Luna kembali memasukkan baju kotornya ke dalam mesin cuci sembari bersenandung ringan untuk memecah sepi yang kian tegas datang menghampiri. Dirinya kembali sendiri. Seorang diri di dalam rumah mewah ini kalau Tuan Ge kembali ke rumahnya nanti. Pria itu masih ada di dalam kamarnya. Di sudut ruangan sana tempat Tuan Ge berada. Luna tak pernah menyangka ini, menggotong tubuh kekar pria itu untuk datang ke rumahnya dalam keadaan mabuk berat seperti itu. Ia tak pernah mengira ini sebelum. Tinggal satu atap dan bermalam bersama seorang pengusaha sukses yang memimpin sebuah perusahan besar dengan gedung tinggi yang hampir menggapai gumpalan awan di atas sana.
Luna kini menutup mesin cucinya. Menyalakan benda itu untuk segera menyelesaikan pekerjaannya malam ini. Suasana sepi, tak ada alunan lagu yang bisa memecah keheningan untuk saat ini. Di dalam rumah ini ada seorang tamu terhormat. Bukan William yang tak akan mempermasalahkan jikalau Luna memutar musik malam-malam begini, akan tetapi untuk Tuan Ge. Ia hanya mengenal namanya saja. Luna tak pernah tahu, apa yang disukai dan tidak disukai oleh pria itu sekarang ini? Bagaimana jika musik yang menggema di ruangan akan mengganggu tidurnya nanti? Ya, itulah alasan Luna tak menyalakan musik untuk kali ini.
Gadis itu bergumam ringan. Menatap jarum jam yang mulai menunjukkan pukul sebelas malam. Sangat larut, sudah waktunya ia tidur malam ini. Luna pun tak bisa menahan kantuknya lagi. Segera gadis itu menatap mesin cuci yang ada di belakangnya. Mematikan tombolnya untuk menjeda aktivitas mencucinya sekarang. Ia bisa melakukannya besok, malam ini Luna akan beristirahat di ruang tengah dan tidur di atas sofa.
Kamar tamu? Tentu ada. Semuanya rapi sebab tak pernah ada tamu yang menyambangi dirinya hingga berhari-hari lamanya. Sebab tak ada yang menempati, maka debu pun yang menyelimuti setiap komponen yang ada di dalamnya. Eva dan Barend hanya datang di akhir pekan. Menginap bukan di kamar itu, ada satu kamar yang selalu berantakan selepas disewa oleh dua temannya itu. Sesekali Barend dan Eva datang, selalu saja ada suara aneh yang muncul dari balik pintu yang tertutup rapat. Mirip suaranya kalau William sedang memuaskan napsunya di malam yang panas. Katakan saja tempat ini akan menjadi neraka tempat penebusan napsu dan mengambil dosa kalau akhir pekan sudah datang.
Luna kini melepas kemejanya. Menyisakan tank top ketat tak berlengan yang membalut tubuhnya. Bagian leher hingga dada gadis itu ter-ekspos keluar. Hawa dingin mulai kuat membelai permukaan kulitnya. Ia berjalan tegas. Membuka pintu kamar yang ada di sisi tangga tempatnya bisa menjangkau lantai atas. Di dalam kamar itu, Luna hanya ingin mengambil selimut dan saru bantal untuk menyangga kepalanya. Setidaknya ia bisa membersihkan bantal itu dari debu, namun untuk membersihkan seluruh ruang kamar ia tak mampu melakukannya sekarang. Toh juga tidur di atas sofa sembari menatap ke arah televisi besar di depannya bukanlah ide yang buruk bukan? Yaps! Ide yang cukup bagus.
"Aku lelah sekali," gumam Luna berjalan menuju sofa. Gadis itu melempar asal bantal yang ada di dalam genggamannya sekarang ini. Tepat di atas sofa gadis itu ingin merebahkan tubuhnya. Ia akan melepas semua lelah kali ini. Tak akan ada yang mengganggu sebab William tak akan kembali malam ini. Ia pulang ke rumah orang tuanya. Pun Tuan Ge pasti sudah terlelap sekarang ini. Ia hanya perlu memejamkan rapat kedua matanya. Mulai tertidur dan melupakan semua yang terjadi hari ini.
••• Imperfect CEO •••
Fajar datang dengan riangnya. Sang surya menyapa bersama sorot sinar yang hangat menerpa permukaan tubuh siapapun yang mendapatkan sinar itu. Luna Theresia Skye. Gadis itu tak henti-hentinya mengerjapkan matanya untuk mencoba untuk menyesuaikan sinar yang merambah masuk ke dalam lensanya sekarang. Ini sudah pagi, tak ada yang aneh awalnya. Semua berjalan lancar sebelum ia menyadari satu hal. Dirinya sudah tak berada di atas sofa lagi. Selimut hangat membungkus tubuhnya. Hampir seluruh tubuhnya dan jatuh tepat di atas lehernya. Luna menoleh. Tepat di sisinya Tuan Ge tertidur dengan posisi tiarap. Pria itu melepas dasi kemejanya. Penampilan yang kacau selepas ia sadar bahwa kemeja yang membungkus tubuh kekarnya sudah ada di bawah kaki Luna. Ia tak telanjang dada, memang. Sebab kaos putih tipis itu ada membungkus dada bidangnya.
Luna bangkit perlahan. Menurunkan selimut untuk melihat dirinya sendiri sekarang. Syukur, ia masih berbusana. Meskipun dibilang terbuka sebab hanya tank top ketat tak berlengan dan rok pendek bekas kemarin sore, namun setidaknya ia tak berbikini dengan kancing bra yang terbuka sepenuhnya.
Gadis itu memijit kepalanya. Sedikit pusing sekarang dirasa. Mungkin sebab posisi tidurnya tak benar kemarin malam. Rasanya kaku juga sedikit sakit. Luna bangkit, ingin turun dari ranjang empuknya. Meninggalkan Tuan Ge masih masih tertidur pulas di sisinya.
Tak mungkin bukan jikalau dirinya berjalan sendiri dan masuk ke dalam kamar ini? Lalu, Tuan Ge yang menggotong tubuhnya dan tidur di sisi Luna? Sangat mustahil!
"Jangan pergi," ucap pria yang ada di sisinya lirih. Luna menoleh. Tepat mengarahkan pandangannya untuk Tuan Ge. Pria itu mengigau?
"T--tuan Ge?" panggil Luna lirih. Tangannya mencoba untuk menggoyangkan tubuh pria itu agar lekas sadar pagi ini. Luna yakin Tuan Ge harus segera pulang dan menemui keluarganya. Di sini bukan tempat yang pas untuk pria yang sudah beristri seperti Tuan Ge Hansen Joost.
"Bisa kau buatkan aku pereda mabuk?" tanya Tuan Ge semakin melirih. Luna mendekatkan wajahnya. Suara berat itu samar masuk ke dalam lubang hidungnya. Luna memang tak minum banyak kemarin malam, namun ia juga bisa dibilang tak sedang berada di kesadaran 100 persen.
"K--kau memintaku untuk apa?" Luna menyahut. Meminta pria yang masih memejamkan rapat matanya itu untuk mengulang kalimatnya.
Lamat-lamat kelopak mata itu terbuka. Tuan Ge membuka matanya! Tubuhnya menggeliat kasar. Menghela napasnya berat untuk mengekspresikan perasannya pagi ini. Ia mengakhiri hari dengan berat, juga ia mengawali hari dengan sisa kenangan buruk kemarin senja.
"Maafkan aku, Nona Luna." Tuan Ge bangkit dari tempat tidurnya. Duduk tepat di sisi Luna yang hanya menganggukkan kepalanya samar.
"Kau sudah bangun dari tadi?" tanya Luna melirik secangkir kopi yang ada di sisi meja ranjang empuk miliknya. Kopi itu masih samar mengepulkan asapnya. Seseorang baru saja menyeduhkan itu untuk dirinya.
"Aku tak tahu itu enak atau tidak, tapi aku berusaha untuk membuatkan kopi untukmu, Nona Luna."
Gadis itu tersenyum tipis. Baru kali ini seseorang mengatakan itu pada Luna. Berusaha? Luna lupa kapan seseorang berusaha untuk dirinya.
"Aku akan meminumnya nanti. Kau bisa membersihkan dirimu dan keluar dari kamar. Aku akan membuatkan sup untuk meredakan mabuk." Gadis itu memberi perintah. Bangkit dari tempat duduknya dan berniat untuk turun dari ranjang.
Tuan Ge menarik pergelangan tangan gadis yang ada di sisinya. Sigap netra itu memblokir seluruh fokus mata Luna. "Bagaimana jika kekasihmu tahu bahwa kita tidur satu ranjang?"
"Aku minta maaf untuk itu, Nona Luna. Kemarin aku sempat tersadar dan melihatmu tidur di atas sofa. Jadi aku berinisiatif untuk menggotong tubuhmu kemari. Akan tetapi keadaanku belum pulih sempurna, jadi aku kembali tertidur di sini." Tuan Ge menjelaksan. Hanya mendapat anggukan dari gadis yang tersenyum manis untuknya. Tuan Ge sudah menjelaskan semuanya. Tak ada hubungan panas kemarin malam. Tubuh Luna tak 'disantap' olehnya.
"William pulang ke—" Suara pintu ditekan menyela fokus Luna. Suara yang tak asing kini mulai mengiringi. Memanggil namanya beberapa kali untuk memastikan bahwa sang kekasih ada di dalam rumahnya. Itu William sang kekasih.
"Luna kau di dalam? Bolehkah aku masuk?"
--mengapa William harus datang sekarang? Sial! Cara berpakaiannya sekarang, cara berpakaian Tuan Ge dan kondisi tempat tidurnya benar-benar mampu membuat sebuah alur cerita dengan genre romansa dewasa bertema perselingkuhan di pagi hari yang cerah.
... To be Continued...