggunakan alkohol agar tidak terjadi infeksi, memastikan tidak ada pecahan kaca yang tertinggal disana.

"Aduh perih." Rara meringis menahan perih akibat alkohol yang membasuh luka di tangannya.

"Tahanlah sebentar saja." Rey menahan senyumannya, walaupun sudah tidak menangis lagi Rara masih sesenggukan. Rara yang sejak tadi menunduk saja mendongakkan wajahnya melihat Rey, dan terlihat lah lengan Rey berdarah akibat dari goresan kaca yang diperbuat Rara.

Rey tau Rara menatap lengannya yang berdarah hanya diam saja dan fokus membalut luka di telapak tangan Rara.

"Aku bersyukur kau tidak menggoreskan kaca terlalu dalam pada telapak tangan mu. Sehingga tidak perlu di jahit. Baiklah Sudah selesai." Rey selesai membalut luka Rara. Tapi Rara masih saja menatap lengan Rey yang darahnya sudah kering dan meninggalkan bercak disana. Rara teringat saat itu, dirinya mengira jika Rey bukanlah Rey yang dikenalnya melainkan Rara berhalusinasi mengira Rey adalah pembunuh orang tuanya. Rara menjadi merasa bersalah. Namun sepertinya Rey juga tidak menyalahkan Rara karena Rey tau Rara sedang tidak sadar pada saat melakukan itu.

"Kau tidak perlu khawatir akan ini. Aku bisa mengobatinya nanti. Aku mau melihat keadaan di dalam, apa temanmu dan Beno sudah membersihkan pecahan kaca yang berserakan sekalian mengambilkan minum untukmu." Rey bergegas akan pergi ke dalam namun Rara menahan tangannya. Rey ingin tersenyum namun tidak bisa, akhirnya hanya tersenyum dalam hati saja.

"Ada apa Kazura?" Rey menunduk menatap Rara dan Rara balas melihat mata Rey. Rey bisa melihat dengan jelas mata yang berwarna coklat gelap itu memerah akibat terlalu banyak menangis. Lalu pandangan Rey menurun melihat tangan Rara yang menggenggam tangan Rey dengan kuat.

"Aku menelepon tadi itu karena aku ingin meminta maaf, aku diam saja waktu kau tanyakan apa alasan ku untuk melakukan donor. Aku tidak menjawab mu dan itu membuat ku terus kepikiran. Aku tau aku salah karena mendiamkan mu. Tapi entah mengapa aku tidak bisa lebih tepatnya belum bisa memberitahukannya padamu." Rara menjelaskan alasan Rara menelepon Rey saat itu. Dan Rara masih melanjutkan ceritanya

"Lalu saat masih tersambung, tiba-tiba terjadi pemadaman listrik. Aku panik dan tanpa sadar membanting ponsel ku ke dinding. Aku benar-benar tak menyangka kau datang kesini dan melihat kondisi ku seperti ini." Rara seperti ingin menangis lagi namun cepat-cepat ditangkupkan wajahnya di kedua tangannya. Genggamannya pada tangan Rey pun terlepas.

Rey merasa agak sedih karena itu. Sedih karena mendengar apa yang baru saja di ceritakan Rara dan sedih karena Rara melepaskan genggamannya.

"Aku datang karena tiba-tiba saja panggilan nya terputus. Aku takut sesuatu terjadi pada mu dan buru-buru pergi kesini. Aku juga tak menyangka akan melihat mu dalam kondisi seperti ini. Jika kau merasa tak nyaman, aku akan melupakan kejadian hari ini dan bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa." Rey berkata begitu saja. Dirinya juga tak yakin bisa melupakan apa yang baru saja terjadi tapi jika dengan melupakannya membuat Rara nyaman berada di dekat Rey, tentu Rey akan melakukannya.

"Bisakah kau melakukan hal itu?" Rara sudah membuka wajahnya yang tertutupi kedua tangannya. Sejujurnya Rara hanya tak ingin Rey melihatnya dalam kondisi seperti ini. Ini sangat menyebalkan jika ada orang yang tak dikenal melihat mu dalam kondisi menyedihkan.

"Tentu. Aku lumayan jago loh ber akting." Rey mencoba membuat lelucon dan lelucon tak lucu itu berhasil membuat Rara tertawa kecil. Rey seketika terpana melihatnya, baru ini Rey melihat Rara tertawa. Mungkin jika saja Rey juga berada di posisi Rara, Rey akan melakukan hal yang sama. Rey melanjutkan perkataannya

"Aku belum membalas apa yang kau katakan tadi. Kazura jika kau berpikir saat itu aku marah karena tak mendapatkan jawaban dari mu, sejujurnya itu tak sepenuhnya salah. Aku hanya tak mengerti mengapa kau mau melakukan itu. Namun aku juga sadar kalau aku tak punya hak untuk memaksa mu mengatakan pada ku alasan mu melakukan donor. Aku justru bersyukur kau tak menjawab ku. Karena jika kau menjawab ku saat itu, berarti aku lah yang telah melewati batas privasi mu. Untuk itu kau tidak perlu merasa bersalah pada ku. Berhentilah memikirkan hal itu." Rey menjelaskan dengan suara pelan yang terdengar sangat lembut di telinga Rara.

Rara tersenyum tenang mendengar apa yang Rey katakan.

Setelah kejadian itu, baik Rey maupun Rara belum ada lagi menghubungi satu sama lain.

****

Beno masih tak menyangka Rey bisa menatap wanita itu dengan tatapan lembut dan hangat seperti saat-saat dulu Rey menatap Zoya. Apa yang terjadi pada Rey di rumah Lola waktu itu mengubah pemikiran Beno.

Beno mengira jika Rey tak lagi bisa menatap seseorang dengan tatapannya yang lembut itu. Namun pemikiran Beno itu ternyata salah yang dibuktikan dengan tatapan mata Rey pada wanita itu, Rara.

Saat itu, setelah Beno dan Lola selesai membersihkan ruang tamu. Lola meminta Beno untuk memanggil Rey dan Rara. Tetapi langkah Beno tiba-tiba terhenti mendengar pembicaraan mereka berdua. Beno pun memperhatikan Rey yang sedang bicara kepada Rara. Saat itulah Beno agak terkejut karena Rey melihat Rara dengan cara yang berbeda. Sudah lama sekali, pikir Beno saat itu. Sejak kepergian Zoya yang mendadak, Rey tak pernah lagi menatap seorang wanita seperti yang baru saja dilakukannya pada Rara. Bahkan Rara adalah wanita pertama yang terlihat dekat dengan Rey setelah Zoya. Semua perjodohan yang diatur kakeknya untuk Rey gagal total. Bahkan semua wanita itu jelas-jelas menolak Rey karena pria itu bersikap dingin dan berbicara ketus.

Beno berpikir membutuhkan waktu yang sangat lama bagi Rey untuk benar-benar melepaskan Zoya. Secara mereka sudah bersama sedari kecil. Tentu hubungan mereka berdua sangat dekat, bahkan keduanya telah saling jatuh cinta. Namun Zoya yang ternyata lebih memilih cinta yang lain membuat Rey tak pernah membuka lagi hatinya. Rey sangat rapi menutupi hatinya itu.

Tapi itu hanyalah masa lalu yang harus dilepaskan bagaimana pun juga. Kini saatnya Rey membuka lagi hati yang sempat beku itu agar kembali menjadi seperti dulu. Dan Rara adalah orang yang tepat untuk Rey.

Jika memang benar seperti itu, tentu Beno akan mendukung Rey sepenuh hati.

Tapi kisah cinta Beno sendiri juga tak bisa dibilang berjalan dengan lancar. Dirinya sudah dikenal sebagai playboy yang akan mengencani setiap wanita yang mendekatinya. Hal itulah yang membuatnya menjadi sangat sulit untuk mendapatkan Lola. Beno yakin Lola tidak akan percaya begitu saja jika Beno menyatakan cinta padanya. Beno juga sadar sudah memainkan terlalu banyak hati wanita. Tapi Beno berjanji ini adalah yang terakhir kalinya. Beno yakin Lola adalah yang terakhir baginya. Untuk itu Beno akan mati-matian mempertahankan Lola tetap berada disisinya sampai Ia bisa mengungkapkan perasaannya.