Rifa'i masih saja mendengarkan perbincangan Tania dan Dion.
"Dokter Rifa'i kami sudah selesai memeriksa Indana, hasilnya dua hari lagi akan selesai akan keluar," jelas dokter. Rufa'i mengangguk, Rifa'i segera menghampiri Indana.
Telepon itu masih tersambung ke Tania, Rifa'i masih menyimak perbincangan Tania dan Dion Walaupun dia berjalan cepat ke ruangan Indana.
"Itulah yang aku suka dari kamu Tania, kamu itu memang gadis mandiri tidak seperti gadis-gadis yang lain," pujian dari Dion yang didengar Rifa'i membuat Rifai.
"Jangan termakan omongannya Tania, jangan kemakan ... Itu rayuan yang sering di lontarkan pria-pria hidung belang," gumam Fa'i.
"Ayah aku sudah selesai," ujar Dana dengan ceria. Rifa'i bersimpuh dan memeluknya.
"Anak Ayah satu ini memang keren. Ya sudah, ayo pulang," ajak Rifa'i ke Putri kecilnya keduanya berjalan. Berjalan bersama kemesraan terjalin antara ayah dan anak. Rifa'i kembali mendengarkan ponselnya, namun dia tidak mendengar apapun.
Perasaan cemas mulai menghadirinya, kegelisahan mulai menghampiri dokter muda ini.
'Tania bersuaralah ... berikan aku isyarat agar aku tahu kamu sedang baik-baik saja, kamu sedang bagaimana keadaannya?' batin Rifai sangat tersiksa.
"Ayah kenapa sih cemas banget, kangen sama tante Tania ya ...." ledekin Dana.
"Ya nggak lah Sayang ... kenapa kangennya sama tante Tania kan ada kamu," ucap Rifa'i menepis perasaannya.
"Ayah aku melihat banyak ular di depan sana. Ada seseorang yang ingin melukai dua Suster yang bekerja di sini," ujar Dana.
"Maksud kamu apa? Kenapa, motifnya apa orang itu sampai mau melukai dua Suster itu?" tanya Rifa'i, Indana terdiam sejenak dengan menutup mata keduanya menghentikan langkah.
"Anak pemilik ular itu kemarin sempat dirawat di sini, lalu dia meninggal jadi pemilik ular itu ingin balas dendam kepada dua Suster,"
"Kita minta seorang Satpam untuk menjaga dua Suster yang terancam itu ya ... karena Ayah sedang sibuk," ujar Rifai, Indana mengangguk setuju.
Keduanya bergegas menemui satpam. Rifai menjelaskan kemampuan Indana yang bisa melihat kejadian yang akan terjadi. Namun tidak mudah untuk dipercaya oleh satpam itu, kemudian Rifa'i memberinya uang.
"Ini saya niatnya bersedekah Pak. Intinya saya ingin anda menyelamatkan dua Suster itu, kalau tidak ya terserah Anda, yang penting saya sudah memberitahu," jelas Rifa'i kemudian menarik tangan Indana berjalan cepat menuju mobil.
Rifa'i tidak bisa mendengarkan secara fokus masalah Tania.
"Tania Ayolah bersuara dari tadi aku tidak mendengar suaramu," gumam Fai saat masuk mobil.
"Tuh ... katanya tidak mikirin tante Tania, tapi menggumam dan memanggil nama tante Tania. Jangan bohong Ayah, kalau Ayah suka sama tante Tania jadikan Tante Tania Mama aku," celetus Dana, Rifai terdiam lalu melajukan mobil.
[ Maaf aku tidak bisa, aku juga harus segera pulang dari sini, soalnya ada pekerjaan aku pamit ya Dion.]
suara dari Tania yang didengar Rivai membuat Rifa'i tenang.
[ Biar aku antar, mana tega aku melihat perempuan cantik pulang sendiri.] ujar Dion.
"Please jangan mau Tania ... jangan mau please, please," gumam Rifai membuat Dana tertawa lepas.
"Ayah ... ayah gengsi amat sih bilang suka aja," ledek Dana, Fai malu kemudian menginjak pedal gas mobil. Mobil melaju.
[ Tidak perlu mengantarku. Tolong ya Aku nggak suka dipaksa. Aku masih bisa pulang sendiri, nanti kalau kita bisa berhubungan ya kita teleponan aja chat-an saja.]
penjelasan dari Tania membuat Rifa'i tenang.
[ Tania dengarkan aku aku akan selalu menunggumu dan menantimu sampai kamu benar-benar mau menerimaku. Aku memang tidak sempurna fisikku juga tidak seganteng artis Reza itu. Aku sungguh-sungguh Tania Aku ingin membuat kamu bahagia. Jadi berikan aku cara agar kamu mau menerimaku. Aku bersungguh-sungguh Tania aku mengharapkanmu.]
mendengar ucapan lamaran dari Dion Rifa'i mengepalkan tangannya.
'Kenapa Rasanya aku mendidih seperti ini, apa Aku cemburu ah ... mana mungkin aku mencintai dia. Tapi berani banget sih Dion mau berani melamar Tania. Fai Kamu kenapa ... Ayolah. Jangan memikirkan hal bodoh seperti itu.' batinnya.
"Ayah ... aku tahu isi hati Ayah ... lagian Kenapa sih ngumpet-ngumpet di dalam hati seperti itu. Tinggal bilang saja kok repot, nanti kedahuluan orang lain Ayah bingung loh," ledek Indana tertawa menutup mulut, Fai terlihat sangat salah tingkah.
"Anak ayah yang akan naik kelas dua, kamu itu pikirin masalah Sekolah, jangan mikirin masalahnya Ayah," tegur Rifa'i sambil mengacak-ngacak rambut Dana.
Rifai mendengar suara Tania.
[Aku bisa saja menerima mu ... asal ada syaratnya dan ketentuannya. Bukan harta bukan apapun, aku minta kamu belajar ilmu agama. Aku ingin kamu mondok di salah satu pesantren. Tidak perlu lama-lama cukup dua bulan saja sudah cukup, asal kamu menghafalkan 7 surat al quran, intinya aku mencari orang yang bisa menjadikan aku makmum yang tepat untuknya, pernikahan yang abadi karena ibadah. Oke kita bahas lain waktu ya aku pamit Assalamualaikum.]
mendengar perkataan Tania yang begitu tegas membuat Fai senyum sendiri.
'Alhamdulillah ... ada harapan. Ha! Aku bicara apa. Gila. Aku ini kenapa ....' batin Fai.
"Halo Bos, apa masih nyambung?" tanya Tania ke Rifai. Rifai mengangguk
"Iya masih tersambung aku akan jemput kamu ya sekarang," ujar Fai dengan nada cemas dan berharap.
"Tidak perlu Pak, tadi kan sudah Pulang Pergi bayarnya ke taksi online, ini sekarang aku sudah jalan pulang lagian juga. Aku belum mendapat informasi apa-apa Pak, tapi nanti bodyguard itu akan mengikuti kemana perginya Dion. Oh ya Zahra bagaimana apa kabarnya?"
"Kan masih belum keluar hasilnya, kira-kira dua hari lagi hasilnya sudah keluar, semoga saja tidak ada penyakit apa-apa,"
"Aamiin Ya Allah," sahut Tania.
"Oh ya soal lamaran dari Dion tadi, aku mohon jangan diterima ya," ucapan Rifai membuat Tania sangat terkejut dan terbelalak.
"Ha ... maksudnya apa Pak?" tanya Tania.
'Fai, kamu ngomong apa, Fai ... bodohnya kamu, kenapa kamu melarang dia. Heh ... kok bisa aku melarangnya. Itukan hidup dia, ya terserah dialah ... Fai, Fai bodohnya,' batinnya sambil memukuli pahanya lalu memilih menutup telpon.
"Ayah ... Ayah, ada-ada aja, bilang aja kalau sudah suka sama tante Tania. Ayah aku itu orang yang hebat, dan orang yang sangat aku sayangi dan berani. Masak bilang suka saja kesusahan. Apa perlu aku yang mengatakan sama tante Tania, kalau Ayah suka sama tante Tania. Ayah, aku memang anak kecil, tapi aku juga ingin mempunyai sosok Ibu, apalagi tante Tania itu baik banget dan sayang banget sama aku. Jadi kalau memang ayah suka sama tante Tania, nyatakan ya Yah, jadi kan tante Tania, Ibu aku."
Bersambung.