Tatapan sang gadis tegas menyusuri setiap kata demi kata yang menjadi penyusun kalimat di atas selembar kertas yang ada di dalam genggamannya. Sesekali mendesah ringan kala gundah dirasa menyelimuti dalam hati. Ge Sketchbook Company adalah nama perusahaan yang jelas tertera di dalam selembar kertas yang baru saja diserahkan padanya. Perusahaan penerbit terbesar di kota Amsterdam yang membuka peluang bagi para pemagang baru untuk memulai karirnya dibidang terkait. Menjadi seorang karyawan tanpa seragam yang mengikat penampilan bebas setiap manusia yang bekerja di bawah pimpinan Tuan Ge.
Luna Skye. Gadis yang dengan sialnya akan datang sebagai si mahasiswi magang untuk menjemput dan memulai karir dalam dunia kerja dan menyudahi nilai akhir semester sebagai syarat untuknya naik ke semester yang lebih tua lagi.
Gadis berambut pendek yang menggantung di bawah telinga yang dihiasi dua anting bulat pemberian sang pacar musim panas lalu itu kini mendesah kasar untuk kesekian kalinya. Melipat selembar dari beberapa banyak dokumen persetujuan dan penghantar untuknya masuk ke dalam perusahaan besok senin. Ia berdecak. Memasukkan lipatan kertas yang dibuatnya itu ke dalam tas slempang berukuran sedang yang digatungkannya di atas bahu kiri Luna Skye. Kembali mengambil napas dalam-dalam, menahannya sejenak, kemudian mengembuskan kasar.
Hidup baru sedang menunggu Luna di depan sana. Bukan hanya sebagai seorang mahasiswi semester tua jurusan sastra, namun juga sebagai si pegawai magang yang harus menyelesaikan ini itu sebelum pulang ke rumah kala senja datang menutup hari yang panjang dan berat.
"Sudah mendapat hasilnya?" tanya seseorang membuyarkan lamunan sang gadis.
Luna menoleh. Ditatapnya sejenak laki-laki setara usia dengannya yang baru saja duduk dan menyamai posisinya sekarang ini.
Damian Edaurus. Si laki-laki berambut klimis yang rapi disisir naik ke belakang kepalanya dengan kumis tipis merata sebab ia sengaja memeliharanya enggan untuk mencukur habis rambut tipis yang menutupi bagian bawah hidung lancipnya itu. Laki-laki berkebangsaan Inggris itu adalah satu dari banyak teman pria berwajah tampan yang dimiliki oleh Luna Theresia Skye.
Wajah tampan dengan mata tajam yang memanjang ke sisi samping wajahnya. Sepasang alis garis berwarna hitam legam nan tebal tak menyiku. Hidung lancip serta bibir sedikit tebal di bagian bawah adalah kesan seksi yang dilukiskan di atas paras milik Damian. Perawakan tubuhnya sangat kekar sebab laki-laki yang begitu menyukai senyum manis milik Luna ini adalah si rajanya olahraga fisik dan gym adalah tempatnya menghabiskan waktu di akhir pekan. Tak seperti sang kekasih, William Brandy. Yang hanya bisa menyenangkan dan memuaskan diri dengan gelas demi gelas juga botol demi botol wiskey mahal yang menghabiskan separuh dari gajinya bekerja di bar sebelah kampus.
Luna menganggukkan kepalanya. "Ge Sketchbook Company. Mereka mengirimku ke sana," tukas Luna menurunkan sepasang alis indah yang melengkung di atas paras cantiknya.
Damian tersenyum ringan. Menepuk pundak gadis bermantel cokelat yang kini menunduk membiarkan helai demi helai rambutnya terjun menutupi paras cantiknya yang sedang muram saat ini.
"Sebegitunya 'kah kau tak menyukai bekerja sebagai seorang karyawan magang?"
Gadis di sisinya mengangguk sembari mengerang ringan. "Itu akan melelahkan. Senioritas dan bos cerewet yang menyebalkan. Aku tak bisa membayangkan dan menghadapi itu semua nanti."
Damian kini mengulurkan tangannya. Menata helai demi helai rambut milik Luna kemudian perlahan menarik dagu lancip gadis yang ada di sisinya itu. Membuat paras Luna kini terekam jelas oleh sepasang lensa cokelat nan teduh miliknya.
Keduanya sejenak saling tatap. Tersenyum ringan pada akhirnya sebelum Damian kembali melanjutkan kalimatnya.
"Lekken's Property, aku dikirim di sana. Kita bisa bersua jikalau kau bosan bekerja. Ge Sketchbook dengan Lekken's Property tak jauh jaraknya."
Luna membinarkan sepasang lensa miliknya. Tersenyum ringan sesaat setelah Damian menyelesaikan kalimat yang diucap. "Benarkah?" tanya sang gadis dengan antusias.
Damian mengangguk. Tersenyum ringan untuk merespon dan melegakan hati gadis pujaannya itu.
Pujaaan? Ya! Damian menyukai Lina Theresia Skye. Laki-laki setara usia namun berbeda jurusan sudah menyimpan rasa suka pada sang gadis sejak tahun pertama masuk universitas. Selalu mengamati dan memperhatikan segala hal serta aktivitas yang dilakukan oleh gadis idamannya itu. Dalam harapan, Damian tak ingin banyak menaruh harapan tinggi pada Tuhan untuk menyatukan rasanya dengan Luna. Membuat sang gadis mengerti dan mau membalas rasa yang dimiliki Damian dengan hati terbuka dan bahagia.
Damian hanya menaruh sedikit harapan dalam doanya ketika akhir pekan dirinya mengujungi gereja di pusat kota. Menyatukan tangannya rapat sembari memejamkan mata untuk 'bertemu' dengan Sang Pencipta yang sudah menganugerahinya rasa indah seperti ini.
Dalam doanya, Damian menyebut nama Luna sebagai orang yang ingin dijumpainya dan dijadikannya sebagai teman baik. Mampu bersua dalam suka dan cita menyambut hari sebagai dua anak Tuhan yang saling mengenal baik satu sama lain.
Tuhan mengabulkannya. Dengan sebuah kesempatan kecil yang mempertemukan Luna dengan sang laki-laki jangkung berhidung mancung dengan bentuk dagu sedikit tumpul itu salam sebuah pertemuan tak terduga.
Pemeran pasar cokelat di sisi jalanan kota. Menampilkan apa-apa saja makanan yang dibuat dari cokelat diberbagai penjuru dunia. Luna menyukai Cokelat, dan Damian menyukai Luna juga segala hal yang digemari oleh gadis itu.
"Bagaimana dengan Willi?" tanya Damian mengubah topik pembicaraan mereka.
"Apanya yang bagaimana? Willi tetaplah Willi." Luna terkekeh kecil di bagian akhir kalimatnya. Sejenak melirik Damian yang hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Dia mengajakku menikah lagi. Dalam tahun ini dia sudah mengatakannya sebanyak sembilan kali." Luna mengimbuhkan. Berdecak ringan sebagai tanda gundah hatinya saat ini.
Pasal William Brandy tentunya. Si kekasih sah yang terus saja mendesak untuk menikahi Luna tahun ini.Tentang kuliah yang diambil Luna dan Willi? Laki-laki yang begitu mencintai dunia malamnya itu mengatakan dengan tegas bahwa William akan berhenti menghabiskan uangnya untuk memberi wiskey, bir, wine, dan semua yang berhubungan bar dan diskotik untuk menabung dan membiayai kuliah serta kehidupan Luna selepas menikah nanti.
Akan tetapi, Luna bukan gadis bodoh! Ia adalah si tukang sastra yang pandai berhitung dan membuat rencana di masa depan untuk hidupnya.
"Kau menolaknya lagi?" Damian menyahut. Sedikit memiringkan kepalanya untuk bisa menatap raut wajah si cantik nan anggun kesayangannya itu.
Luna mengangguk tegas. "Aku bilang padanya ia harus berhenti berkerja paruh waktu dan harus mulai mencari pekerjaan tetap jika ingin menikahiku di usia muda."
"Dan apa jawabnya?" Seseorang menyela. Membuyarkan fokus Damian juga Luna yang sedang menghabiskan siang menjelang sore dengan berbicang bersama.
Luna menoleh. Memutar sedikit tubuh ramping miliknya untuk bisa menatap siapa yang baru saja datang dan menyela. Eva Margreeth bersama sang kekasih, Barend Antonius.
... To be Continued ...