Chereads / Pendekar Mayat Bertuah / Chapter 10 - Emas?

Chapter 10 - Emas?

Lalu keesokan paginya ke sembilan teman Sanjaya itupun sudah mulai terbangun, dan tak ayal lagi satu persatu dari mereka pun mulai mencium bau busuk dari dua gundukan kotoran Sanjaya itu.

"Hei kamu kentut ya?!" tanya salah seorang kepada teman yang ada di sampingnya dengan menunjuk dan juga menutupi hidungnya.

"Sembarangan menuduh, mungkin kamu sendiri! Dasar maling teriak maling!" balas anak yang dituduh itu malah balik melempar tuduhan. Beberapa saat kemudian keributan pun terjadi di antara mereka dan tidak lama setelah itu ada salah satu diantara mereka yang memang berada paling dekat dengan dua gundukan kotoran Sanjaya itu berkata.

"Sudah-sudah! Jangan pada ribut! Ini siapa yang kurang ajar berak di sini?!" tanya remaja itu sambil menunjuk pada dua gundukan kotoran tersebut. Dan tak ayal lagi keributan saling tuduh pun kembali berulang, mereka nampaknya masih belum menyadari bahwa ada salah satu dari mereka yang tidak ada.

"Alah ...! Malah ribut lagi! Sanjaya mana?!" tanya remaja yang berada di dekat dua gundukan kotoran itu. Mendengar itu lalu mereka pun saling menoleh mencari sahabat mereka yang paling kecil sendiri itu.

"Wah ... tidak salah lagi, ini pasti kelakuan Sanjaya, mentang-mentang merasa jago! Lalu berbuat kurang ajar seperti ini! Ayo kita laporkan langsung pada Pak Santo, biar beliau langsung yang memarahi Sanjaya," usul salah seorang dari mereka.

"Apa sebaiknya tidak kita bersihkan saja dulu? Mungkin saja tadi malam itu Sanjaya sakit perut," usul salah satunya nampak masih berusaha bersikap baik pada Sanjaya.

"Enak saja! Ogah! Kalau memang kamu mau membersihkan, bersihkan saja sendiri sana!" sahut remaja itu tadi.

"Betul, betul, betul ...!" dan suara mereka pun langsung bersahutan setuju dengan penolakan itu.

"Lalu bagaimana ini?" tanya remaja yang terlihat paling dewasa.

"Tahu lah, pokoknya aku gak ikut-ikut," sahut salah satu dari mereka 

"Aku juga," timpal satunya lagi.

"Aku juga," dan begitulah akhirnya mereka bersembilan itu pun langsung beranjak kabur dari dalam kuil itu dengan meninggalkan dua gundukan kotoran yang baunya sangat menyengat itu.

"Lalu bagaimana ini?" tanya remaja yang terlihat paling dewasa.

"Tahu lah, pokoknya aku gak ikut-ikut," sahut salah satu dari mereka 

"Aku juga," timpal satunya lagi.

"Aku juga," dan begitulah akhirnya mereka bersembilan itu pun langsung beranjak kabur dari dalam kuil itu dengan meninggalkan dua gundukan kotoran yang baunya sangat menyengat itu.

Sementara itu Sanjaya sendiri setelah keluar dari kuil tadi rupanya tidak berani langsung masuk ke dalam rumah, setelah membersihkan diri dan ganti baju yang memang kebetulan sudah ada di luar rumah bocah itu terlihat hanya duduk-duduk di teras rumahnya, perasaan bersalah dan takut kena marah cukup berkecamuk dalam pikirannya, apalagi dengan sang Bunda yang nyata-nyata sudah berpesan untuk tidak berbuat macam-macam kalau berada di dalam kuil.

Sesaat kemudian nampak Sanjaya terlihat melamun, tatapan matanya menerawang jauh menembus keheningan malam yang sebentar lagi akan segera berakhir, dari kejauhan mulai terdengar suara ayam jantan milik para tetangga yang berkokok saling bersahutan.

'Haruskah aku berterus-terang kepada Bunda? Oh tidak, aku tidak tega melihat Bunda marah, Bunda sudah teramat baik padaku, aku tidak ingin membuatnya marah gara-gara ulahku ini, sebaiknya aku pergi saja, aku akan mengembara untuk mencari guru yang sakti," ucap Sanjaya dalam hati, rupanya bocah itu sudah memiliki keputusan untuk pergi meninggalkan Bundanya guna mencari seorang guru yang bisa membimbingnya menjadi pendekar yang maha sakti. Lalu disaat dia masih melamun tiba-tiba terdengar suara Bundanya terbatuk-batuk dari dalam rumah.

"Uhuk, uhuk, uhuk ..."

'Oh itu Bunda sudah bangun, sebaiknya aku harus segera pergi sebelum dia mengetahui keberadaan ku di sini." Akhirnya Sanjaya pun segera bangkit dari duduknya dan terus berjalan mengendap pergi meninggalkan rumahnya itu.

Perlu dimengerti bahwa sebenarnya sudah berulang kali Sanjaya minta izin pada sang Bunda Putri Mekar untuk pergi mencari seorang guru, namun berkali-kali juga dia tidak mendapatkan restu tersebut, hingga akhirnya tragedi berak di dalam kuil itulah yang membuatnya nekat untuk pergi meninggalkan Bundanya guna meraih cita-citanya untuk menjadi seorang Pendekar sakti, dan sudah dimengerti pula bahwa sebenarnya dalam tubuh Sanjaya itu sendiri sudah tertanam berbagai macam kekuatan yang dia dapatkan secara alami sebagai bentuk titisan dari sang Ayah Wira dan juga para leluhurnya, namun meski begitu Sanjaya kecil memang belum bisa memaksimalkan seluruh kekuatan yang dimilikinya itu, masih perlu adanya bimbingan seorang guru untuk bisa mengeluarkannya.

Sanjaya terus berjalan menyusuri jalanan desa, tubuhnya yang masih kecil bergerak lincah menyeruak dan menembus tebalnya kabut pegunungan yang menyelimuti bumi, bocah itu terus berlari ke arah selatan, dan sesekali harus menuruni jurang, menaiki tebing dan memasuki rimbunnya hutan.

Sementara itu para teman-teman Sanjaya yang berjumlah sembilan tadi rupanya juga langsung memilih untuk kabur karena merasa bukan mereka yang melakukan berak di dalam kuil itu. Dan tidak butuh waktu yang lama peristiwa jorok itupun langsung terbongkar, karena begitu pagi mulai datang Pak Santo yang bertugas sebagai juru kunci kuil itu nampak datang untuk menunaikan tugas rutinnya membersihkan tempat ibadah tersebut.

Sudah bisa ditebak begitu Pak Santo mulai memasuki halaman kuil itu bau busuk kotoran Sanjaya pun langsung tercium olehnya.

"Bau apa ini?!" ujar pria setengah baya itu sambil hidungnya mengendus-endus. Lalu Pak Santo pun terus berjalan menuju ke pintu kuil, dan sesaat dia terlihat menoleh ke kanan dan ke kiri sambil matanya mencari sumber dari bau busuk yang dirasa makin menyengat itu. Dan tanpa pikir panjang lagi akhirnya tangan Pak Santo pun langsung memegang gagang pintu kuil dan kemudian langsung membukanya.

Kretek ... blak! Dan bau busuk pun langsung menghujam masuk ke lobang hidungnya.

"Huek, huek, huek ...!" pria setengah baya itu pun langsung segera ingin muntah, namun begitu tidak bisa keluar apa-apa kecuali hanya mual yang dia rasakan.

"Kurang ajar ...! Ini pasti kelakuan anak-anak semalam! Awas ya ...! Hmmm ...!!" gerutunya sambil mengancam. Lalu Pak Santo pun kembali balik badan dan bermaksud untuk mencari anak-anak itu untuk melabrak dan meminta pertanggungjawaban dari mereka. Namun begitu baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba pria setengah baya itu berhenti dan berujar lirih.

"Mungkin lebih baik aku bersihkan saja dulu, baru kemudian aku akan mencari mereka." Akhirnya Pak Santo pun balik lagi ke kuil untuk membersihkan gundukan berak yang berjumlah dua itu. Sebagai orang yang sudah terbiasa untuk bersih-bersih nampak sebelum masuk ke dalam Pak Santo terlebih dulu mengambil sebuah wadah dan kemudian mengisinya penuh dengan debu, lalu setelah itu dia pun langsung kembali masuk ke dalam kuil dan bermaksud untuk menutupi kotoran itu sebelum kemudian mengeruk dan membuangnya.

Setelah selesai menutupi dua gundukan kotoran itu Pak Santo pun langsung mengambil peralatan dan kemudian langsung mengeruknya, namun sungguh diluar dugaan sebuah kotoran yang semestinya lembek dan becek itu tiba-tiba saja berubah menjadi keras, lalu seolah belum percaya dengan apa yang dia lihat Pak Santo nampak menggoyang-goyang wadah yang sudah berisi dengan dua gundukan kotoran itu, dan sungguh ajaib karena begitu digoyang-goyang tiba-tiba dua gundukan kotoran itu pun langsung menggeliding di atas wadah tersebut dan juga mengeluarkan suara gemericik akibat dari benturan dari keduanya, dan Pak Santo sendiri rupanya juga belum menyadari bahwa bau busuk yang semula begitu menyengat kini juga sudah tidak tercium lagi.

Merasa penasaran dengan apa yang dia lihat itu akhirnya Pak Santo pun langsung bergegas keluar dari dalam kuil, dan betapa terkejutnya Pak Santo karena begitu sudah berada di luar kuil dan cuaca luar yang sudah terang dia melihat dua gundukan kotoran itu kini telah berubah menjadi dua buah bongkahan kecil yang berwarna kuning keemasan, rasa kagum dan terkejutnya itupun semakin bertambah manakala sinar matahari pagi menerpa dua bongkahan kecil itu dan kemudian memantulkan sinar kilauan yang begitu indah.

"Hah! Apakah yang aku lihat ini? Benarkah ini emas? Hoh ... siapakah anak yang bisa mengeluarkan kotoran emas seperti ini?" ujar Pak Santo bertanya dalam keheranannya.