Chapter 2 - About

Angin berembus menerpa wajah gadis yang tengah berlari mengejar bocah laki-laki di taman yang amat luas. Gadis itu terengah-engah kemudian berhenti sejenak, ia merutuki gaun nya yang amat merepotkan dan menyulitkan pergerakannya saat ini. Gadis cantik dengan gaun berwarna pastel ditambah hiasan pita di belakang punggungnya itu mendengus saat melihat bocah berusia lima tahun itu masih terus berlari tanpa kenal lelah.

"Hei! Berhenti di sana kau anak nakal!" teriaknya kemudian kembali mengejar dengan gerakan secepat yang dia bisa.

Bruk!

Mata gadis itu hampir keluar mendapati anak yang tengah dikejarnya terjatuh karena tersandung kakinya sendiri. Kemudian tangis bocah kecil itu terdengar. Ia mendesah kemudian berlari menghampiri anak yang tengah menangis itu.

"Rasakan! Ini akibat yang kau dapat karena telah mengganggu ku!" ledek gadis itu membuat tangis dari bocah itu semakin mengencang.

"Bibi Aretha kau menyebalkan! Harusnya kau membantuku yang terjatuh ini!" Anak itu kembali menangis, Aretha yang melihatnya hayang menggelengkan kepala tak mengerti.

Saat ia akan menggendong anak kecil itu, beberapa pelayan datang tergopoh-gopoh menghampiri mereka. Pelayan itu menatap khawatir.

"Putra Mahkota, apa ada yang luka? Biar saya obati," ucapnya dengan raut wajah khawatir.

"Tidak apa-apa, biar aku saja yang mengobati bocah nakal ini. Kalian bisa bawa kotak obat ke kamar Andreas." Aretha menggendong anak itu kemudian membawanya ke sebuah kamar yang sangat luas bagi seusia anak seperti Andreas. Kemudian ia mendudukkannya di atas kasur king-size itu.

"Lain kali kau harus hati-hati, Andreas." Aretha menghapus jejak air mata di wajah Sang Putra Mahkota.

"Dan jangan mengganggu aku saat bermeditasi di dalam kamar, kau mengerti?" ucap Aretha tegas yang diangguki oleh Andreas.

Ketukan pintu terdengar setelah itu salah satu pelayan membawa kotak obat. "Apa ada hal lain yang kau butuhkan, Nona?" tanyanya kemudian.

"Tidak, kau bisa kembali. Oh, ya, tolong siapkan air hangat untuk mandi Andreas, sebentar lagi petang," ucap Aretha yang diangguki pelayan itu.

Pelayan itu membungkuk sebagai penghormatan, lalu berbalik pergi menyiapkan pemandian untuk Putra Mahkota. Kemudian Aretha membersihkan luka itu, sesekali terdengar ringisan di bibir mungil anak laki-laki itu.

"Sudah, lebih baik sekarang kau mandi, kita akan makan malam dengan paman Ramos." Aretha beranjak dari duduknya untuk kembali ke kamar, sampai langkahnya terhenti oleh pertanyaan dari bocah tampan itu.

"Apakah Mom dan Dad pulang malam ini?" tanya Andreas antusias.

"Ya, jadi bersiaplah."

Setelah itu Aretha kembali ke kamarnya, beberapa pelayan tengah menyiapkan air hangat untuk nya mandi.

"Nona, air nya sudah siap."

Para pelayan membantu melepaskan gaun yang dikenakan Aretha, kemudian ia berendam di air hangat yang telah dicampur oleh wewangian. Ia lebih menyukai membersihkan tubuhnya sendiri ketimbang dibantu oleh para pelayan.

Matanya terpejam, kemudian memori beberapa tahun silam yang menewaskan orangtuanya itu kembali terekam. Bibirnya menghembuskan napas, rasa sesak itu kembali menggelayuti dadanya. Decakan kecil terdengar di bibirnya.

"Kenapa kekuatanku tidak sempurna juga?!" gerutunya kesal.

Menurut paman nya, ia harus banyak bermeditasi untuk mengumpulkan kekuatannya. Meskipun berhasil, hanya kekuatan dasar yang ia mampu kuasai sekarang.

Aretha beranjak dari tempatnya, kemudian pelayan memberikan jubah mandinya. Setelah mengeringkan tubuh ia duduk di depan meja rias dan membiarkan para pelayan mendandani nya. Ia mengenakan gaun berwarna putih dengan aksen daun dengan warna senada, rambutnya dibiarkan tergerai dengan hiasan di kepalanya.

Setelah itu ia melangkahkan kakinya ke ruang makan, ia telah mendapati paman Ramos dan bibi Emily—istrinya dan juga Andreas yang sibuk berceloteh tentang hal apapun kepada orangtuanya.

Aretha tersenyum, "Bagaimana perjalanan kalian?" Ia duduk di samping Emily setelah pelayan membantunya duduk.

"Tidak ada yang berubah, membosankan," timpal Emily kesal.

Aretha yang mendengarnya menaikkan satu alisnya menatap Sang Paman.

Ramos terkekeh. "Kami hanya menyelesaikan permasalahan yang ada di perbatasan, tetapi setelah masalah itu selesai, Emily memintaku untuk berjalan-jalan di sana. Dan yah, aku memiliki kesibukan lain hari ini dan tidak bisa menemaninya."

Aretha mengangguk mengerti sebab mengapa Bibi nya itu memasang wajah cemberut sedari tadi. Kemudian mereka hanyut dalam menikmati hidangan yang telah tersaji. Aretha meletakkan alat makannya kemudian membersihkan bibirnya dengan sapu tangan yang berada di atas meja setelah meneguk air minum.

"Paman," panggilnya. Ramos yang tengah memotong daging di piringnya itu menghentikan kegiatannya dan menatap keponakannya. "Setelah makan malam, bolehkah aku berbicara denganmu?" sambungnya yang diangguki oleh Ramos.

Paman dan keponakan itu berjalan di lorong menuju tempat ruang santai yang terhubung dengan taman di dalam kerajaan ini. Beberapa tahun silam, Aretha mengetahui jati dirinya yang sebenarnya, melalui cerita paman nya dan buku usang yang ibunya berikan kala itu.

"Paman, aku tidak mengerti. Meditasi Ku tidak membuahkan hasil," keluh Aretha yang sudah menduduki dirinya di sofa diikuti oleh Ramos.

Ramos mengerutkan kening, ia belum pernah mendengar kasus yang seperti Aretha. Kebanyakan dari mereka yang tidak sempurna mengolah kekuatannya disebabkan oleh titik pusat kekuatan itu sendiri kotor yang artinya mereka perlu meminum ramuan untuk membersihkan titik pusatnya agar bisa mengolah kekuatannya dengan sempurna. Yang Ramos ketahui bahwa titik pusat yang dimiliki Aretha tidak kotor sama sekali, karena dia sendiri yang sudah memastikannya.

"Hm, aku juga tidak mengerti, Retha. Ini hal yang baru bagiku." Ramos mengusap dagunya dengan ibu jari dan telunjuknya, tengah berpikir.

Tiba-tiba memori lama dari penglihatan adiknya beberapa tahun yang lalu berputar dalam otaknya. "Ramalan!"

Aretha menoleh, "Maksud, Paman?"

"Pria yang membunuh ibumu itu berkata soal ramalan yang berkaitan denganmu. Aku akan mencari tahu soal itu, kau tenang saja!" timpal Ramos dengan mengusap surai hitam keponakannya.

Aretha mengangguk, manik obsidiannya menatap langit yang begitu terang karena taburan bintang malam ini.

"Apa kau sudah menemukan pelakunya, Paman?" Tiupan angin mengibarkan rambut hitamnya yang dibiarkan terurai.

"Belum," sesalnya. "Sebaiknya kau beristirahat saja, hari sudah mulai gelap."

"Baiklah." Setelah mengatakan itu Aretha membungkuk dan pergi meninggalkan Ramos yang tengah menatap langit dengan tatapan yang sulit diartikan.

Keesokan paginya, Ramos sudah mengenakan baju dinasnya untuk menemui tetua. Ia terlebih dahulu memasuki ruang kerjanya, didapati dokumen-dokumen menumpuk di atas mejanya. Ia menyelesaikan beberapa pekerjaan sambil menunggu, Adolf—tetua yang ia panggil.

Ketukan pintu terdengar dan muncullah sosok pria paruh baya yang sedari tadi ditunggunya. Pria yang mengenakan baju kuno dengan aksen sayap di punggungnya itu memberi hormat kepada Ramos.

"Ada apa, Yang Mulia memanggil Hamba pagi-pagi sekali?" Pria itu tersenyum tipis.

"Langsung saja, apa kau mengetahui tentang ramalan beberapa tahun silam sempat gempar di wilayah Nephium?" Ramos menghentikan kegiatannya yang tengah membaca beberapa dokumen.

Pria itu mengangguk. "Ya, Yang Mulia. Ramalan itu berkisah tentang seorang keturunan Arcangel yang seribu tahun sekali akan muncul. Bisa Anda ketahui bahwa keturunan tersebut sangatlah kuat, kekuatannya hampir setara dengan Seraphim. Hal itu membuat gempar di seluruh kerajaan dan berlomba untuk membunuhnya karena ditakuti bahwa Arcangel akan menghadirkan dampak buruk yang bisa memicu peperangan antar Nephilim."

Ramos dibuat bungkam. Namun, beberapa detik kemudian ia bertanya, "Apa Arcangel itu memang ada, Adolf?"

"Sesuai ramalan, keturunan Arcangel memang ada, tetapi belum ada orang yang menemukan keberadaannya sampai sekarang," jelasnya.

"Bagaimana caranya untuk menemukan keturunan itu?" Ramos menopang dagu nya dengan kedua tangan yang saling bertautan.

"Saat bulan purnama tiba, yang berarti empat bulan lagi. Pada saat itu kekuatan dari Arcangel akan sempurna, karena berdasarkan apa yang Saya baca, kekuatan Arcangel belum sempurna jika belum melewati bulan purnama."

Jika Arcangel yang diceritakan oleh Adolf—tetua itu ada, berarti ....

======================

©®RN_Samantha

======================