Rupanya meskipun belum mengeluarkan ajian andalannya masing-masing namun nampaknya tendangan yang dilepaskan oleh keduanya itu nampak sangat begitu berbobot, itu bisa dilihat dari efek yang muncul dari keduanya, nampak setelah kedua kaki Dewa Ndaru dan Luhjingga bertemu di udara maka kaki mereka terlihat menyala bagaikan sebuah potongan besi yang terbakar.
Karena sama-sama memiliki ilmu kesaktian yang tinggi maka kedua-duanya pun sama-sama terpental jauh ke belakang kira-kira mencapai empat puluh tombak.
"Hoh, hoh ... rupanya Dewa Ndaru benar-benar sudah dalam kendali pemuda edan itu! Kekuatan tendangannya sungguh sangat kuat sekali, hoh, hoh, aku harus lebih berhati-hati menghadapinya," ujar Luhjingga terlihat masih ngos-ngosan nafasnya.
Sementara itu meskipun mengalami hal yang sama namun Dewa Ndaru terlihat tidak mengucapkan sepatah katapun, laki-laki empat puluh tahun itu terlihat hanya memegangi kakinya yang dirasakannya masih sakit akibat benturan keras barusan itu, namun hal yang berbeda nampak diperlihatkan oleh Sabrang, pemuda jelmaan dari Sanjaya itu terlihat agak geram karena orang yang ada di pihaknya itu belum mampu mengalahkan lawannya yang tidak lain adalah istrinya sendiri.
"Heh, rupanya wanita tua itu tidak bisa diremehkan, aku kira dia tidak mampu untuk melawan suaminya, ternyata perkiraanku salah. Apa sebaiknya aku bantu Dewa Ndaru sekarang? Ah tidak, sebaiknya aku lihat dulu pertarungan mereka berdua sampai sejauh mana kesaktian yang mereka miliki, yah ... itung-itung lihat tontonan gratis, hehehe ..." ujar Sanjaya nampak terkekeh kecil.
"Ayo Dewa Ndaru! Rupanya sekarang kau sudah berubah! Kau sudah bukan Dewa Ndaru yang aku kenal, yang penurut, dan setia dengan sumpah janji kepada mendiang Ayahanda Dewa Branjangan, tapi tidaklah apa, asal kamu ketahui, mungkin saja selama ini kau mengenalku hanyalah seorang wanita yang suka memarahi dan menyuruh-nyuruh, dan mungkin kamu juga berfikir bahwa aku tidaklah memiliki ilmu kesaktian seperti yang kau lihat, ketahuilah wahai Ndaru! Mulai saat ini kau sudah tidak pantas lagi menyandang nama Dewa, nama yang telah diberikan oleh mendiang Ayahanda Dewa Branjangan, Aku Luhjingga .. Putri dari Dewa Branjangan bersumpah .. tidak akan mundur walau sejengkal kalau hanya menghadapimu! Dan kau juga pemuda edan!" ujar Luhjingga yang tiba-tiba saja menoleh ke arah Sanjaya yang nampak masih setia duduk di kejauhan dan kemudian nampak Luhjingga menunjuk-nunjuk pemuda itu sambil terus mengucapkan umpatan-umpatan dan juga sumpah serapah.
"Kau jangan berlagak sok hebat! Sungguh muak aku melihat gayamu seperti itu, juih! Kemarilah! Ikutlah bertarung! Bantu si Ndaru menghadapiku! Ayoh, keroyoklah aku! Sepuluh pendekar macam kalian aku sama sekali tidak takut menghadapinya!"
"Kau jangan berlagak sok hebat! Sungguh muak aku melihat gayamu seperti itu, juih! Kemarilah! Ikutlah bertarung! Bantu si Ndaru menghadapiku! Ayoh, keroyoklah aku! Sepuluh pendekar macam kalian aku sama sekali tidak takut menghadapinya!"
Mendapat gertakan dan juga umpatan dari pendekar wanita tua seperti itu Sabrang akhirnya terusik juga, dia yang bermaksud untuk hanya menjadi penonton kini bermaksud untuk ikutan bermain meskipun tidak secara langsung.
Sementara itu jauh di alam kayangan rupanya apa yang tengah terjadi di Perguruan Padangkarautan itu juga tengah disorot oleh para penghuninya, adalah Raja iblis dan Dewa angin yang memang masing-masing mendapat kewenangan atas diri Sanjaya alias Sabrang. Nampak kedua penghuni alam kayangan itu tengah berdebat berusaha untuk bisa mengambil haknya masing-masing.
"Wahai Raja iblis, kiranya apa yang telah kau lakukan pada Sanjaya sudahlah cukup, suruh anak buahmu untuk segera meninggalkan bocah itu!" seru Dewa angin.
"Dewa angin ... harus berapa kali aku mengatakan padamu ... sudahlah, saat ini kuasa atas diri Sanjaya masih berada dalam kekuasaanku, jadi jangan berpikiran bahwa aku akan menuruti apa yang kau katakan itu."
"Tapi apa yang telah kau lakukan itu sudah kelewat amat, ketahuilah Dewa iblis ... bahwa Sanjaya itu adalah orang yang telah dipersiapkan Sang Hyang Widhi untuk menjadi seorang pembela kebenaran dan penebar kedamaian bagi kehidupan umat manusia, dan perlu kau catat bahwa setidaknya sudah dua kali kesalahan besar yang kau lakukan pada diri Sanjaya, yang pertama dengan beraninya kau memasukkan para pengikutmu ke dalam tubuh Sanjaya melalui bola api, terus yang kedua dengan sengaja kau fitnah sepasang suami istri untuk kemudian kau adu dalam sebuah pertarungan untuk saling mengalahkan bahkan saling bunuh, ketahuilah bahwa semua itu hanya akan membuat kutukan Sang Hyang Widhi menjadi makin berat kau terima, jadi sekali lagi aku katakan padamu, sudahi semua permainan ini sebelum semuanya terlambat!" terang Dewa angin mengakhiri perkataannya.
"Hahaha ... hahaha ... Dewa angin .. Dewa angin, kamu ini sebenarnya pura-pura bodoh atau memang bodoh beneran," ucap Dewa iblis memulai sanggahannya.
"Dengarlah, apa yang telah aku lakukan ini masih belumlah seberapa, ini baru permulaan, karena akan ada lagi perbuatan Sanjaya yang lebih sadis dari yang sebelumnya, sudahlah Dewa angin, jangan kau coba-coba mengajariku! Urus saja dirimu sendiri!" ucap Raja iblis sembari bergegas pergi meninggalkan Dewa angin.
Merasa tidak dihargai ucapannya nampak Dewa angin merasa tersinggung lalu terjadilah apa yang tidak semestinya terjadi.
"Kurang ajar Raja iblis, rupanya dia sengaja mengajak ribut denganku, heh dasar hina! Makhluk terkutuk!" nampak Dewa angin berada dalam kendali amarahnya sehingga melontarkan kata umpatan.