"Neooo! Bangun kamu kenapa!", teriakku memanggilnya dan Neo belum sadar juga
"Ada apa ini? Neo?", ujar seorang cowok menghampiri dirinya dan langsung menggendongnya
"Kamu siapa?"
"Arthit,sahabatnya,kamu siapa?"
"Ashiraa. Kenapa dengan Neo?"
"Kamu bawa mobil?"
"Bawa"
"Tolong bawa Neo ke Rumah Sakit Harapan Jaya dan ketemu dengan Dokter Albert. Buruan,mana mobilmu"
"Kamu nggak ikut?", tanyaku padanya yang sudah memasukkan Neo ke dalam mobilku
"Aku harus beres-beres dan tutup kafe ini dulu. Nanti aku nyusul. Buruan ke rumah sakit,tapi ingat hati-hati"
"Iya"
Di dalam mobil tak henti aku melihat Neo yang belum sadarkan diri di jok belakang. Kenapa dengan dirinya. Aku juga dapat melihat wajah penuh khawatir di sahabatnya seolah-olah Neo akan meninggalkannya selamanya. Aku kemudikan mobilku sekencang mungkin. Untungnya jalanan tidak macet dan sampailah aku di rumah sakit yang dituju. Neo langsung dibawa dengan menggunakan tempat tidur rumah sakit menuju ke ICU. Aku menuju ke ruang administrasi dan sesuai pesan sahabatnya aku memberitahukan suster disana untuk menghubungi Dokter Albert. Setelah urusanku beres aku memilih menunggu di depan pintu ICU. Sudah sejam lebih aku menunggu dan belum ada tanda-tanda Neo keluar dari dalam.
"Hai, gimana Neo? Masih di dalam ya?", tanya seseorang dan ternyata itu sahabatnya Neo
"Hai, iya Neo masih di dalam"
"Dokter Albert sudah datang?"
"Sudah dari tadi"
"Ah syukurlah"
"Kalau boleh tau Neo sakit apa ya?", tanyaku penasaran. Belum sempat Arthit menjawab, Neo di bawa ke luar dari ruangan ICU dan Arthit segera menghampiri Dokter Albert dan berbicara cukup serius dengannya, sedangkan aku memilih melihatnya saja tanpa berani mendekatinya.
"Ashiraa,ayo kita ke kamar inap", ujar Arthit mengajakku
Di dalam kamar inap aku melihat Neo masih belum sadarkan diri dan Arthit masih setia duduk di samping tempat tidur Neo,sedangkan aku memilih berdiri tak jauh dari pintu kamar ini.
"Arthit,aku pulang dulu ya", ujarku
"Hah? Kamu nggak mau nunggu sampai Neo sadar?", tanyanya kaget melihatku mau pulang
"Aku...."
"Tunggulah sampai Neo sadar ya, kebetulan aku harus ke rumah Neo untuk ambil beberapa bajunya. Tadi aku sudah WA mamanya tetapi mamanya lagi di luar kota, ada urusan mendadak dan baru bisa kembali 3 hari. Kamu mau khan nunggu sebentar sampai aku kembali"
"Iya,boleh"
"Aku nggak lama kok. Makasih ya Ashiraa"
"Iya, sama-sama"
Sepeninggal Arthit aku duduk sambil memandangi wajah Neo yang terbujur lemah di tempat tidur. Pelan-pelan aku pegang tangannya.
"Bangunlah Neo. Aku baru saja mengenalmu. Aku baru saja tau namamu. Masa aku harus kehilangan dirimu", ujarku lirih sambil mengelus tangannya. Dan betapa terkejunya aku melihat Neo pelan-pelan membuka matanya.
"Neooo,kamu sadar", sahutku sambil menangis
"Ashiraa", ujar Neo dengan suara lirih
"Iya,ini aku Ashiraa", ujarku. Dalam hati aku bersyukur Tuhan mendengarkan doaku, bahwa aku belum siap untuk kehilangan dirinya.
"Aku dimana?"
"Rumah sakit"
"Maaf ya"
"Maaf buat apa?"
"Pasti kamu kaget aku tiba-tiba pingsan tadi"
"Ah,sedikit", sahutku berbohong. Padahal kalau mau jujur ingin rasanya aku bilang padanya kalau aku kaget luar biasa tetapi tidak mungkin aku mengatakannya khan kita baru kenal, yang ada nantinya dia aneh melihatku.
"Makasih ya"
"Makasih buat apa?"
"Makasih sudah mau menungguku. Makasih sudah membuat aku kembali ke dunia lagi"
"Hah?"
"Iya,tadi aku seperti berada di tempat yang sangat indah dan aku samar-samar mendengar seseorang memanggil namaku,lalu aku ikuti suara itu dan aku kembali sadar"
"Itu..."
"Itu suara kamu khan Ashiraa?", tanyanya sambil menatapku. Apa yang harus aku lakukan. Apakah aku harus berbohong kalau itu bukan aku atau aku harus jujur kalau suara itu memang suaraku,tetapi kalau aku jujur apakah dia tidak akan menganggapku aneh.