Chereads / Oh, My Bos / Chapter 3 - Ruang sepi

Chapter 3 - Ruang sepi

Ku pikir, hari pertama bekerja akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Jadi, aku berusaha mempersiapkan diriku sebaik mungkin. Memastikan segala sesuatunya bisa ku tangani dengan baik. Namun yang terjadi adalah, pagi-pagi sekali aku sudah mendengar keributan di gedung SNAPPAY GROUP. Tepatnya di lantai 11 devisi keuangan yang sekaligus merupakan ruangan kerjaku bersama team-ku. Tiba-tiba seorang karyawan wanita berpenampilan menarik dengan body aduhay masuk ke dalam ruangan dengan wajah ketusnya.

"Eh... Merry datang!"

"Sttt... jangan lihat, ayo cepat tundukan kepala."

Bisik-bisik samar itu mulai terdengar, aku masih belum tanggap apa yang sebenarnya terjadi. Bersamaan dengan itu, ruangan yang tadinya ramai kini berubah hening, para karyawan seolah terlihat serius di mejanya masing-masing. Ada apa dengan mereka? Apa mereka sedang main drama? Entahlah. Karena tak ingin terkena masalah, aku dan Alya turut melakukan hal yang sama.

"Ada apa dengan cara kerja kalian?!" Wanita bernama Merry itu bicara dengan nada lantang. "Anggaran untuk periode ini sangat penting. Jika ada yang tidak beres. Akan berpengaruh terhadap evaluasi proyek secara keseluruhan! Sedangkan laporan yang kalian buat begitu asal-asalan, cepat buat ulang!" Sambungnya dengan nada tak kalah tinggi. Dengan hati-hati aku melirik ke sekitar, wajah karyawan lain terlihat menegang.

Di saat yang bersamaan, Alya membisikkan sesuatu di telingaku. "Paling-paling dia habis di marahin pak presedir. Aku dengar-dengar Merry ini mengandalkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya agar kepala bagian kita terpikat. Dia menggunakan kekuasaan atasan untuk menindas kita." Aku kira apa, bisa-bisanya di saat seperti ini gadis itu malah sibuk bergosip.

Tiba-tiba mata Merry melirik ke meja kami, aku langsung bisa merasakan aura yang mencekam dari jarak dua meter ini. Perlahan dia melangkah mendekat ke arahku, kini aku bahkan bisa mendengar degup jantungku yang berdetak lebih keras, ku pejamkan mata erat, sembari berdo'a semoga saja ini bukanlah akhir hidupku. Entah bagaimana dengan Alya. Ku lirik ke samping, dan ku dapati wajahnya yang menegang, mungkin saat ini ia juga sedang merasakan hal yang sama sepertiku. Gugup, takut, gusar, yang bercampur menjadi satu.

"Ini...!" Merry melempar sebuah dokument ke atas meja Alya. "Sekarang aku serahkan pada kalian berdua, besok pagi, begitu aku tiba di kantor, harus sudah selesai!" Perintahnya dengan nada dingin.

Aku melebarkan mata, yang tadi itu benar-benar menegangkan. Aku bersyukur wanita itu tidak bicara lebih lanjut lagi. Dia pergi berlalu begitu saja meninggalkan ruangan yang masih di hiasi aura kengerian. Dan aku, juga para karyawan lainnya akhirnya bisa menghembuskan nafas lega bersamaan dengan keadaan yang seakan normal kembali. Mereka semua kembali bercakap-cakap.

"Ah... tidak! Hari ini aku ada urusan." Pekikan suara Alya membuatku sontak menoleh ke arahnya. Gadis itu tampak frustasi menatapi dokument yang ada di atas mejanya.

Aku merasa kasihan melihatnya. "Sini, biar aku saja yang mengerjakan laporan ini. Jika kamu ada urusan tidak perlu lembur." Kataku sembari meraih dokument tersebut dari mejanya.

Mata Alya seketika berbinar. "Benarkah? Astaga... Silia, kamu baik sekali, kelak aku pasti akan membayar kebaikanmu." Aku hanya bisa meringis mendengar kata-katanya yang suka berlebihan itu.

***

POV SNAPP

Rintik hujan menempel bagai embun di jendela kaca kantorku, aku mendekat dan menatap ke arah luar, sepertinya hari sudah semakin larut. Aku kembali melangkah ke meja kerjaku ketika benda pipih berbentuk persegi panjang itu berdering.

"Halo..." Sahutku begitu aku berhasil menggeser tombol hijau di layarnya.

"Snapp..." Suara gadis di ujung sana terdengar manja saat menyebutkan namaku.

Aku tersenyum meski tak terlihat olehnya. "Hem... kamu kangen padaku?" Kulontarkan pertanyaan itu tanpa basa-basi. Bukannya aku mau sok percaya diri. Tapi bolehkah aku memuji diriku sendiri? Kalo kenyataanya memang banyak wanita yang tergila-gila padaku. Dengan ketampanan, kekuasaan dan kekayaan yang ku raih di usia muda. Wanita mana yang bisa menolak pesonaku?

"Snapp... kau dimana? Kita jadi kan makan malam? Tapi sekarang aku masih ada syuting iklan, bisakah kau menjemputku?" Ucapnya masih dengan nada manja.

"Baiklah, kerja baik-baik. Aku akan segera menjemputmu." Aku sengaja berlagak menjadi pria perhatian. Dan itu adalah salah satu kelebihan ku lagi, dengan begitu para wanita selalu memujaku dan bertekuk lutut di hadapanku. bahkan mereka selalu menyerahkan diri mereka sendiri tanpa ku minta.

"Snapp... aku sangat mencintaimu." Mereka juga memberikan hati mereka untukku. Sedangkan mereka bagiku hanyalah sebagai pemuas nafsu.

Aku segera meraih Jas kerjaku serta kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Kemudian bergegas ke lantai bawah. Keadaan kantor benar-benar hening, mungkin semua karyawanku sudah kembali ke rumah mereka masing-masing.

Saat aku baru saja keluar dari Lift dan berjalan kembali menuju loby, Seorang security yang memang khusus ku pekerjakan selama 24 jam, terlihat buru-buru membukakan pintu keluar untukku sebelum aku benar-benar sampai di sana.

"Ah... tuan muda Snapp, hujan masih begitu deras. Anda tidak bawa payung? Biar ku ambilkan. Mohon tunggu sebentar." Pria berseragam itu terlihat sangat sopan.

Tak lama ia mengedarkan pandangannya. "Hei... Nona, yang pake tas selempang di depan. Bisa pinjamkan payung anda sebentar sampai ke areal parkir?" Aku mengikuti arah pandangnya dan melihat dengan siapa ia sedang berbicara. Rupanya ada seorang wanita dengan memegang payung sedang berdiri memunggungi kami.

Wanita itu bergeming, seolah tak mendengarkan ucapan scurity yang tengah berusaha bicara padanya. Dia malah terlihat hendak berlalu.

"Hei... Nona. Kembali, tuan muda Snapp yang akan meminjam payungmu." Teriak sang scurity itu lagi, Namun sepertinya gadis itu tak berniat menghentikan langkahnya apalagi berbalik untuk menghampiriku. Ia malah mempercepat langkah kakinya menerobos tangisan langit begitu saja.

Sang Scurity sampai tercengang di buatnya. Tidak hanya dia. Tapi aku juga sampai tak bisa berkata-kata. Selama ini, belum pernah ada seorang gadispun yang bisa menghindar apa lagi menolak pesonaku. Tapi... gadis itu. Seolah baru saja meruntuhkan harga diriku yang notabennya selama ini... Para wanitalah yang dengan senantiasa mengelilingiku. Merekalah yang selalu memujaku dan menempel padaku. Tapi...

Tadi...

Wanita itu... sengaja kabur dariku. Kenyataan ini benar-benar sulit untuk di percaya. Aku yang merupakan sang idola. Aku yang bagaikan pangeran ini. Ah... Apakah tadi...

Aku baru saja di tolak??

"Tuan muda Snapp maaf?" Pria scurity itu hanya bisa menatapku dengan perasaan bersalah. Tapi bukan itu yang ku pikirkan.

Aku masih menatapi punggung gadis itu yang perlahan mulai menghilang dari pandanganku.

Siapa dia?

Aku ingin tahu siapa nama gadis itu. Berani-beraninya dia mengabaikan ku.

***

POV Silia

Keesokan paginya, keributan kembali terdengar di ruangan devisi keuangan. Sepertinya setiap hari ada saja drama yang terjadi. Apa menurut kalian ini sebuah cerita dalam sebuah novel?

"Perhatian semuanya! Ini adalah pemberitahuan mendesak. Tuan muda Snapp akan melakukan inspeksi mendadak. Semuanya siap-siap!"

Yang baru saja bicara dengan suara keras itu tadi adalah, siapa lagi kalo bukan Merry. Aku malas sekali jika harus melihat wajah pria itu lagi.

Andai saja aku bisa menghilang saat ini juga. Andai saja ada pintu ajaib Doraemon disini. Andai saja... Ah, ku rasa itu semua percuma. Sepertinya pertemuan kali ini tak bisa di hindari lagi.

"Astaga... tuan muda Snapp akan datang!" Aku menghela nafas berat mendengar suara Alya yang selalu antusias tiap kali menyebut nama pria itu. Aku bahkan sampai tersentak saat ia tiba-tiba memegang lenganku dengan erat. "Silia... ayo cepat, kita dandan dulu." Bukankah ini berlebihan? Kenapa harus dandan segala? Apa dia pikir snapp itu juri kontes kecantikan? Aku benar-benar bingung dengan pemikiran para karyawan wanita disini.

Apa bagusnya seorang Snapp? Mereka tidak tahu saja aslinya pria itu seperti apa?

"Aku tidak usah ikut ya?" Tolakku.

Tapi sepertinya gadis itu tak mau tahu. Ia terus saja menarik lenganku dengan semangat. Dengan sangat terpaksa aku mengikuti langkahnya. "Toilet saat ini pasti sedang penuh. Aku tahu tempat yang tenang dan tidak ada orang." Ucapnya masih dengan penuh semangat.

Sesampainya di depan ruangan yang Alya maksud. Gadis itu seolah melupakan sesuatu. Dengan segera ia mengaduk-aduk isi tas nya, tapi sepertinya benda yang ia cari tidak ketemu. "Aduh... dimana lifstikku, padahal aku baru beli kemarin. Apa mungkin tertinggal di meja kerja?" Gumamnya masih dengan sibuk mencari. "Silia... kau masuk saja dulu, aku akan kembali ke meja kerjaku untuk mencarinya. Nanti aku akan kembali lagi kesini. Tunggu aku ya!"

Setelahnya Alya bergegas berlari meninggalkanku sendiri di depan sebuah ruangan yang begitu sepi. Tempat ini letaknya di dekat tangga darurat. Akan jarang sekali orang-orang melewati tempat ini karena mereka pasti lebih memilih untuk naik lift.

Dari dalam ruangan yang pintunya sedikit terbuka itu, indra pendengaranku menangkap sebuah suara. Perlahan aku melangkah mendekat untuk memastikan suara apa itu?

Awalnya aku merasa tidak yakin. Tapi semakin aku mendekat suara itu semakin terdengar dengan jelas. Suara seorang wanita.

Astaga...

Aku bahkan hampir tak mempercayai penglihatan ku sendiri. Apa-apaan ini? Pemandangan di hadapanku ini tidak seharusnya ku lihat, karena itu akan membuat mataku yang suci ini jadi ternodai. Ku lihat Snapp sedang bermesraan dengan seorang teman wanitanya.

Aku segera membalik tubuhku, membekap mulutku sendiri agar tidak menimbulkan suara gaduh. Dengan langkah cepat aku segera ingin berlalu dari sana, namun karena kecerobohan ku, kakiku tanpa sengaja tersandung sebuah bangku hingga menimbulkan bunyi berisik.

"Siapa itu?"

Bersambung.