Mobil itu sampai di depan hotel bintang lima. Rifa'i membawa putrinya masuk ke dalam hotel putri nya masih terlelap dalam gendongannya.
"Bicara yang sopan jangan sampai kamu berbuat malu," ujar Rifai kepada Tania dengan acuh.
"Siap bos, tapi biasanya aku bikin malu sih ... Aku kan kampungan banget dan aku sangat gugup kalau diajak ke acara seperti ini," jawab Tania menunjukkan kepolosannya.
"Jangan seperti itulah Tante, tante cantik banget kok pakai gaun itu serasi juga sama Ayah," ujar Dana kecil dia minta turun dari gendongan ayahnya.
Tempat itu dipenuhi orang-orang berpakaian keren gaun-gaun yang mahal. Seperti tempat saling membanggakan diri, tempat yang dipenuhi dengan rasa besar diri dengan kekayaan yang dimiliki mereka.
"Hai Rifai itu siapa kamu? Apa calon istrimu? Dia sangat cantik, kurang seksi," bisik pemuda itu.
"Bukankah kesaksian istri itu hanya terpampang di dalam kamar? Tubuh istri itu hak sepenuhnya suami, kalau diumbar ya sama saja semua mata melihat. Tapi orang yang berbeda-beda ya, kalau aku sih lebih suka istriku tertutup ketika di luar rumah. Dan kesaksian nya hanya diperlihatkan untukku," jelas Rifai menarik Tania menggandengnya lalu berjalan dan memperkenalkan Tania kepada teman-temannya.
'Andai bukan sebuah ke pura-puraan pasti aku sangat bahagia, pasti bahagia, kenapa aku sangat gugup jantungku berdegup sangat kencang Ya Allah ... apa benar aku sudah mencintai bosku?' batin Tania, Dana kecil meraih tangannya lalu Tania merunduk.
"Tante ada sesuatu yang gawat darurat," celetus gadis 6 tahun itu.
"Apanya yang gawat sayang semuanya baik-baik saja kok," ujar Tania berbisik sambil melihat kesana kemari. Dana kecil menarik baju ayahnya.
"Ada apa Sayang?" tanya Fai.
"Ayah itu lho yang aku bilang lihat itu ... wanita itu dan memakai kerudung dan menggendong bayi, lihat ayah ... lihat ... kasihan," pinta Dana. Sedang acaranya mau di mulai.
Rifai mendekati wanita berkerudung itu Tania dan Dana menyaksikan dari kejauhan. Pengantin pria ternyata tahu Rifai akan mendekati wanita yang dihamilinya. Pengantin pria bergegas berdiri lalu menghapiri untuk mencegah Rifai.
"Hai Sob ... ngapain kamu?" dia menarik tangan Rifai, lalu mengepalkan tangan kepada wanita itu, menandakan dia menyuruh wanita itu untuk pergi dari tempat itu.
"Aku tidak mau pergi dari sini, ini adalah anakmu," lontar wanita itu sambil menunjukkan bayinya, semua mata memandang ke satu tujuan saat mendengar perkataan wanita itu. Pengantin wanita tinggal tidak diam, dia segera menghampiri wanita itu dan membawanya ke salah satu ruangan.
Dana dan Tania mengikuti.
"Aku tidak peduli ya kamu itu hanya mantan istrinya calon suamiku, aku bisa memberimu uang yang banyak yang kamu minta asal kamu jangan merusak pernikahanku. Mbak aku ini punya segalanya jadi tolong kamu cepat pergi dari sini, kalau tidak aku akan menyuruh Mas Andi untuk menyiksa mu, ingat Mbak ingat ... Aku ini sudah memberikan rumah lo sama kamu, jadi suamimu itu sudah aku beli dengan rumah yang aku berikan kamu. Sekarang aku minta kamu pergi dari sini aku akan melanjutkan hari bahagia ku bersama suamimu," jelas pengantin wanita itu pergi dengan tergesa-gesa.
Dana dan Tania menunggu wanita itu keluar dari ruangan, Rifai menjemput mereka. "Ngapain tetap di sini, ayo cepet-cepet ke sana ah nanti kalau ada masalah Ayah yang kena," ajak Rifai. Gadis kecil itu tetap meratapi di depan pintu, terdengar suara bayi yang menangis sangat keras, Dana kecil menggedor-gedor pintu.
Rifai dan Tania segera bergegas Rifai mendobrak pintu itu terlihat darah yang mengalir dari pergelangan tangan urat nadi wanita itu. Tania berlari untuk meminta tolong, para tamu pun bergegas untuk mengecek keadaan di situ mereka membawanya ke rumah sakit. Pernikahan itu pun gagal.
"Eh, apa sih mau kamu hah!!" pengantin wanita marah besar dia menarik tangan Tania lalu mendorongnya sampai Tania terbentur, Dana kecil segera memanggil ayahnya.
"Ayah ... tolongin tante Tania," panggil Dana, Rifai segera membawanya ke kamar hotel untuk diobati.
"Sayang ... anak ayah yang pintar kamu di sini dulu, ayah mau ke mobil untuk mengambil kotak obat di mobil," ujar Rifai bergegas.
Pria tampan itu sangat panik dan cemas akan keadaan Tania. Dia merasakan keanehan di dalam hatinya. Rasa acuh yang biasa dia perlihatkan kini terlihat perhatian dari dokter itu.
Plokkk
"Aku tidak menyangka ya kamu I ... Beraninya kamu menggagalkan pernikahanku," ucap pengantin pria sambil marah.
"Aku hanya aku hanya menyelamatkan istrimu saja. Aku tidak menggagalkan pernikahan, lagian aku tadi hanya menyelamatkan istrimu, aku tidak menghentikan penghulu kan? Dengar Di ... dia itu wanita yang sudah melahirkan buah cintamu. Dan kamu meninggalkannya karena harta dari Sania, harta itu tidak akan dibawa mati Di ... ingat itu ingat!" tegur Rifai bergegas ke kamar hotel dia melangkah cepat.
Pengantin pria itu hanya merenung menyesali karena dia sudah menelantarkan anak dan istrinya.
Rifai melangkah cepat ke kamar itu ternyata Tania sudah bangun Dana memberikan segelas air putih kepadanya.
"Bagaimana apa pusing banget? Pasti sakit ya sini aku obatin," Rifai duduk di sebelah kanan Tania, Indana sangat senang melihat ayahnya sangat perhatian.
"Dana lain kali jangan ikut campur urusan orang ya," tegur Rifai ke putri kecilnya.
"Ayah tadi kan nggak ikut campur hanya menyelamatkan. Bukankah pekerjaan ayah menyelamatkan orang-orang yang terluka, ayah ... Aku sayang, jadi memang aku sudah melihat bayangan kejadian itu. Lagian kan orang benar harus diselamatkan, ayah kan sering bilang kita harus saling membantu saling menolong tidak boleh merendahkan. Aku selalu mengingat kata-kata ayah jadi itu bukti sayangku sama ayah," ujar gadis itu memeluk Rifai, Rifai mengecup keningnya. Tangan Rifai masih mengobati dahi Tania. Indana sibuk mulai asyik dengan dunianya dia bermain boneka dan berlari ke sana ke sana kemari.
"Bos apa itu memang kelebihan Zahra? Apa dia memang bisa melihat kejadian yang akan terjadi?" tanya Tania, Rifai menangguk.
"O pastas saja kemarin itu di sekolahan ada kecelakaan Zahra menengur salah satu ibu dari anak itu tapi ibunya tidak mendengar, dan terjadi, anak itu kecelakaan. Jadi mereka semua tau saat tebakan Zahra benar, mereka menatap Zahra, dengan penuh curiga dengan saling berbisik apa anak ini indigo. Kasihan juga sih sama Zahra dia terlihat asing dengan teman-temannya," jelas Tania menatap melas dan matanya berkaca-kaca.
"Lalu kenapa hidungmu merah dan matamu berair?" tanya Rifai, Tania segera menepis kesedihannya.
"Aku sangat tahu rasanya dibully itu tidak enak, sangat menyakitkan. Heh ... semoga ada teman yang tulus buat Zahra," ujar Tania, Rifai memandangnya.
Bersambung.