POV Snapp
"Siapa di luar?"
Tadi, aku seperti baru saja mendengar sebuah suara. Aku bergegas keluar ruangan untuk memeriksa. Tak ada siapapun di sana. Kecuali, sebuah kaca mata yang sudah tampak tergeletak di lantai. Aku pun segera memungutnya. Dan aku yakin itu pasti kaca mata milik salah satu karyawan di kantorku ini. Siapa dia? Apa dia sempat melihat apa yang baru saja ku lakukan?
Aku segera bergegas untuk kembali ke ruangan ku. Kemudian segera menghubungi semua pihak agar bersiap-siap, karena sekarang sudah waktunya melakukan inpeksi mendadak.
Pikiranku masih menerawang memikirkan siapa pemilik kaca mata itu? Sampai-sampai tanpa ku sadari aku tengah menuju lantai 11, tempat dimana devisi keuangan berada. Ku dengar seorang karyawan sedang memperingatkan rekan-rekannya yang lain begitu aku sampai di depan pintu ruangan itu.
"Tuan muda Snapp akan segera tiba, cepat bereskan meja kalian masing-masing, dan simpan barang-barang yang tampak berantakan."
Selesai karyawan itu bicara. Aku langsung menghambur masuk ke dalam ruangan bersama dua asistent pribadiku. Mereka tidak hanya pengawal, tapi sekaligus merangkap sebagai sopir dan body guard ku.
"Selamat siang semuanya..." Aku memulai pidato singkat ku. "Kesuksesan Snappay Group, tidak lepas dari usaha kalian semua. Saya harap kita semua kelak bisa berusaha bersama. Tak boleh ada kelalaian sedikitpun saat konferensi pers minggu depan." Tegasku dengan penuh penekanan. Aku harus bisa menunjukkan kewibawaan agar mereka semua segan padaku.
"Baik tuan muda Snapp." Jawab mereka serempak sambil menunduk hormat.
Tanpa ingin banyak bicara lagi aku kembali melangkah keluar untuk melanjutkan inpeksi mendadak ke devisi lain.
***
POV Silia
Aku sengaja menghindar dan bersembunyi saat Snapp memasuki ruangan devisi keuangan tadi. Aku masih berada di luar ruangan saat pria fakboy itu tiba di sana. Jadi tidak mungkin bagiku menerobos masuk saat ia masih sibuk berpidato. Lagi pula aku kehilangan kacamataku dan membuat penglihatan ku sedikit buram.
Aku mengintip dari balik persembunyian ku ketika Snapp mulai keluar dari sana. Tak ada yang bisa ku lakukan selain menghembuskan nafas lega.
"Silia...! Kamu kemana saja? Tadi aku cari kamu di dekat ruang tangga darurat kamu sudah tidak ada. Apakah kamu tahu? Tuan muda Snapp sudah datang ke ruangan kita tadi?" Aku tersentak. Tiba-tiba saja Alya sudah ada di belakangku.
Aku mengurut dada mencoba menormalkan detak jantungku kembali, sedangkan kepalaku sibuk memikirkan sebuah alasan. "Emh... aku tiba-tiba saja tadi tidak enak badan. Jadi aku istirahat dulu di ruangan ini." Kataku, dan ku harap Alya mempercainya.
"Astaga... apa kamu tahu, kamu baru saja melewatkan kesempatan bagus tahu." Dari caranya bicara, sepertinya dia tak menaruh curiga padaku. Baguslah, sepertinya kepala gadis ini cuma di penuhi tentang Snapp dan Snapp.
"Bearti... aku yang kurang beruntung." Sahutku pura-pura menyesal. Padahal sebenarnya aku malah senang bisa menghindari pertemuan dengan pria itu. "Ayo kita kerja lagi. Hehe."
***
POV Silia
Seminggu kemudian. Akhirnya tiba juga konferensi pers tahunan yang di adakan oleh perusahaan SNAPPAY GROUP.
"Selamat datang para hadirin dan selamat datang juga para wartawan yang sudah bersedia datang dalam konferensi pers tahunan yang di adakan oleh SNAAPAY GROUP."
Suara pembawa acara di atas sana menggema ke seluruh aula gedung konferensi pers di adakan.
"Dalam konferensi pers kali ini. Akan di adakan demontrasi Plat form Market Place SNAPPAY GROUP yang lebih sempurna..." Lanjutnya lagi di suatu kesempatan.
"Selanjutnya tuan muda Snapp selaku Presedir perusahaan SNAPPAY GROUP di persilahkan naik ke atas panggung untuk memberikan sambutan." Dan inilah pemeran utama yang di tunggu-tunggu oleh pemirsa.
Sudah jelas kan. Begitu Snapp naik ke atas panggung, semua tamu yang hadir begitu antusias, suasana yang tadinya tenang, seketika berubah riuh dengan gema tepuk tangan. Bahkan ada yang sampai histeris memuja betapa tampannya pria itu.
"Astaga... Tampannya... Auuuu...."
Buru-buru ku tutup telingaku ketika gadis-gadis di sebelahku berteriak heboh. Mendengar nama pria itu di sebut berulang kali, membuat perutku seketika terasa mual.
"Tuan muda Snapp adalah atasan yang sangat tegas, dia tidak ingin ada cela dalam pekerjaan. Kalian harus lebih fokus, jangan sampai ada kesalahan dalam konferensi pers kali ini." Di sudut lain, ku dengar Merry mencoba memperingatkan rekan team yang lain agar tidak lengah.
Sedangkan aku dan Alya memilih buru-buru berlalu dari kerumunan itu. Aku tahu Alya sebenarnya tak ingin kehilangan kesempatan memandangi wajah Snaap yang berada di atas Penggung sana. Namun sayangnya ada pekerjaan lain yang sedang menunggu kami.
"Aduh... peti ini sangat berat, kenapa tidak suruh karyawan cowok saja untuk mengerjakannya?" Keluh Alya. Saat ini kami tengah mengangkat sebuah peti kayu yang cukup besar yang akan di gunakan untuk demonstrasi.
"Bertahanlah, Alya. Sebentar lagi kita sampai." Ujarku menyemangati, meskipun aku sendiri merasa sangat kelelahan.
Bruk...
Sepertinya kami tengah menabrak sesuatu. Entahlah, pandangan kami sedikit terhalang oleh peti yang kami bawa. Sehingga kami tidak bisa melihat jalanan dengan jelas.
"Aduh..."
Tak lama terdengar pekikan histeris dari seseorang. Aku membeku di tempat. Itu suara seorang wanita. Dengan cepat aku langsung meletakkan peti kayu ke lantai dan bergegas menghampiri wanita itu.
"Ah... nona maaf, kami tidak sengaja." Ucapku sembari berusaha membantunya untuk berdiri. Setelahnya aku begegas menghampiri Alya. "Alya, apa kau baik-baik saja?" Jujur aku merasa kawatir padanya. Tadi ia juga sempat sempoyongan karena kelelahan.
"Apa yang kalian lakukan!" Bentak wanita itu tiba-tiba. Membuatku dan Alya terperanjat kaget. Ku lihat wajahnya begitu tidak bersahabat. Jelas dia sedang marah. Sedangkan wajah Alya berubah pucat, reflek ia membungkukkan badannya meminta maaf.
"Maaf, semua ini salahku, maafkan aku." Ucap Alya dengan sungguh-sungguh, Namun wanita bergaun merah menyala di hadapan kami masih menampakkan raut wajah tidak terima. Bagiku itu sedikit berlebihan.
"Buat apa minta maaf!!" Sergahnya kalap. "Aku akan mengadakan pengaduan tentang kalian! Siapa namamu?!" Telunjuk wanita itu mengarah padaku.
Dia pasti berpikir kalo aku adalah seorang pengecut yang mau di tindas begitu saja. Jangan remehkan penampilanku nona.
"Nona, bukankah anda tidak terluka sama sekali? Dan bukankah kami juga sudah minta maaf?" Matanya seketika membelalak ketika mendengar sanggahan ku.
"Kalian buta ya? Kalian tidak lihat kakiku terkilir?!" Elaknya mencari alasan lain.
Dengan tenang aku menjawab. "Nona... Anda mengenakan sepatu hak tinggi setinggi 10 cm, jika benar kaki anda terkilir, kenapa nona masih bisa berdiri dengan tegak?"
Terlihat sekali dari wajahnya ia tak bisa lagi membuat alasan dan akhirnya malah menyudutkan kami. "Bagus sekali, apa kalian tahu siapa aku? Kalian pasti akan segera di pecat!"
Cih....
Apa ini yang di lakukan para wanita kaya dan terhormat jika sudah mulai terdesak?
Wanita ini sungguh angkuh, rasanya aku ingin menyahutinya lagi, namun sebuah suara membuat perhatian kami teralih.
"Ada apa ini?" Snapp berlari mendekat.
Wajah wanita bergaun merah itu seketika berubah sumringah, ia segera menghambur ke pelukan Snapp dengan gayanya yang manja. "Snapp, mereka sangat keterlaluan, mereka sudah menabrakku, tapi masih berani tidak meminta maaf padaku sama sekali. Mereka tidak memiliki sopan santun. Snapp... kamu harus pecat mereka." Mendadak perutku terasa mual mendengar nada yang menggelikan itu.
Aku tidak menyangka, kalo wanita ini punya hubungan dekat dengan Snapp. Astaga... pantas saja dia begitu sombong.
"Silia... apa kamu tahu artinya ini? Kita dalam masalah." Bisik Alya sembari mengguncang-guncang pundakku.
Ya... Aku tahu....
Bersambung.