Chereads / Sahabatku Cintaku / Chapter 12 - Kemampuan Gadis Cilik

Chapter 12 - Kemampuan Gadis Cilik

Rifa'i membawa Indana ke Rumah sakit. Karena merasa tidak wajar dengan rontoknya rambut milik Indana, Rifai mengantar cek up. Rifai dan putri kecilnya masih duduk di ruang tunggu, sambil menunggu panggilan dari antrian.

Indana bersandar di lengan Ayahnya. Melihat putri kecilnya sangat lelah. Indana tidur di paha Rifai. Tangan seorang Ayah membelai rambut putrinya.

'Dana Rif'an, putri kalian tumbuh dengan baik,' batin Rifai, Indana tiba-tiba duduk dengan mata yang terbuka lebar.

"Dana, kamu kenapa sayang kok tiba-tiba bangun seperti itu?" Fai sangat terkejut dengan sikap Dana. Dana langsung menggandeng tangannya.

"Ada apa sayang? Kita mau kemana?" Fai kebingungan Dana terus menariknya, menuntun ke suatu tempat.

Mereka berhenti di ruang persalinan, melihat seorang wanita histeris yang mencari anaknya yang baru saja dilahirkan oleh wanita itu.

"Dokter ... Suster ... di mana anakku ... tolong bawa kemari ... aku baru saja melahirkan," suara wanita itu meronta malas dan sangat terpukul, jelas saja dadanya terasa sesak. Rifai dan Dana tidak tega.

"Ayah anaknya dibawa ke sana ...." ujar Dana menunjuk ke arah kanannya.

"Kamu yakin sayang ... sebentar lagi kita sudah akan masuk ruangan lo," ujar Fai penuh pertimbangan.

"Yakin Ayah ... tapi aku baik-baik saja. Jadi sekarang ayo kita bantu Ibu itu, ayo Ayah ... Ayo," ajak Dana memaksa. keduanya bergegas mencari orang itu.

Sosok wanita paruh baya telah menggendong bayi itu dengan penuh ketakutan.

Dana dan Rifai terus mengejarnya sampai mereka di tempat parkir. Dengan langkah cepat dan gerak cepat Rifai menarik tangan wanita itu.

"Lepaskan aku! Kenapa kamu ini. Lepaskan aku," teriak wanita itu sambil membanting tangan Rifai.

"Tapi ini bukan Anak Ibu. Ini anak wanita yang baru saja melahirkan di ruang sana," ujar Rifai semakin erat.

Melihat keributan para orang di sana memperhatikan kemudian satpam mendekati Rifai, dan wanita itu menginjak kaki Rifai, Ibu segera berlari kemudian para orang lain mencegahnya.

"Dia penculik Anak Pak, tolong tangkap dia," teriak Rifai sedikit kesakitan dengan mengangkat kakinya, Indana mendekati Ayahnya dan membantu Ayahnya berdiri.

"Tolong ... heks heks, tolong lepaskan aku ... Aku ini neneknya, tolong lepaskan aku Pak Satpam, tolong karena Anak ini tidak memiliki Ayah jadi aku akan membawanya ke Panti," pengakuan ibu itu sangat mengejutkan mereka semua merasa kasihan dengan anak itu. Bayi yang tidak berdosa harus merasakan kesepian karna tingkah orang tuanya.

"Pak satpam urus Ibu itu, anaknya berada di ruang persalinan," jelas Fai.

Pak satpam mengurus itu Rifai dan Dana segera masuk Rumah Sakit.

Rifai bertemu dengan Dokter yang juga temannya, jadi Rifai bisa sharing. Indana masuk ke ruang periksa. Rifai dengan cemasnya dia mondar-mandir kesana-kemari. Kecemasan yang dirasakan ada dua hal. Satu soal Indana dan satunya untuk Tania.

"Bagaimana sekarang keadaan Tania, apa aku harus menelponnya, atau aku menunggu dia yang menelpon aku. Kenapa aku jadi galau kayak gini sih ... Fai ... jangan mudah jatuh cinta. Kalau kamu sering tersakiti. Para wanita itu tega sama kamu, jadi sudah jangan mikirkan wanita lagi. Bagaimana nanti kalau hatimu hancur karena wanita. Stop Fai," gumamnya.

Rifai berusaha menepis segala perasaannya akan kecemasan kepada Tania. Namun hati kecilnya terus saja memanggil-manggil nama Tania, dia sangat cemas dan gelisahan.

Rifai hanya bisa duduk berdiri kembali duduk lagi berdiri lagi seperti itu berulang kali, dia berjalan ke sana kemari sambil menggenggam tangannya di depan mulutnya terlihat dia sangat panik.

"Kenapa Tania masih belum menghubungi ku, apa dia baik-baik saja? Atau bagaimana, aku harus menelpon salah satu orang ku," gumamnya lalu menekan salah satu nomor bodyguard.

"Halo, bagaimana nih kabarnya, di situ aman atau bagaimana?" tanya Rifai segera memastikan tanpa basa-basi.

"Mereka baru saja bertemu Bos, mereka berjalan ke salah satu tempat," jawab orang suruhan.

'Kenapa Tania belum menelepon aku jika sudah sampai?' batin Rifai mencurigai Tania. Rifai menutup telepon, tidak lama hpnya berdering dan itu nomor dari Tania.

Rifai menyimak perbincangan Tania dan Dion.

"Lama ya, Tania kita tidak ketemu kamu semakin cantik deh," puji Dion. Mendengar ucapan itu entah kenapa Rifai mulai emosi.

"Hah kamu itu ada-ada aja, aku dari dulu memang cantik kali ... buktinya kamu dari dulu ngejar-ngejar aku terus. Oh ya kalau boleh tau kamu sekarang bagaimana pekerjaannya sama Ayah kamu. Om Sutio baik-baik sajakan, kayaknya semakin berjaya dalam urusan menjabat?" tanya Tania, Rifai terus mendengarkan.

"Ayah baik malah sekarang ini akan membeli tanah di Kalimantan, untuk ikut serta investasi di batu bara," ujar Dion. Mendengar hal itu Rifai berfikir.

'Gampanglah nanti bisa dicari teman aku yang bekerja di Perusahaan batubara, siapa tahu mendapat informasi penting,' batin Fai.

"Kamu sudah menikah Tania? Atau sudah memiliki pasangan?"

"Belum saat ini aku belum memikirkan ke arah sana," jawab Tania sangat jujur.

'Tania .. Tania, kamu itu bagaimana bilang saja kalau kamu sudah punya, bagaimana nanti kalau dia nekad haduh ... Tania,"

"Syukur deh kalau begitu, berarti aku masih mempunyai peluang besar untuk bisa mendapatkanmu," ucap Dion, mendengar hal itu Rifai sangat tidak nyaman. Dia merasakan hal aneh di dalam dadanya.

"Bukannya kamu sudah memiliki pasangan, kemarin itu kayaknya ada sih pegawai yang bilang sama aku katanya kamu punya pacar. Ingat Dion ... kalau punya cewek itu harus setia jangan plin-plan kesana-kemari. Ingat, tuh masih ada azab dan karma jadi jangan bermain-main dengan wanita," teguran Tania membuat Dion tertawa terbahak-bahak.

'Dasar pria aneh ditegur, malah tertawa aneh banget sini orang.' batin Fai.

"Eh awas ya kamu jangan colek-colek! Maaf ya Dion aku tidak suka, lagian di agama kita kan melarang itu bersentuhan kulit," mendengar ucapan Tania, Rifai menjadi tegang matanya terbelalak dan terus menyimak.

"Ayolah Tania ... aku bisa memberikan apapun untukmu, uang pun mudah, aku bisa juga itu mengobati Ibumu. Jadi bagaimana kalau seumpama kita kencan hari ini," mendengar ucapan dion. Rifai menggenggam tangannya dengan penuh kemarahan.

"please deh ... kalo mau masih berbicara sama aku, jangan macam-macam sama aku oke, kita saling menghargai," tegur Tania sangat begitu tegas.

"Baik-baik, Tania aku tadi cuma bercanda kok nggak main-main, tapi kalau kamu butuh uang kamu bilang saja sama aku ya, siapa tau aku bisa bantu. Aku bisa berikan apapun sama kamu," ujar Dion.

"Okelah, baik terima kasih sudah berkenan, tapi aku tidak mau ya ... aku maunya bekerja kalau boleh tahu sekarang Ayah kamu tugasnya apa?" tanya Tania.

Bersambung.