Chereads / Descendants of the Arcangel / Chapter 5 - Festival

Chapter 5 - Festival

Sekelompok orang dengan pakaian zirah datang ke lokasi yang sudah tampak kacau. Mereka, prajurit kerajaan datang atas laporan dari salah satu warga di sekitar sini. Salah satu prajurit menghampiri mayat yang tergeletak mengenaskan, diamatinya lamat-lamat. Prajurit itu mengerutkan dahinya, sedangkan yang lainnya menunggu apa yang temannya itu pikirkan.

"Sepertinya ada yang aneh." Setelah mendengar itu, prajurit tadi ikut mengamati mayat-mayat yang telah mereka kumpulkan di satu tempat.

"Bukankah itu, Tuan Putri?" celetuk salah satu dari mereka seraya menunjuk Aretha yang sedang berhadapan dengan seorang pria. Membuat fokus mereka berpindah kepada Sang Putri. Sayangnya, pria itu memunggungi membuat wajahnya tak terlihat oleh mereka.

"Sedang apa Putri di sana? Dan ... siapa pria yang bersamanya?" tanya salah satunya, dan yang lainnya mengangguk setuju.

"Sudah, pikirkan itu nanti. Sekarang bawa salah satu mayat ini, sisanya diam di sini dan periksa setiap sudut desa ini."

Setelah mengatakan itu, ketiga prajurit membawa mayat menuju istana untuk melapor kepada Yang Mulia. Sesampainya di sana, salah satu prajurit menghadap ke singgasana. Terlihat bahwa Rajanya itu tengah menopang dagu malas.

"Salam, Yang Mulia." Prajurit itu menunduk takzim.

Ramos menegakkan tubuhnya. "Katakan."

"Ampun, Yang Mulia. Kami membawa salah satu mayat dari penyerang di desa itu, karena merasa ada yang aneh dengan tubuhnya."

Ramos menelengkan kepalanya. "Bawa mayat itu masuk."

"Baik, Yang Mulia." Masih dengan kepala menunduk, prajurit itu melangkah mundur sampai jaraknya dengan Sang Raja cukup jauh, prajurit itu kembali berjalan seperti biasa.

Kedua prajurit yang membawa mayat itu masuk, lalu membungkuk untuk memberi penghormatan. Diikuti Ramos yang beranjak dari tempatnya. Mereka meletakkan mayat itu tak jauh dari tempat Ramos berdiri saat ini. Dengan anggun, ia melangkah untuk memeriksa di mana letak keanehan itu berada.

Ramos memperhatikan mayat laki-laki itu dengan saksama. Matanya menyipit saat robekan pada bagian dada yang memperlihatkan sesuatu yang entah apa. Tanpa menyentuh, Ramos merobek robekan itu menjadi semakin besar. Ia terkejut saat mendapati pada bagian dada kiri mayat itu terdapat sebuah segel kutukan.

Segel kutukan adalah segel yang didapat melalui sebuah pemujaan terlarang, untuk mendapatkannya saja banyak darah yang harus diambil. Segel dengan bentuk segitiga terbalik dengan garis tepi yang lebih panjang itu memiliki arti; perlawanan, kekuasaan dan kekuatan. Orang yang mempunyai segel ini dapat merubah wujud serta aura sesuka hatinya. Dari arti segelnya saja sudah menjelaskan bahwa orang dibalik ini sangatlah kejam.

"Ini segel kutukan!" desis Ramos.

Ketiga prajurit itu menegang saat mendengar ucapan dari Rajanya. Meski mereka tahu segel kutukan itu, namun mereka belum pernah melihat bentuk dari segelnya.

"Bakar semua mayat itu."

"Dimengerti, Yang Mulia." Ketiganya menunduk hormat.

"Yang Mulia, sebelum kami undur diri, saya ingin memberitahukan soal Tuan Putri. Ketika kami sedang berada di lokasi, kami melihat Putri Aretha sedang bersama seorang pria, entah siapa karena pria itu memunggungi."

Ramos yang mendengar itu menaikkan alisnya. "Baiklah, terimakasih. Kalian bisa pergi."

Sebelum berbalik, Ramos menghentikan langkahnya. "Oh, ya. Panggilkan Darek untuk datang ke ruanganku!" titah Ramos kemudian pergi dengan langkah besar menuju ruangannya.

Ketukan pintu terdengar saat Ramos akan membalik halaman selanjutnya pada dokumen yang tengah ia pegang, sesaat ia berhenti untuk membalikkan kertasnya.

"Masuk," ucapnya tanpa mengalihkan fokus pada dokumen yang dipegang.

Pria berambut hitam dengan potongan cepak itu memasuki ruangan. Ia menggunakan pakaian kasual dipadukan dengan sepatu sneaker hitamnya. Ramos meliriknya sekilas.

"Apa kau sedang bersenang-senang di dunia manusia, Darek?" tanya Ramos tepat sasaran.

Pria bernama Darek itu duduk di sofa yang berada di pojok kanan ruang kerja Ramos.

Dengan wajah masam pria itu berkata, "Ya! Dan kau mengganggu waktuku!"

"Apa liburan kemarin masih belum cukup untukmu?" tanya Ramos mendesis pelan.

Darek merupakan tangan kanan dari Ramos sekaligus sahabatnya. Tak heran jika sosok Darek bisa begitu tidak sopan nya jika sedang kesal kepada Rajanya, sahabatnya. Dan Ramos tidak pernah ambil pusing soal itu.

"Aku ingin kau menyelidiki soal segel kutukan," ucap Ramos to the point.

Darek yang masih memasang wajah masam itu seketika mengerutkan dahi. Ia menoleh menatap Ramos yang masih berkutat dengan dokumennya.

"Segel kutukan? Untuk apa kau ingin aku menyelidikinya?" tanyanya kini mulai serius.

Ramos menyimpan dokumennya di atas meja, lalu mulai menceritakan kejadian beberapa jam yang lalu. Darek mendengarnya serius, sesekali mengerutkan dahi.

Darek mengangguk paham. "Baiklah, aku akan menyelidiki ini."

Ramos mengibaskan tangannya. "Kau boleh pergi."

Darek yang mendapat perlakuan itu mengernyitkan hidungnya, apa-apaan sikap seperti itu? Dasar tidak tahu berterima kasih. Dengan tatapan tajam, Darek memberi hormat lalu melesat pergi dari sana.

Malam harinya, Ramos mendapati Aretha yang berjingkrak kecil memasuki aula. Dengan tatapan menyelidik ia melihat binar bahagia di kedua bola matanya. Dalam diam, Ramos memerhatikan Aretha di atas tangga, sampai gadis itu berada di hadapannya, Ramos menyuruhnya berhenti.

"Ada apa, Paman?" tanyanya kemudian. Aretha memperhatikan raut wajah Ramos dengan saksama. Ia menaikkan alisnya bingung.

"Mengapa kau menatapku seperti itu?" decak Aretha saat melihat tatapan penuh selidik dari pamannya.

"Pria yang bersamamu siang ini, siapa?" tanya Ramos penuh selidik.

Tubuh gadis itu menegang. Bagaimana pamannya bisa tahu bahwa siang ini dia bersama Richard? Ah, pasti para prajurit itu yang melihatku, pikirnya.

"Dia temanku, ya." Salah satu tangannya meremas gaun yang dikenakannya, gugup.

Ramos memicingkan matanya tak percaya. "Kau yakin?"

Aretha mengangguk. "Yakin!"

"Hei berhentilah menatap dia seperti itu. Kau tak lihat dia butuh mandi sekarang?" Tiba-tiba Emily datang dari belakang memutus kontak mata curiga Ramos, yang kini berpindah menatap istrinya itu.

Aretha tersenyum manis menatap Emily. Syukurlah Bibinya datang di waktu yang tepat. Ia memang membutuhkan mandi saat ini. Ramos kembali menatap Aretha, ia mendesah. Kemudian setelah itu melenggang pergi ke balik ruang kerjanya.

Gadis itu berjalan menuju kamarnya, tetapi saat dirinya berpapasan dengan Emily yang masih menatapnya dengan senyum yang tersungging, ia mengedipkan sebelah matanya. Kemudian dua perempuan beda generasi itu tertawa bersama.

Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan piyama tidur. Aretha mendudukkan tubuhnya di pinggir kasur. Wajah Richard masih terbayang di benaknya. Tak bisa dipungkiri jika wajah pria itu bisa menaklukkan banyak wanita. Ah! Dirinya saja hampir takluk karena ikatan mate yang sudah digariskan. Jika saja ia tak lupakan satu hal; bahwa Richard bukan bagian dari kerajaan Nephium. Tanpa sadar Aretha sudah merebahkan diri di saat ia tengah memikirkan sosok rupawan itu. Dan sekarang, memikirkan sosok Richard seperti dongeng tidur yang membuatnya mengantuk.

========================

©®RN_Samantha

========================