Chereads / Oh, My Bos / Chapter 6 - Gosip

Chapter 6 - Gosip

POV Silia

"Apa kamu yakin?"

Aku terdiam.

"Aku sudah melihat data personalia-mu, ternyata kamu lulusan dari jurusan internasional keuangan dari universitas INKA?" Aku tidak menyangka di menyelidiki ku. Sekarang aku jadi semakin ketakutan, apa jangan-jangan saat ini dia sudah ingat juga siapa diriku?

"Apa kau tahu? Aku juga lulusan dari universitas INKA? Dan aku tidak menyangka kita mengambil jurusan yang sama." Dia tersenyum, bila di lihat dari ekspresinya, sepertinya dia tidak ingat apapun tentang kejadian lima tahun yang lalu. Namun mendapati pertanyaannya itu, aku seolah tak bisa menghindar lagi.

"Ya... aku tahu." Aku mengigit bibir bawah ragu.

Ekspresinya berubah sedikit terkejut, mungkin aku bisa memberi alasan yang tepat agar dia tidak curiga.

"Tuan adalah sosok pengusaha sukses di masa depan, selalu di banggakan para dosen. Dan sosok pangeran bagi para maha siswi. Siapa yang tidak kenal dengan seorang Snapp Edward."  Aku tidak yakin dengan yang ku katakan, bisa-bisanya aku menyanjungnya seperti ini? Apa aku sudah gila?

Snapp melebarkan senyumnya. "Karena kamu adalah orang yang mengambil jurusan dari bidang yang sama sepertiku, seharusnya aku memiliki kesan tentang kamu."

Hah... apa maksudnya? 

Aku tidak tahu kemana arah pembicaraanya saat ini. Dia tidak mungkin ingat siapa aku kan?

Tidak, tidak mungkin, pasti dia sudah menghapus ku di ingatannya bagai debu. Mana mungkin dia mengingat junior yang sama sekali tak menarik ini.

Aku terlonjak kaget ketika Snapp tiba-tiba saja berdiri dari singgasananya. Tubuhnya ia condongkan kedepan, aroma  maskulin yang menguat seketika terendus kembali oleh Indra penciumanku. Aroma yang benar-benar memikat. "Aku sangat menyukai orang berbakat. Prestasimu begitu menonjol, dan lulusan dari universitas yang sama denganku. Jadi aku akan menganggap kejadian ini tidak pernah terjadi. Sekarang kembalilah bekerja." Sorot matanya begitu lembut, pertahanan ku lagi-lagi hampir saja runtuh.

Jangan terpesona Silia, jangan!

Ku langkahkan kakiku keluar dari ruangannya dengan perasaan yang masih linglung. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, mengingat tatapan Snapp saat menatapku tadi, rasanya aku ingin menenggelamkan diriku saja ke dasar laut dari pada aku jatuh dalam pesonanya.

Mata para karyawan lain menatapku aneh ketika aku kembali ke ruangan devisi keuangan ini, mereka memandangiku dengan tatapan sinis, seolah-olah aku ini adalah seorang pencuri dan mereka seolah hendak menghakimiku.

Aku berjalan kikuk ke mejaku di bawah tatapan-tatapan mengintimidasi itu. Tanpa tahu apa salahku, tapi ku rasa ini pasti ada hubungannya dengan Snapp yang tiba-tiba memanggilku ke ruangannya. Ya... Sepertinya mereka semua sedang cemburu.

Aku makin paham dengan situasi ini ketika mereka membubarkan diri sambil terus berbisik-bisik. Dari sudut lain, Indra pendengaranku menangkap sebuah percakapan seorang karyawan dengan Merry. "Hai... Merry, mungkin besok kamu harus mengubah penampilanmu, belajarlah dari Silia."

Dan dengan nada kesal wanita sexy itu menyahut. "Heh... tidak mungkin tuan muda Snapp suka dengan wanita yang begitu tidak berkelas."

"Ya... mungkin saja tuan muda Snapp sedang ingin ganti selera."

"Astaga... apa kamu sedang senggang hingga banyak waktu untuk bergosip seperti ini?" Merry mulai marah dan pergi berlalu. "Ada-ada saja."

Perdebatan tidak penting tadi benar-benar terdengar menggelikan di telingaku.  Aku hampir saja tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Ketika aku menoleh ke samping mejaku, aku sudah mendapati Alya dengan tatapan menunggu.

"Ada apa?" Tanyaku.

Alya segera mendekatkan wajahnya ke arahku. "Aku dengar mereka bilang kamu dan tuan muda Snapp lulusan dari universitas yang sama?" Ujarnya dengan suara lirih. Ternyata benar dugaanku. Mereka semua penasaran soal ini. Pasti sejak tadi mereka sudah sibuk menggosipkan ku, gosip tentang ada hunbungan apa antara aku dan Snapp.

"Ya..." Sahutku singkat.

"Wah... ternyata benar kamu dan tuan muda Snapp sudah saling kenal!" Aku tak percaya gadis di sebelahku berteriak histeris dan berhasil mengalihkan perhatian karyawan lain. Kini mereka semua kembali menatap horor ke arahku. Apa sebentar lagi aku akan mati? Aura membunuh tampak jelas terlihat di banyaknya pasang mata itu.

"Bukan begitu, saat aku masuk jurusan keuangan, tahun itu juga kebetulan tuan muda Snapp melanjutkan kuliahnya ke luar negri, jadi tidak ada apa-apa di antara kami." Jelasku buru-buru meralat perkataan Alya sebelum aku benar-benar berakhir dengan tinggal nama.

"Apa?! Bahkan kamu dan tuan muda Snapp satu jurusan?!" Aku menepuk jidatku sendiri sambil menunduk dalam. Seolah menyesali penjelasan ku sendiri yang membuat Alya makin tak terkendali.  "Wah... ternyata Silia adalah gadis yang satu jurusan dengan tuan muda Snapp. Itu keren sekali"

Astaga gadis ini... Sadarkah dia sedang menempatku dalam masalah saat ini?

"Hah... hanya satu kampus saja, apa yang perlu di banggakan?!" Sanggah Merry kesal. Ekor matanya melirik ke arahku dengan tajam.

Alya hendak menyahut lagi, tapi buru-buru ku tahan, ku pegang lengannya, ia menoleh, aku menggeleng samar. Ia pun mengangguk mengerti. Aku tidak ingin perdebatan tidak masuk akal ini makin panjang.

Aura yang mencekam perlahan memudar, berganti dengan kehebohan saat Snapp tiba-tiba berjalan melewati ruangan devisi ini. Semua mata kini menuju padanya. Namun aku seperti tercekik oleh udara di sekitarku, saat langkah pria itu berhenti tepat di sisi mejaku.

Ya... Tuhan, mau apa lagi orang ini... Tidakkah bisa membuat hariku tenang sedikit?

Perlahan tubuhnya membungkuk, wajahnya mendekat, dan bibirnya terasa hampir menyentuh telingaku. "Kerja baik-baik ya?" Nafasnya yang hangat berhembus menerpa pipiku, dan itu berhasil membuat wajahku merona.

"Iya...baik." Aku tergagap.

Snapp menegakkan tubuhnya kembali, ku rasa dia pasti sedang tersenyum saat ini. Apa mengerjai ku akan semenyenangkan ini baginya? Namun apalah daya, dia bos nya.  Tanganku hanya bisa terkepal erat menahan emosi. Aku curiga dia sengaja melakukan ini agar aku di bully karyawan lain. 

"Astaga... Silia itu cantik tidak, seksi juga tidak. Juga baru bekerja satu bulan. Bagaimana bisa dia kenal dengan tuan muda Snapp?" Sepertinya dugaan ku benar. Kata-kata menyakitkan itu mulai terlontar dari mulut salah satu dari mereka.

"Dan dia juga di panggil khusus ke ruangan tuan muda Snapp." Sahut yang lainnya lagi.

"Dan bahkan tadi tuan muda Snapp menyapanya!"

Jelas sudah semua perkataan mereka penuh nada sindiran karena perasaan cemburu. Laki-laki itu benar-benar menyebalkan. Selalu saja menempatkanku dalam masalah.

Demi kedamaian semua pihak, dan demi kedamaian diriku sendiri. Keesokan harinya aku dengan mantap menyerahkan surat pengunduran diriku ke bagian personalia.  "Bu... ini surat pengunduran diriku." Aku mendatangi Bu Seina selaku kepala bagian personalia pagi itu juga.

Beliau pun tak bisa menyembunyikan wajah keterjutannya. "Hah... kenapa tiba-tiba kau ingin mengundurkan diri?" Tanyanya dengan nada kebingungan.

Ah... Benar juga, bahkan aku belum memikirkan alasan pengunduran diriku. Kenapa aku bisa seceroboh ini?

"Karena alasan pribadi, Bu. Selama satu bulan ini aku sudah banyak belajar di perusahaan ini. Terimakasih atas bantuan ibu dan semua pihak selama aku bekerja disini." Entahlah, tiba-tiba saja alasan itu terlintas begitu saja di kepalaku, ku harap alasan ini masuk akal dan bisa di terima. Aku tidak ingin hanya karena alasan yang kurang kuat, prosedur pengunduran diriku akan di persulit.

"Ah... begini saja, kau selesaikan saja dulu sisa pekerjaanmu. Dan aku akan urus prosedurnya." Namun sepertinya aku terlalu berpikir berlebihan. Bu Seina terlihat tak begitu menanggapi alasanku. Aku hanya berharap semuanya akan cepat selesai.

"Baik, bu."

Ku lihat beliau langsung menghubungi seseorang saat aku hendak berlalu dari sana.

***

POV Snapp.

"Tuan muda Snapp, maaf mengganggu liburan anda. Begini, nona Silia tiba-tiba saja berniat mengundurkan diri. Jadi aku ingin tanya pendapat tuan muda Snapp." Suara seorang wanita langsung menggema di ujung telepon begitu aku menerima sambungan telepon darinya. Aku ingat, ini suara kepala bagian personalia, Ibu Seina.

"Silia?"

"Iya... Silia, seorang karyawan yang anda panggil ke ruangan anda kemarin." Jelasnya lagi. Dan aku masih berusaha untuk mengingat-ingat. "Seorang karyawan mengundurkan diri apakah harus tanya juga padaku?" Sebenarnya aku sudah mulai ingat dengan gadis yang ia maksud. Namun aku sengaja mengerjainya.

"Maaf tuan muda Snapp, jadi apa yang harus saya lakukan?" Aku tersenyum mendengar suara paniknya.

"Tunggu... aku punya rencana untuk karyawan baru itu." Kataku sebelum mengakhiri panggilanku.

Bersambung.