"Aku harus urus masalah lainnya," ucap Alfred memecah keheningan.
Harrison dan Ashley menatap kearah Alfred. Secara tiba-tiba, Ashley tertawa begitu saja sambil bertepuk tangan. Membuat Alfred maupun Harrison terheran dengan sikapnya.
"Ha...Ha...Ha..." tawanya sembari bertepuk tangan.
"Anda kenapa?" tanya Alfred menatapnya.
"Enggak apa-apa kok, cuma lucu aja," singkat Ashley.
"Memang apa yang lucu?" sambar Harrison sembari menarik bangkunya, mendekat Ashley.
"Kepo, dah mau pulang dulu. See you," Ashley pun berjalan keluar. Tak lama setelah itu, Alfred meninggalkan cafe tersebut dan pergi menuju rumah sakit.
***
Dirumah sakit...
Terlihat Natalie bersama salah satu dokter, sedang berjalan berdua di koridor rumah sakit. Dokter itu adalah dokter spesialis ortopedi, dia juga termasuk dokter yang tampan dan cerdas di rumah sakit itu. Namun Alfred lah yang paling cerdas dan tampan dirumah sakit mount sinai medical center. Bahkan peringkat utama, mengalahkan dokter David yang menduduki peringkat kedua.
"Gak tahu dok," ucap Natalie.
"Kamu beneran gak tahu kalau misalnya dia orang dari organisasi CIA?" tanya David seolah tidak percaya dengan jawaban Natalie.
"Ti..ti... tidak dok. Setahu saya, pekerjaan sampingan dokter Alfred itu adalah koki di restorannya. Dia punya restoran loh, dok," jelas Natalie pada David, meski semua kata-katanya itu tidak benar.
"Hmm begitu ya," David masih tidak percaya dengan informasi yang didapatnya. Kemudian, terlihat Alfred berjalan di koridor rumah sakit dan ia melihat mereka berdua.
Namun, Alfred jalan begitu saja melewati Natalie dan David. Membuat keduanya, membalikkan badannya dan menatap kearah Alfred.
"Ada apa dengan dokter Alfred? Kenapa dia terlihat badmood?" ucap Natalie keheranan.
David ikut memikirkan apa yang terjadi dengan Alfred saat ini. Tidak biasanya Alfred bersikap seperti itu meskipun memang Alfred adalah tipe orang yang dingin dan tidak terlalu banyak bicara. Namun Alfred selalu menyapa dan bersikap ramah kepada setiap staf rumah sakit ataupun para pasien.
"Sudahlah biarkan saja, mungkin dia sedang sibuk jadi moodnya buruk," ujar David didepan Natalie, agar sikap mencurigai Alfred tidak terlihat lebih jelas. "Ya sudahlah, kita lanjut ke tugas berikutnya," lanjutnya sembari menatap sekilas kearah jam tangannya.
"Iya dok, kalau begitu saya permisi dulu," Natalie pergi meninggalkan David yang masih berada di koridor rumah sakit. Selang beberapa menit, David pergi menuju salah satu ruangan pasien untuk memeriksa kondisi pasiennya.
***
Tiga jam kemudian...
Alfred keluar dari dalam ruangannya. Ia berdiri sejenak didepan ruangannya, sembari menatap sekelilingnya.
"Hmm, sudah lima tahun aku bekerja disini. Semakin banyak staf dan dokter baru disini, tapi tidak ada satupun wanita yang kusukai disini. Bahkan Natalie sekalipun yang sudah lama bersamaku. Seharusnya aku sudah punya kekasih saat ini, apalagi umurku sudah tiga puluh lima tahun. Tetapi, aku tidak pernah bisa move on dari cinta masa kecilku. Hana, apakah kita masih bisa bertemu? apakah kamu masih ingat aku? andai kita bertemu sekarang, diwaktu yang tepat ini," ucap Alfred, merenung sejenak. "Tapi, aku juga tidak akan bisa bersamamu. Apalagi ada dua profesi yang aku kerjakan, bagaimana aku bisa melindunginya?" lanjutnya.
Seusai itu, Alfred merogoh saku celananya. Iapun memegang sebuah kalung berliontin bintang berwarna ungu. Terlihat, Alfred tersenyum saat menatapi kalung tersebut.
"Kita bersama selama lima tahun. Saat kamu masih berumur lima tahun, kita sudah begitu dekat. Hingga kamu berumur sepuluh tahun, hubungan kita semakin dekat. Namun... karena orang tua kita penyebab perpisahan ini. Di umur dua puluh tahun, itu adalah duka bagiku. Karena aku harus meninggalkanmu, bagaimana sekarang kabarmu Hana? sudah lima belas tahun kita tidak bertemu, apa kamu masih ingat aku dan semua kenangan kita?" ucap Alfred.
#Flashback on#
Dua puluh lima tahun lalu...
Terlihat, seorang pemuda sedang berjalan dengan wajahnya yang begitu banyak luka. Ia berjalan sendiri melewati jalanan yang begitu sepi.
Pemuda itu adalah Alfred saat dirinya masih berumur lima belas tahun. Ya, sebenarnya dari umur enam tahun, Alfred sudah dihadapi begitu banyak kekerasan dalam kehidupannya. Hingga ia menjadi orang yang begitu tangguh meski umurnya baru Lima belas tahun.
Tak lama kemudian, Alfred melihat seorang anak kecil sedang menangis didepan sebuah rumah. Anak kecil itu menangis begitu histeris, membuat dirinya merasa iba lalu mendekati anak kecil tersebut.
"Nona kecil, kenapa kamu menangis dan duduk sendiri disini?" tanya Alfred seraya berdiri didepan anak kecil tersebut dan mengelus-elus pipi kanannya.
Anak kecil itu tidak menjawab ucapan Alfred, namun anak tersebut langsung memeluk erat tubuh Alfred dan menangis lebih histeris dihadapan Alfred.
Alfred pun semakin merasa kasihan dengan anak itu, iapun mengelus-elus punggung anak perempuan tersebut dengan sangat halus.
Kemudian, Alfred berjalan mundur lalu duduk berjongkok didepan anak perempuan itu. Iapun mengelus-elus rambut anak tersebut dan kembali bertanya.
"Apa yang terjadi, nona kecil? kenapa kamu begitu sedih?" tanyanya sembari tersenyum lebar. Akhirnya, anak tersebut pun menjawab kata-kata Alfred.
"A... A... aku di bully oleh kakak-kakak berbadan besar saat aku berada ditaman. Me...Me..Mereka juga mengambil semua bekal yang kubawa, mereka benar-benar menyiksaku. Dan mamaku memarahiku tadi," jelas anak perempuan tersebut.
"Mamamu memarahimu?" tanya Alfred. Anak itupun menganggukkan kepalanya, seolah mengiyakan pertanyaan Alfred. "Kenapa mamamu bisa memarahimu?" tanya Alferd.
"Ma..Ma..Mama ku memarahiku karena aku mendapatkan nilai C. Dan baru saja dia pergi dari rumah," jawab anak kecil itu.
Alfred memegangi kedua tangan anak itu, lalu mereka berdua duduk di tangga rumah tempat anak kecil itu tadi berada.
"Sudah kamu tidak perlu sedih, mulai saat ini aku akan melindungimu dari siapapun yang ingin mengganggumu," Alfred pun tersenyum dihadapan anak kecil itu. Dan anak kecil yang sedang bersamanya jadi ikut tersenyum saat melihat Alfred tersenyum. "Oh ya, aku ada permen nih, ini untuk kamu. Ambilah," Alfred memberikan sebuah permen lollipop ke anak tersebut.
Anak tersebut pun menatap kearah Alfred kemudian mengambilnya dan membuka bungkus permen itu. Iapun menikmati permen yang diberikan oleh Alfred sembari tersenyum bahagia.
"Ngomong-ngomong, nama kamu siapa?" tanya Alfred.
"Na..Na..Namaku Hana, papaku sering memanggilku Hana," jelasnya. Alfred pun hanya mengangguk kemudian mengelus rambut anak perempuan yang bernama Hana itu. "Kalau kakak namanya siapa?" tanya Hana dengan wajah yang polos.
"Namaku Alf...panggil aku Fred aja," singkat Alfred.
Semenjak saat itu, Alfred dan Hana begitu dekat. Mereka selalu bermain bersama, tertawa bersama, serta menumpahkan segala kesedihan bersama. Dan Alfred selalu melindungi Hana, ia sudah menganggap Hana seperti adiknya sendiri. Dia juga mengajarkan Hana beberapa ilmu bela diri agar Hana bisa melawan orang-orang yang mengganggunya saat Alfred sedang tidak ada disampingnya.
#Flashback off#
Alfred tersenyum mengingat kenangan masa lalunya. Seusai merenung, Alfred berjalan menuju pintu rumah sakit mount sinai medical center.
#Ditempat Ashley#
Terlihat Ashley sedang berdiri didekat pintu rumah sakit mount sinai medical center. Ia memandangi bintang-bintang yang menghiasi langit biru kota New York.
"Bintang, selalu indah dan tidak akan pernah berubah. Sama seperti dia, dia yang ku rindukan sejak perpisahan itu terjadi. Kemana dia sekarang? bagaimana kondisinya?" ucap Ashley bicara pada dirinya sendiri. "Hmm sudahlah, aku harus bisa melupakan masa lalu. Tapi, kenapa tidak pernah bisa?" keluhnya.
Ashley menengok kearah kanan dan kirinya. Saat ini, kondisi jalanan begitu sepi. Hanya satu-dua mobil yang berkendara dijalan itu. Ashley memeluk tubuhnya sendiri lalu tersenyum.
"Aku jadi ingat. Saat aku kesepian, dia selalu ada di dekatku. Aku merindukan sosoknya yang selalu berada di sampingku dan melindungiku, tapi sekarang aku kesepian. Tidak ada lagi dirinya sekarang disampingku," ucap Ashley dengan matanya yang berkaca-kaca.
Kemudian, air mata pun menetes di pipi lembutnya. Ashley menyeka air matanya yang mengalir di pipi halusnya.
"Humm.. tapi aku benar-benar merindukannya sekarang," Ashley kembali menatap kearah langit.
Dan tak lama setelah itu, seseorang memakaikan jaket tebal ke Ashley dari belakang. Memang, cuaca saat itu lumayan dingin. Dan Ashley hanya memakai baju lengan panjang yang tipis sayangnya.
Ashley pun terkejut saat merasakan ada yang memakaikan sebuah jaket ke dirinya.