Chereads / Descendants of the Arcangel / Chapter 4 - Pria Misterius (2)

Chapter 4 - Pria Misterius (2)

Aretha tengah bersiap-siap di depan cermin. Dengan wajah berseri-seri yang tak luput dari pandangan para maid yang tengah membantunya berdandan. Entah apa yang membuat senang Tuan Putrinya yang satu ini.

"Akhirnya, aku bisa menikmati festival makanan petang nanti!" pekiknya dalam hati.

Setelah bersiap, seperti biasa ia melalui sarapan pagi bersama keluarga pamannya dahulu. Ramos memperhatikan porsi makan Aretha dengan kerutan di dahinya. Biasanya anak itu banyak sekali makan, tetapi pagi ini Ramos hanya melihat setengah porsi yang biasanya Aretha makan. Tumben sekali, pikirnya kemudian melanjutkan acara makannya yang tertunda.

Andreas mencuri pandang pada Bibi cantiknya yang satu ini. Terlihat jelas sedari tadi Bibinya itu terus saja tersenyum tanpa lelah, seperti orang gila.

"Bibi, apakah kau gila?" celetuk Andreas membuat Aretha tersedak kecil oleh pengakuan frontal dari keponakannya yang nakal.

Sedangkan pasangan suami-istri itu membulatkan matanya tak percaya dengan ucapan anaknya yang kelewat bar-bar.

"Beraninya, kau!" Aretha menggeram kecil dengan sendok dipegangnya ia acungkan seraya menahan untuk tidak ia lempar ke wajah tampan pangeran itu. Sedangkan bocah itu menyeringai puas saat melihat wajah kesal Bibinya.

Aretha menyandarkan punggungnya ke kursi dengan kasar. Ia sadar jika Andreas hanya tengah menggodanya. Lihat saja nanti! Aretha melayangkan tatapan membunuhnya ke arah Andreas, sedangkan yang ditatap tengah asyik melanjutkan makanannya yang tertunda.

"Aku sudah selesai," ucap Aretha kemudian beranjak dari tempatnya. "Hari ini aku akan pergi menuju ibu kota. Petang ini akan ada festival di sana."

Mendengar kata festival, Andreas menegakkan tubuhnya. Melihat reaksi itu cepat-cepat ia berkata, "Kau tidak boleh ikut! Aku ingin pergi sendiri. Lagipula kau masih ada kelas kebangsawanan siang ini."

Mendengar itu Andreas mengerucutkan bibirnya kesal. Di saat itu juga ia mendapat tatapan peringatan 'Jangan membolos kelas hari ini' dari ibunya itu membuatnya semakin kesal. Ramos yang melihat itu menggelengkan kepalanya, entah dari mana sifat nakal yang menurun ke dalam diri Andreas, putranya.

"Baiklah. Apa kau perlu—"

"Aku tidak membutuhkan pengawal di sisiku, aku ingin menikmatinya sendiri!" Dengan cepat Aretha memotongnya. Ia benar-benar ingin menyenangkan dirinya sendiri dengan bebas.

Ramos mendesah pasrah. "Baiklah jika itu maumu, jaga dirimu baik-baik."

Jubah berwarna biru langit itu berkibar seiring dengan langkah kaki yang gadis itu ambil. Hanya memakan waktu lima menit dengan berjalan kaki untuk sampai ke ibu kota. Ia berhenti sejenak menatap hiruk-pikuk yang ada di depannya, tak lupa dengan berbagai makanan yang berjejer rapi di sana.

Aretha memegang perutnya. Ia merasa lapar kembali setelah melihat makanan yang menggiurkan itu. Dengan perasaan senang ia membeli berbagai makanan, sesekali memakannya seraya berkeliling dan sesekali pula ia memakannya di kedainya tempat jualan itu. Sampai di kedai terakhir yang lumayan sepi dari pengunjung. Ia merasakan bahwa ada yang memerhatikan gerak-geriknya. Namun, dengan santainya ia melanjutkan untuk menghabiskan makanan di hadapannya.

Setelah menghabiskannya, ia kembali menjelajah kedai-kedai penjual lainnya. Tidak, kali ini bukan untuk makan lagi, perutnya sudah sulit untuk menampung. Ia hanya mencari tahu, benar tidak bahwa orang itu mengikutinya. Dugaannya benar, orang itu mengikutinya. Kakinya melangkah menuju wilayah yang cukup sepi hanya untuk memancing orang itu keluar, dan lagi orang itu mengikutinya.

"Keluar!" perintah Aretha dengan suara keras.

Orang itu mendarat tempat di hadapan Aretha beberapa centi. Gadis itu menegang soal perasaan aneh yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya, asing namun nyaman sekaligus. Aretha mendongak menatap sosok berjubah hitam yang hampir menutupi sebagian wajahnya itu. Orang dihadapannya ini bukan berasal dari kerajaan Nephium.

"Siapa, kau?!" tanya Aretha dengan tatapan penuh selidik .

"Mate," lirihnya, namun terdengar jelas di telinga Aretha.

Seketika orang itu melesat dan langsung berada di hadapan Aretha, hanya satu jengkal jarak tersisa di antara mereka. Aretha menyadari bahwa jantungnya berdetak cepat, ia kembali teringat bahwa sosok yang ia tebak seorang pria ini menyebutnya kata 'mate'. Ia bisa menyadari perasaan nyaman yang menyeruak saat tubuhnya berdekatan dengan pria di depannya. Aretha pura-pura tak menyadari ikatan mate itu, ia bahkan tak tahu siapa orang di depannya ini, apalagi dia bukan berasal dari sini.

Aretha berbalik untuk meninggalkan pria misterius di depannya ini. Namun lengannya dicekal oleh pria itu, lagi-lagi perasaan itu muncul. Oh, ayolah Aretha tahan dirimu, kau bahkan tidak tahu siapa pria yang tengah mencekal lenganmu itu, gumamnya dalam hati.

"Lepaskan aku pria aneh!" Aretha mencoba melepas cekalan itu dengan sekuat tenaga, dan berhasil.

Sampai tiba-tiba, entah berasal dari mana angin berembus dengan kencang sampai tudung kepala Aretha terlepas. Rambut pirang panjangnya tertiup angin, adegan itu tak lepas dari pengamatan pria di depannya yang sempat tertegun beberapa saat setelah mendengar teriakan tak jauh dari mereka. Tanpa aba-aba pria itu melesat diikuti Aretha. Sesampainya di sana, mereka berdua disuguhi pemandangan warga yang tengah diserang oleh sekelompok orang dengan pakaian serba hitam.

Aretha menoleh saat pria yang mengaku sebagai mate nya itu melesat dan menyerang sekelompok orang yang mengacau ketentraman warga. Gadis itu sempat terpana dengan gerakan anggun yang dihasilkan secara alami saat melawan kelompok berpakaian hitam.

"Di belakangmu!" Sampai suara pria itu menyadarkannya, ia dengan siaga melawan orang yang menyerangnya dari belakang.

Meskipun titik pusat kekuatannya bermasalahnya. Aretha mampu menguasai teknik-teknik penyerangan, dan terbilang itu cukup membantunya.

"Dasar pengecut!" desis Aretha kepada orang yang tengah ia lawan saat ini.

Ia hampir kewalahan karena kecil kemungkinan untuk bisa mengeluarkan kekuatan dengan titik pusat yang bermasalah itu. Namun detik berikutnya ia dibantu oleh pria yang datang bersamanya tadi. Entah sejak kapan jubah yang melekat ditubuh pria itu terlepas, entah kemana. Lagi-lagi Aretha terpana melihat wajah pria di depannya ini.

Aretha menggelengkan kepalanya kecil. "Fokus pada pertarunganmu, bodoh!"

Keduanya sibuk melawan musuh yang menurut Aretha ini bukan tandingannya, kalau saja kekuatannya itu pulih tentu saja ia bisa mengalahkan sekelompok penyerang ini tentunya.

"Terimakasih telah menolongku," ucap Aretha setelah mereka berdua mengalahkan sekelompok orang yang telah membuat kacau di tempat itu.

"Sudah kewajiban ku untuk melindungi mateku," timpal pria itu dengan senyum tipis di bibirnya.

Oh, Ya Dewa pria di hadapannya ini benar-benar membuat kehilangan setengah akal sehatnya. Ingat Aretha, dia bukan berasal dari kerajaan Nephilim, kau harus waspada! rutuknya dalam hati.

Para warga berbondong-bondong menghampiri mereka, seraya mengucapkan terimakasih berkali-kali. Meskipun mereka bagian dari Nephilim, tetapi kekuatan mereka berada di tingkatan bawah. Wajar saja jika mereka kesulitan melawan kelompok tadi yang rata-rata memiliki kekuatan tingkat menengah.

"Namamu?" tanya Aretha kemudian setelah warga membubarkan kerumunan.

"Richard."

====================

©®RN_Samantha

====================