Tenang dan damai adalah suasana yang kini dirasakan oleh gadis cantik pemilik nama lengkap Luna Theresia Skye itu selepas melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. Mendorong perlahan sepasang pintu besar yang lebih cocok kalau disebut pintu gerbang ketimbang pintu ruangan kerja pribadi milik CEO atau direktur pimpinan utama perusahaan penerbit terbesar di Kota Amsterdam, Belanda. Tuan Ge Hansen Joost atau orang kerap menyapa pria berusia 40 tahunan itu dengan sebutan Tuan Ge.
Gadis itu menghentikan langkahnya. Sejenak mematung kala suasana tak lagi damai selepas netranya menangkap pemandangan paras pria berumur yang bisa dikatakan awet muda. Luna terperanjat! Benar kata orang-orang kalau Tuan Ge itu awet muda! Dalam bayangan Luna, foto yang baru saja dilihatnya satu jam lalu di dalam profil perusahaan Ge Sketchbook Company adalah foto yang diedit sedemikian rupa untuk membuat Tuan Ge tampak gagah dan menawan. Juga kalau tebakan Luna tak benar sasarannya, maka katakan saja foto itu diambil beberapa tahun yang lalu dan baru diunggah beberapa bulan yang lalu.
Namun Luna Skye salah besar! Pemilik nama Ge Hansen Joost itu benar-benar rupawan!
Wajahnya berbentuk diamond yang indah dengan garis rahang tegas dan memukau. Sepasang mata tajam naik ke atas duduk di bawah alis hitam legam berbentuk garis lurus yang menyiku di kedua bagian ujungnya. Bibirnya sedikit tebal dengan bentuk hati yang berwarna merah muda sangat menawan. Hidungnya lancip tanpa ada kumis juga jenggot yang mengotori paras tampannya itu. Dada bidang berbalut setelan jas mewah berdasi merah maroon ada dan melekat di atas tubuhnya. Memberi kesan betapa sempurnanya fisik dan paras Tuan Ge di usianya yang tak patut dibilang muda lagi.
Ia menatap Luna dengan tatapan tajam. Sembari menggosok-gosokkan kedua jarinya di atas dagu untuk benar menelisik setiap bagian tubuh gadis yang masih diam sebab belum puas benar mengagumi lukis cipta yang diberikan semesta untuk memperindah dunia. Tuan Ge!
"Kau Luna?" Bukan suara berat milik seorang pria yang diharapkan oleh Luna untuk memecah hening yang membentang, namun suara seorang wanita yang tanpa Luna sadari duduk di sisi pintu masuk dengan menyilangkan kakinya rapi.
Dia ... Ny. Hansen? Istri dari Tuan Ge? Ah! Luna rasa bukan. Parasnya terlihat masih segar tak pantas jikalau ia disebut sebagai seorang ibu rumah tangga yang mengurus buah hati keluarga Ge.
"Dia sekretarisku. Jawablah pertanyaannya." Bingo! Tepat seperti dugaan Luna sebelum ini. Suara bariton yang khas dengan nada bicara sedang nan tenang. Meluluhkan hati yang sedang resah dan menenangkan jiwa yang gelisah. Itu suara Tuan Ge!
"Ah, benar. Namaku Luna Theresia—"
"Nona Skye!" Wanita dengan rambut pendek setara panjang dengan milik Luna hanya saja ia terlihat lebih hitam dan rapi itu menyela. Menatap Luna yang dipaksa untuk bungkam tak bersuara kali ini.
Tatapannya menelisik. Menerawang segala perubahan ekspresi yang ada di atas paras cantik milik Luna Syke saat ini. Tentunya, Luna tak akan benar bisa tenang. Di hari pertamanya, William mengacau dan membuat Luna terlambat satu jam lamanya. Berdiri di depan Tuan Ge dengan penampilan kacau seperti ini tentu menjadi hal paling memalukan untuk Luna sekarang. Ditambah dengan tatapan mematikan dari wanita berseragam rapi yang ketat membentuk lekuk tubuhnya itu seakan sukses melengkapi penderitaan Luna.
"Kau adalah pegawai magang dengan urutan ke enam. Tapi kau berdiri setelah sepuluh pegawai magang diwawancarai?" tanyanya berkelit.
Luna menundukkan pandangannya. Merampal dalam hati untuk mengirim sumpah serapah pada Sang Kuasa. Bukan mengutuk takdir William sang kekasih yang sudah membuat harinya kacau, namun mengutuk takdir wanita yang berlipstik merah bata yang berbicara dengan nada tak sopan sembari memincingkan matanya tegas. Seakan menghina Luna yang sudah melakukan kesalahan fatal pagi ini.
"Maafkan aku." Luna berucap. Menarik pandangannya untuk kembali menatap paras wanita yang masih kaku tanpa memberi ekspresi ramah ke arahnya.
"Duduklah." Ia memerintah. Menunjuk kursi kayu dengan tinggi sedang yang ada di depan Luna.
"Aku sudah melihat nilaimu dan catatan dosen yang ada di surat penghantar. Kau cukup berbakat di bidang sastra. Pernah mencetak prestasi di luar kampus?" Wanita kini kembali mengintrogasi membuat Luna yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi kini menoleh. Tak menatap Tuan Ge yang ada di depannya namun menatap sekretaris muda berwajah cantik sebab make up tebal yang ada di atas parasnya sekarang ini.
"Aku pernah mengikuti lomba puisi dulu dan mendapat hadiah di juara ketiga."
"Tingkat internasional?"
Luna menggelengkan kepalanya samar. Tersenyum kaku untuk menyanggah kalimat tanya yang dilontarkan padanya. "Hanya nasional. Antar kampus."
"Nona Skye, kau pikir ini adalah tes masuk untuk siswi menengah atas?" Sekretaris itu tegas menimpali. Mengatakan kalimat yang kini sukses membuat Luna bungkam tak mampu banyak berbicara.
"Katakan prestasi yang lebih membanggakan dan penting daripada lomba murahan seperti itu, Nona Skye." Ia mengimbuhkan. Membuat Luna menundukkan kepalanya sembari sesekali menggigit bibir bawahnya. Bukan ingin menangis sebab hinaan yang sukses menggores hatinya itu, namun Luna ingin mengumpat. Menampar habis sekretaris gila yang sudah meremehkan mimpi dan bakatnya itu.
"Kenapa kau ingin bergabung dengan kami?" tanyanya mengubah arah pembicaraan. Merasa bahwa apa yang ditanyakan olehnya barusan itu tak akan banyak membawa manfaat apapun lagi.
Luna bungkam. Ingin? Sungguh kata hiperbola yang tak pantas diucapkan oleh sekretaris itu sekarang ini. Asal ia tahu saja, Luna membenci masa magang seperti ini. Kampus lah yang memaksa dirinya untuk melakukan hal gila seperti ini!
"Karena hanya ini bakatku." Sialan! Luna kehabisan kata-kata sekarang. Hanya kalimat yang tak berdasar itulah yang ada di dalam otaknya.
"Bakatku? Tapi kau hanya pernah mengikuti satu lomba dan bukan lomba internasional juga—"
"Apa salahnya?" tukas Luna menyela. Mendongakkan pandangannya mengarah pada wanita muda yang kini terdiam. Tatapan Luna tak sama lagi sekarang.
"Ku kira kau hidup tanpa beralaskan toleransi dan saling menghargai. Bukankah untuk sampai di sini kau dulu bukan apa-apa?" Luna mengimbuhkan. Berdiri dari kursi tempatnya didudukan untuk mendengar kalimat konyol nan menyebalkan yang terus saja merendahkan dirinya. Luna tak tahu jika wawancara kerja sekejam ini!
"Kecuali kalau kau datang dengan menyumbangkan uang berlebih yang kau punya pada perusahaan. Mengatakan bahwa kau adalah gadis pandai yang akan berkerja dengan baik. Tapi lihatlah dirimu sekarang ... kau macam sampah." Luna memungkaskan kalimatnya dengan tegas. Berjalan mendekat pada wanita yang kini menggenggam erat pena dalam genggamannya.
Kalimat Luna tak ubahnya seperti Boomerang yang ia lempar sekarang ini. Sejauh apapun ia melempar, benda itu akan kembali lagi padanya.
"Nona Skye!" Suara berat menyela. Membuyarkan fokus Luna yang kini mulai tersadar, bahwa ia sudah mengacaukan semuanya!
Bodoh! Selain bodoh dalam mencinta, Luna juga bodoh dalam mengontrol emosinya.
... To be Continued ...