Chereads / Pendekar Mayat Bertuah / Chapter 20 - Semakin Kejam

Chapter 20 - Semakin Kejam

Setelah beberapa saat Arum Sari terlihat bangkit sembari membalikkan tubuhnya dan kemudian berucap.

"Ayah! Kenapa Ayah begitu kejam?! Ayah begitu tega membunuh Ibu, perempuan yang telah hidup mendampingi Ayah, yang telah melahirkan putra dan putri Ayah?! Ayah sungguh sangat jahat! Sekarang aku minta Ayah bunuh saja aku sekalian, ayo Ayah! Bunuh aku sekarang juga! Aku ingin menyusul Ibu!"

Mendengar kata-kata dari putri kecilnya itu Dewa Ndaru sesaat nampak tertegun, entah apa yang ada dalam pikiran pendekar yang sudah berada dalam pengaruh Sabrang itu. Lalu tiba-tiba saja Arum Sari bangkit dan kemudian meraih lengan Dewa Ndaru Ayahnya.

"Ayo Dewa Ndaru bunuh aku sekarang! Potong leherku sebagaimana yang telah kau lakukan pada Ibu, ayo Dewa Ndaru, ayo!" ujar Arum Sari sambil menggoyang-goyang lengan Dewa Ndaru yang masih menggenggam pedangnya itu. Tidak ada yang mengira dan menduga bahwa Dewa Ndaru rupanya akan mau menuruti perintah putrinya itu karena tiba-tiba saja pendekar aliran hitam itu menarik lengannya dan kemudian mengayunkan pedangnya itu tinggi-tinggi dan selanjutnya.

"Hiyyat ...!"

Lagi-lagi hal yang diluar dugaan kembali terjadi, selagi pedang Dewa Ndaru mulai meluncur dengan deras ke arah leher Arum Sari tiba-tiba dengan gerakan yang super cepat bahkan melebihi kecepatan cahaya Sabrang menghantam pedang Dewa Ndaru dengan pukulan jarak jauhnya hingga membuat pedang pendekar aliran hitam itu terlepas dan kemudian terpental dan juga hancur berkeping-keping.

Dewa Ndaru pun tersentak, namun begitu pendekar aliran hitam itu tetap tidak mengucapkan sepatah katapun, dia terlihat hanya menoleh ke arah Sabrang beberapa saat dan kemudian kembali berdiri dengan tegak.

"Dewa Ndaru, kau jangan melakukan apa yang tidak aku perintahkan, jangan kau celakai anak perempuanmu itu, karena dia akan membawa keberuntungan bagimu dikemudian kelak, namun tidak bagi keduanya!" ujar Sabrang yang tiba-tiba saja langsung menunjuk kepada Rangsang dan Rajasa yang nampak masih berdiri ditempatnya semula.

Melihat dirinya ditunjuk oleh Sabrang sontak saja Rajasa dan Rangsang terlihat ketakutan, dua kakak beradik itu nampak menatap wajah Sabrang dengan sedikit merunduk dan menaikkan bola matanya karena menahan rasa takut.

"Bagaimana ini Rangsang, sepertinya orang itu bermaksud mau membunuh kita ... waduh bagaimana ini ...?"

"Entahlah Rajasa aku sendiri juga takut, tapi bagaimana kalau kita mohon ampun padanya dan juga pada Ayahanda Dewa Ndaru, barangkali mereka mau berbelas kasihan pada kita," ucap Rangsang memberikan usulannya.

"Baiklah, aku setuju, kalau begitu ayo kita coba," timpal Rajasa terlihat langsung setuju dengan pendapat saudaranya itu.

"Tuan Pendekar, ampunilah kita berdua ... janganlah kau suruh Ayahanda Dewa Ndaru membunuh kita ... ketahuilah kita kemarin sore memang berbuat salah pada adik Tuan pendekar yang bernama Sabrang," rupanya mereka berdua belum tahu dengan siapa mereka saat ini sedang berbicara.

"Bagaimana ini Rangsang, sepertinya orang itu bermaksud mau membunuh kita ... waduh bagaimana ini ...?"

"Entahlah Rajasa aku sendiri juga takut, tapi bagaimana kalau kita mohon ampun padanya dan juga pada Ayahanda Dewa Ndaru, barangkali mereka mau berbelas kasihan pada kita," ucap Rangsang memberikan usulannya.

"Baiklah, aku setuju, kalau begitu ayo kita coba," timpal Rajasa terlihat langsung setuju dengan pendapat saudaranya itu.

"Tuan Pendekar, ampunilah kita berdua ... janganlah kau suruh Ayah kami Dewa Ndaru membunuh kita ... ketahuilah Tuan Pendekar ... kemarin sore kita memang berbuat salah pada adik Tuan pendekar yang bernama Sabrang itu, dan sekarang ini kita benar-benar sangat menyesal,"  ucap Rajasa nampak memulai acara melobinya.

"Dan tadi itu sebenarnya kita sudah bermaksud mau minta maaf Tuan Pendekar, akan tetapi sayangnya adik Tuan pendekar tidak ada," ucap Rangsang, dan rupanya mereka berdua belum tahu dengan siapa saat ini mereka sedang berbicara.

Melihat saudaranya membujuk orang yang hendak membunuhnya itu maka Rajasa pun tidak mau ketinggalan.

"Benar Tuan Pendekar .. ketahuilah .. saat ini kita benar-benar menyesal, dan sebenarnya tadi kita juga sudah bermaksud untuk melepaskannya, tapi setelah kita lihat ... ternyata adik Tuan sudah tidak ada di gudang... hiks, hiks, hiks ... Tuan Pendekar ... ampunilah kami ... hiks, hiks, hiks..." sahut Rajasa kembali mengulang permohonan maaf saudaranya tadi dengan memasang tampang melas dengan diikuti tangisan.

"Hahaha ... hahaha ... hahaha ... heh Rangsang dan kau Rajasa! Perhatikan aku, tatap mukaku baik-baik," seru Sabrang pada dua bocah itu, dan kemudian dua bocah itu pun langsung mengikutinya, mereka tatap muka Sabrang dengan seksama dan sesaat kemudian tiba-tiba wajah Sabrang berubah seperti hari kemarin di mana dia masih seumuran dengan mereka berdua.

"Sa, Sa, Sabrang ... benarkah kau ini Sabrang?" tanya Rangsang dan Rajasa, nampak dua saudara itu tercengang dan juga terbengong-bengong.

"Yah benar, akulah Sabrang, bocah yang kemarin sore kau hina, kau keroyok dan juga kau kurung dalam gudang!" balas Sabrang dengan menatap dua bocah lelaki itu secara bergantian, dan sesaat setelah itu tiba-tiba saja tubuh Sabrang kembali ke perwujudan yang tadi.

Twiwiwing ...

Yaitu menjadi sesosok pemuda dengan tampang yang gagah dan juga tampan, wajah yang beberapa saat lalu terlihat mengerikan kini sudah berubah seperti sediakala dan bahkan malah jauh lebih bersih, sungguh sangat tidak pantas jika perawakan yang seperti itu adalah seorang pendekar yang jahat, akan tetapi sebenarnya perwujudan jahat Sabrang saat ini tidaklah untuk selamanya, namun hanya merupakan sebuah suratan takdir yang memang telah ditetapkan oleh Sang Hyang Widhi Wasa yang tidak bisa untuk dielakkannya lagi.

Suasana Perguruan Padangkarautan hari itu benar-benar mencekam, para murid yang biasanya banyak berlalu-lalang saat ini tidak ada satupun yang berani keluar menunjukkan batang hidungnya, mereka semua pada ketakutan, mereka nampak hanya berani mengintip dari balik jendela dan celah-celah pintu asrama tempat tinggal mereka.

Sebagai perguruan yang memang menganut aliran ilmu hitam tentu saja bersekutu dengan setan, dedemit atau bahkan roh-roh jahat adalah sebuah hal yang wajar, dan tanpa ada yang mengetahui bahwasanya dari sebuah tirai gaib nampak sekumpulan dedemit yang memang menjadi penjaga gaib Perguruan Padangkarautan nampak tengah merasa geram melihat hal yang terjadi di sana.

Adalah Baong, Begog, Bulgur, dan Bendo para dedemit penjaga gaib Perguruan Padangkarautan yang merasa jengkel dengan Sabrang yang dianggap telah membuat keributan di tempat tugasnya itu.

"Heh Begog, sampai kapan kita berdiam diri seperti ini? Heh, aku sudah geregetan ingin menghajar pemuda itu," ujar Bulgur.

"Tenang Bulgur, kita tunggu dulu beberapa saat, aku sebenarnya masih bingung dengan pemuda itu," balas Begog yang langsung disambar oleh Baong.

"Bingung kenapa ...?!"

"Aku bingung, sebenarnya dia itu pendekar aliran hitam atau putih? Kalau dilihat perawakannya seperti aliran putih .. tapi kenapa kok yang dibunuh cuma Luhjingga? Dan malah masih membela Dewa Ndaru? Kenapa Dewa Ndaru tidak sekalian dia bunuh?" ucap Begog menjelaskan perasaannya.

"Halah ... kenapa kau masih memikirkan itu, sudahlah ayo kita habisi saja pemuda itu biar Perguruan ini tidak hancur oleh perbuatannya, sebab kalau sampai itu yang terjadi maka kita akan dianggap sebagai Danyang (Penunggu) yang gagal dalam menjalankan tugasnya," timpal Bendo terlihat ikut mendesak Begog dan memberi dukungan kepada dua sahabatnya yang lain.