Keana!
Dengan secepat kilat, Abian langsung berlari kearahnya. Jarak yang tak terlalu jauh membuat Abian tak memerlukan waktu lama untuk datang pada Keana. Dengan sigap, Abian langsung membopong Keana ke UKS yang ada disana.
"Eh eh Bian kamu mau kemana? Kamu belum selesaikan hukuman dari Ibu!" kata Bu Diah memperingati. Namun bukan raut menjengkelkan lagi yang dilihat Bu Diah. Raut Abian telah berubah menjadi wajah khawatir yang amat tampak jelas disana.
Sedangkan Abian, ia hanya menganggapnya angin lewat saja. Memang benar-benar murid miskuin akhlaq! Pikirannya sekarang hanyalah Keana.
"Eh gue aja yang bawa Kean ke UKS!" teriak seseorang dari arah belakang berlari mendekati mereka. Dan dia adalah Regan. Tangannya mendekat pada Abian hendak mengambil alih tubuh Keana darinya. Namun Abian menghindar.
"Orang kayak lo ga becus buat jaga Kean gue!"
Kean gue!
Kata kata itu seolah terngiang di telinga Regan. "Sebegitu bencinyakah lo sama gue, Yan? Sampe lo nggak percaya kalau gue bener-bener nggak sengaja?" kata-kata itu tiba tiba hinggap di hati Regan namun tak dapat terucap di bibirnya.
Matanya menatap nanar punggung Abian yang berjalan menjauh dari pandangannya.
"Gue nggak tau harus jelasin kayak apalagi ke elo kalau bukan gue pelakunya. Gue ngalah sama pendapat lo. Tapi satu hal yang perlu lo inget! Soal Vanya, gue juga nggak terima kalau lo rebut dia dari gue, Yan!" ucapnya lagi. Dan lagi-lagi hanya dalam hati.
*
"Woi siapa yang jaga UKS? Pada kemana semua sih? Woi!" teriak Abian semakin tak karuan karena sesampainya di UKS tak ada siapapun orang yang berjaga disana.
"Apa gue bawa ke rumah sakit aja ya?" tanyanya pada diri sendiri. Kedua tangannya pun sudah bersiap untuk membopong Keana kembali.
"Eh Kak, siapa yang sakit?" tanya seorang siswa beralmamater PMR mendekat kearah mereka. Dilengan kanannya tampak badge bertuliskan X MIPA 2.
"Jadi elo yang piket jaga UKS? Kemana aja dari tadi? Lo tau nggak sih kalau ada yang pingsan disini? Kalau dia sampe kenapa napa lo mau tanggung jawab?" rentetan pertanyaan dari Abian langsung membungkam mulutnya. Siswa itu hanya bisa menundukkan kepala. Berurusan dengan Abian adalah hal terbodoh yang akan dilakukannya.
"Maaf kak, tapi biar saya periksa dulu," ujar siswa itu takut-takut. Bahkan kepalanya masih belum terangkat satu derajat pun dari posisinya.
"Buruan! Ngapain lo malah laporan!" hardik Abian tiba tiba berhasil mengagetkan siswa itu.
Tanpa mau melakukan kesalahan lagi, siswa itu segera berjalan mendekat ke arah Keana sambil mengambil stetoskop yang ada di nakas sebelah ranjang Keana.
Lalu dengan perlahan, ia sedikit menyibakkan baju seragam Keana untuk menempelkan stetoskop disana. Dan perlakuan itu tak luput dari pandangan Abian yang langsung melotot dibuatnya.
"Hei dasar lo cabul! Gue minta lo periksa bukan utek utek baju seragam dia? Lo emang minta dihajar ya!" kata Abian sambil menarik kerah seragam siswa itu hingga lecek.
Ia tak akan pernah membiarkan Keana- nya disentuh oleh siapapun. Perasaannya selalu saja kalut ketika ia melihat siapapun melukai Keana.
Walaupun hubungan mereka hanya sebatas saudara tiri saja. Mungkin itulah yang dinamakan perasaan melindungi sesama saudara. Namun yang Abian rasakan mengapa sedikit berbeda?
"Tapikan emang perlu diperiksa dulu kak sebelum dikasih obat," jawab siswa itu. Dan blush... kata-katanya berhasil membuat Abian mati kutu disana.
"Kalau gitu cari cewek PMR aja jangan elo!" teriak Abian masih tak mau kalah. Bagaimanapun juga ia tak mau jika Keana disentuh sembarang orang. Keana benar-benar membuatnya gila.
Setelah beberapa lama, petugas PMR perempuan yang diminta Abian pun sampai. Ia langsung memeriksa keadaan Keana.
"Oh dia gapapa kak, dia cuma kecapekan aja, dan mungkin juga belum makan. Saya tinggal dulu ya, kak! Saya masih ada jam pelajaran, permisi," terangnya sambil pamit pergi meninggalkan ruangan itu meninggalkan 2 orang yang terlalu canggung untuk memulai pembicaraan.
Keana memang sudah sadar saat ditangani siswi PMR tadi.
Mereka berdua saat ini hanya tersenyum kikuk. Terlalu canggung. Demi apapun keadaan ini membuat Abian ingin lenyap dari sana. Memalukan.
"Kok bisa ada lo Bang? Bukannya ini masih jam pelajaran?" tanya Keana sambil berusaha bangun dari tidurnya.
Melihat Keana yang kesusahan, Abian pun reflek untuk membantunya. Namun dengan tak sengaja kedua manik mereka bertemu.
Tatapan bingung. Itulah yang dapat Abian artikan ketika matanya bertemu mata hazel milik Keana. Adik tirinya. Dan entah mengapa, ketika ia mengingat statusya dengan Keana, perasaan aneh mulai dirasakannya.
"Makasih," ucap Keana dengan memutuskan kontak mata diantara mereka.
"Se- sebenernya tadi gue ga sengaja liat lo kena lemparan bola. Spontan aja gue tolongin, lo juga adek gue, kan?" jawab Abian dengan gugupnya. Seumur-umur Abian tak pernah segugup ini sebelumnya.
Netra Abian terus memandang paras Keana. berlamat-lamat ia menatapnya. Hingga satu kata yang berhasil lolos ketika matanya kembali bertemu dengan Keana. "Cantik,"
"Lo bilang apa?" tanya Keana sedikit menaikkan alisnya. Memastikan apa yang tadi didengarnya.
Sebenarnya ia mendengar apa yang Abian ucapkan tadi. Apalagi dalam keadaan sunyi seperti ini. Namun ia terlalu malu untuk menanggapinya.
"Eh enggak. Ini makan dulu buburnya, lo belum makan, kan?" tanya Abian sambil mengambil bubur di nakas samping ranjang Keana. Ia mulai mengaduk-aduknya. Ia tadi sempat menyuruh siswa PMR yang datang pertama untuk membelikan bubur untuk Keana. Walaupun Abian masih kesal dengannya, namun hadirnya dia masih bisa ia manfaatkan.
"Eh iya, gue bisa makan sendiri kok," ujar Keana sambil mengambil alih mangkuk yang Abian pegang.
"Ya emang makan sendirilah, terus mau disuapin siapa lo?" tanya Abian dongkol. Sebenarnya ia ingin sekali menyuapi Keana. Namun gengsinya terlalu besar.
Disisi lain Keana yang mendengar itu pun hanya tersenyum kikuk. Bodohnya!
"Buruan makan, habis ini gue anter pulang!"
"Ngapain pulang? Yaelah gue cuma pingsan doang!" hardik Keana dengan meninggikan suaranya.
"Eh kalem aja kali, gue ga mau lo kenapa napa, udah diem kalau gue bilang pulang ya pulang!" kata Abian final.
"Tapikan Bang,"
"Pulang Keana!" ya benar benar final.
*
Keduanya kini tengah ada di mobil Abian. Terdiam fokus dengan pikiran masing-masing. Tak ada satu pun orang yang berniat membuka pembicaraan hingga keduanya kini telah memasuki gerbang tinggi. Memasuki pekarangan rumah mereka yang bak istana.
"Lho Bian sayang kamu kenapa pulang? Kamu sakit, Nak?" tanya seorang wanita paruh baya menyambut mereka. Wajah cantiknya seakan tak luput oleh usia. Tak nampak sama sekali keriputan disana.
Sarah Gatryn Abraham, yang kerap dipanggil Sarah. Ialah istri pertama Aditya Abraham. Mama Abian. Perempuan yang paling Abian sayang. Namun entah mengapa, sifatnya mulai tak lagi bersahabat sejak hadirnya istri kedua suaminya.
"Hai Ma! Bian cuma mau nganterin Kean pulang, Kean yang sakit Ma," jawab Abian dengan lembut. Namun beda halnya dengan Sarah yang mulai menatap Keana dengan tatapan tak suka.
"Oo jadi gara gara kamu Bian ikut pulang ha?" nada bicara yang jauh berbeda dilontarkan Sarah kepada Keana. Matanya mulai menatap dari atas ke bawah meremehkannya.
Sedangkan Keana, ia hanya bisa menunduk menatap aspal yang sepertinya lebih memukau dari wajah sang mama. Mama tiri lebih tepatnya.
"Mama ngapain sih bentak Kean lagi? Kean lagi sakit Ma," ucap Abian membela Keana. Walaupun ia sebenarnya tahu, sungguh tak ada gunanya.
"Kamu berani ngelawan Mama, Bian? Demi dia? Perempuan yang dibawa oleh parasit dalam keluarga kita? Kamu berani ngelawan Mama cuma buat belain dia?" bentak Sarah dengan teriakan nyaring disana. Keras teriakannya sampai mengundang perhatian beberapa ART yang tengah bekerja disana. Dan jelas, itu bukan hal baru bagi mereka.
"Ma bukan gitu ma, Bian cuma.."
"Ada apa ini? Kenapa teriak-teriak Sarah? Ada masalah apa?" ucapan Abian pun langsung terpotong kala sang ayah datang mendekati mereka. Saat itu memang masih pukul 8 pagi. Saat untuk Aditya, ayah Abian dan Keana pergi bekerja.
"Ini lo Mas, perempuan ini selalu aja ganggu jam belajarnya Bian, masa cuma pura pura sakit aja harus dianter sama Bian? Kalau Bian sampe ketinggalan jam pelajaran gimana?" ucap Sarah memanas manasi keadaan.
Tatapan nyalang pun langsung Aditya lemparkan pada Keana. Ia langsung berjalan kearahnya dan...
Plaak!