Tamparan itu cukup keras untuk membuat bekas biru dipipi mulus Keana.
Kenapa ini semua selalu terjadi padanya. Uang melimpah tak pernah menjamin kebahagiaan terjadi dalam hidupnya.
Apa salahnya. Ia bahkan tak tahu apa apa. Mengapa mama dan ayahnya selalu melakukan ini padanya. Tempat untuk pulang bak neraka dibenaknya. Ia hanya punya bunda. Satu satunya wanita yang selalu membelanya. Dan mungkin kini, ia juga punya Abian.
Entah sejak kapan Abian menemaninya disini. Di sebuah taman yang cukup jauh dari rumahnya. Kakinya kini terasa pegal karena berlari sampai sana. Sungguh miris.
Tadi, tepat setelah ia mendapat tamparan keras dari sang ayah, Keana langsung berlari keluar dari rumahnya. Meninggalkan rumahnya sambil terus menghapus air matanya yang tak mau diajak negosiasi.
Ia terus saja berlari tak tau arah. Sampai kakinya membawa Keana datang kesini. di taman ini.
Jika saja ia ada di posisi yang sama seperti Abian dimata orang tuanya. Ia pasti akan menangis di pelukan ayahnya. Bertanya, apa yang salah dari dirinya? Apa yang mereka benci darinya? Ia akan merubahnya.
Hanya satu keinginan Keana jika memandang manik mata sang ayah, ia hanya ingin mendapatkan pelukan hangat miliknya.
Namun Keana sadar. Sangat sadar. Itu takkan pernah terjadi. Karena sampai kapan pun ayahnya tak akan menganggap hadirnya ada. Anak parasit. Hanya itu kata-kata yang dilontarkan setiap hari padanya.
Ingin sekali Keana berteriak di hadapan kedua orang itu. Meneriakkan bahwa ia bukanlah anak parasit, ia hanya anak yang terlahir dari rahim kedua. Hanya itu. Dan itu pun bukan kesalahannya.
"Kean minum dulu," ucap Abian yang memudarkan seluruh lamunan tentang kehidupannya.
Keana hanya menatap botol air mineral yang Abian sodorkan padanya. Mengapa Abian menjadi sebaik ini? Mengapa ia baru mau menenangkannya setelah 16 tahun ia menyaksikan penderitaan yang Keana alami?
Bukankah sangat terlambat? Namun tak apa. Setidaknya ia masih bisa mendapatkan kasih sayang dari saudaranya.
"Kok malah ngelamun sih? ini diminum dulu Kean sayang! Biar cegukannya ilang," kata Abian sambil mengelus rambut hitam legam milik Keana.
Dan jujur saja, sayang? Keana, gadis yang sedari dulu tak pernah digubrisnya, dalam waktu sehari ia berani menyebutnya sayang?
Demi apapun Keana sangat senang saat ini. Setidaknya ada orang lain yang masih mau peduli padanya. Tak terasa seukir senyuman terbit di bibir ranum Keana.
"Ih kok malah senyum senyum sih? Salting ya gue panggil sayang?" tawa Abian pecah disana. Lucu sekali melihat ekspresi Keana. Wajah yang tadi tersenyum sumringah menatapnya, kita telah berubah warna. Merah. Sama seperti kepiting rebus kesukaannya.
"Awas, baper sama gue!" ucapnya lagi tanpa menghentikan tawanya. Keana benar benar lucu dimatanya.
Namun sebuah pikiran tiba tiba hinggap di kepala Abian. Bukankah selama ini Abian yang baper kepada Keana? Padahal bercakap dengan Keana pun tak pernah. Lalu dengan cara apa Abian bisa baper padanya? Bagaimana jika Abian benar benar menyukai Keana? Bisa panjang urusannya.
Seluruh pikiran Abian hilang seketika. Matanya menangkap hal yang lebih indah dibanding semua dilemanya.
Pemandangan kala Abian melihat Keana memium air dengan peluh keringat membanjiri pelipisnya.
Semuanya nampak seperti adegan slow motion di mata Abian. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan wahai Abian, batinnya.
Hatinya seolah ingin menjerit mengagumi Keana bak sosok bidadari.
Air yang diteguk Keana ludes tak tersisa. Matanya kini celingak-celinguk mencari dimana tempat sampah berada. Keana pun langsung bangkit meninggalkan Abian setelah netra menemukan apa yang dicarinya. Tindakan Keana menghipnotisnya. Mata Abian sama sekali tak bisa berpaling darinya.
Dering ponsel membuyarkan lamunannya. Dengan malas, matanya menatap kearah sumber suara. Ponsel Keana!
Abian segera membuka isi ponsel Keana. Rasa penasaran telah membunuhnya.
Tak terkunci. Tapi tunggu, wallpapernya! Terpampang jelas wajah cantik Keana yang berfoto di depan cermin bersama seorang laki laki yang tengah merangkulnya. Wajah laki laki itu tak tampak jelas karena tertutup oleh ponsel yang digunakannya berfoto. Siapa dia?
"Ngapain Kak?" tanya Keana sambil merebut kembali ponsel miliknya. "Lo ngintip apa?" tanyanya lagi. Sedangkan yang ditanya berusaha mencerna apa yang baru saja dilihatnya tadi.
"Kak pulang yuk!" Keana sempat mengucapkan itu dan ia langsung terdiam mematung karena ucapannya sendiri.
Pulang? Kemana sekarang ia harus pulang?
"Kean, gue boleh nanya sesuatu nggak?" tanya Abian yang langsung mengubah raut wajahnya yang semula santai menjadi sedikit serius.
"Ada apa?" tanya keana balik. Namun belum sempat Abian melontarkan pertanyaannya tiba-tiba hujan deras mengguyur seluruh kota.
Dan lebih sialnya lagi, Keana meninggalkannya begitu saja
*
1 tahun lalu
"Udah ready belum? Siap-siap aja buat kalian berdua, gue bakal buat kalian ngehirup knalpot kemenangan gue!" ucap laki laki itu bangga.
"Eh nggak usah kepedean dulu, Bocah! Belum juga mulai! Ntar ya kalau seumpama gue yang menang, kalian berdua harus traktir gue!" kata teman Abian yang lain tak kalah sombong.
"Gue aja yang selalu menang nggak pernah tuh sesombong kalian!" nyinyir Abian
"Yaelah itu lebih sombong namanya oncom!" gelak tawa langsung memenuhi area balap yang cukup ramai itu.
Merekalah tiga sekawan yang sangat menjunjung tinggi solidaritas. Tawa selalu mengiringi ketiganya. Sahabat yang selalu ada dikala yang lain merasa susah. Ah bukan sahabat lagi, mereka lebih senang disebut saudara.
"Eh tapi kali ini plis dong ngalah sama gue, gue tadi bilang sama seseorang kalau gue menang gue bakalan nembak dia," ucap salah satu diantara mereka. Wajahnya kalem. Bicara lembut. Dan jangan lupakan kemampuan otaknya yang begitu encer itu. Sungguh beruntung perempuan yang akan dinyatakan cinta darinya malam itu. Dialah Reno Aditama.
"Asekk siap No, kok ga bilang bilang sih sama kita?" tanya Abian sedikit geli ketika sahabatnya yang terang terangan ngebucin didepannya.
"Ciee Reno kita udah gede!" ejek laki laki berbadan jangkung itu.
"Asem emang kalian pada, ya udahlah ayo go! Tapi inget ya, kalian harus ngalah!" ucap Reno penuh penekanan.
Tak lama seorang perempuan berbaju kurang bahan pun berdiri di tengah tengah mereka. Ia mengangkat tangannya yang membawa sapu tangan.
" 1 2 go!" teriak wanita itu sambil menjatuhkan sapu tangannya. Sorak ramai pun langsung riuh disana.
Ketiganya melaju pesat. Namun ketika sampai ditengah tengah motor Abian dan satu sahabatnya itu memelan membiarkan Reno mengambil alih finish.
Seakan mengerti maksud memelannya kedua sobat itu, Reno pun melambaikan tangannya kearah mereka sambil berlalu melewatinya.
Saat ini, garis finish ada didepan mata Reno. Dan seorang perempuan berambut gelombang tengah melambaikan tangannya menyambut datangnya sang calon kekasih.
Namun tiba tiba Reno merasakan janggal saat mengendarai motornya. Dan disisi lain, salah satu teman Abian sudah hampir sejajar dengan motor Reno.
"Buruan oncom!" teriak laki laki itu. Tak ada sahutan. Namun yang terjadi malah diluar dugaan.
Saat motor sahabatnya berjalan mendekat ke arah Reno berniat mengulang kata-katanya barusan, motor Reno malah melenceng tepat disamping sahabatnya itu.
Berniat ingin memegangi besi belakang motor Reno untuk membantu Reno menjaga keseimbangan pun gagal, motornya malah ikut terhempas bersamaan dengan motor milik Reno.
Kecelakaan pun tak dapat dihindarkan. Darah mengecer dimana-mana dari kepala Reno. Helm yang sudah terlepas tentu membuat benturan di kepalanya tak dapat terhindarkan.
"Renooo!" teriak gadis di ujung sana berlari sambil terus mengusap air matanya. Gadis itu pun segera mengambil handphonenya untuk menghubungi ambulance.
"Bangsat lo!" teriak Abian dari arah belakang dan langsung menonjok rahang tegas milik sahabatnya itu.
" Kenapa lo tega celakain Reno, Regan?!"