"ke UKS aja ya." lirih Thifa lembut.
***
Yumna berdiri disamping tirai UKS. Mengamati Flora yang duduk tertunduk dipinggiran ranjang. Di depannya, Thifa setia menemani walau mungkin hampir hilang kesabaran.
Bel sudah berbunyi dua menit yang lalu. Namun baik Yumna maupun Thifa, tak berani memutuskan pergi. Nyatanya dari awal memasuki ruang kesehatan itu, Thifa sudah meminta berkali kali untuk kembali ke kantin. Dan yang terjadi malah Flora seketika berubah menjadi narasumber di sebuah seminar kesehatan dengan cara dramatis. Pidatonya yang begitu panjang cukup untuk mengunci mulut Thifa. Apalagi masih sesekali terdengar senggukan yang menyelingi perkataan Flora. Ahh dia masih kebawa perasaan soal tadi.
Namun, bukan berarti Thifa mendengarkan. Justru rasa kantuk lambat laun menggantung di kelopak matanya. Mengambil kesadarannya perlahan.
Yumna menghembuskan nafas berat. menatap pasrah pada jam di dinding. Ia akan terjebak disini. Mau gimana lagi?. Sekarang dia tahu. Betapa egoisnya Flora. Aiish... apa kabar dengan rasa laparnya?. Ahh lupakan saja. Jam istirahatpun sudah usai. Apalagi yang bisa diharapkan kecuali berdoa agar waktu berjalan cepat. Lambungnya mungkin juga sudah lelah memberi kode. Buktinya, tak ada lagi bunyi bunyi aneh di bawah sana.
Mau tak mau Yumna mesti terbiasa dengan efek perut kosong yang makin intens menyiksa. Sedikit menyibukkan diri pasti akan membantu. Matanya mencoba menepis kejenuhan dengan mengamati benda benda di sekeliling. Tentunya hanya barang khas UKS yang tertangkap oleh penglihatannya. Dari Tirai berwarna hijau muda yang menjuntai, dua tanaman hias, papan struktur organisasi UKS. dan sebagainya.
Yumna menatap Kotak P3K yang menempel di tembok. Setengah terbuka. Hmm pasti ada yang asal menutup. Yumna melirik Flora sekilas. Gadis itu masih terpekur dalam pikirannya. Ahh pasti kejadian tadi benar benar membuatnya malu.
Yumna berniat membenarkan Kotak berwarna putih itu. Lagipula pegel juga berdiri lama lama kayak patung. Saat baru saja ia berbalik.
"lo mau kemana...?." tanya Flora. Yumna kontan menoleh. Menunjuk tujuannya. Hanya butuh 3 langkah sedang dan Yumna bisa mencapainya. Krep!. tertutup.
"Oh kirain.... Hmm.. Pokoknya kalian jangan keluar ya...temenin gue ampe pulang." pinta Flora.
"Tapi udah bell ra..". Sergah Thifa takut takut. Yumna mengangguk kaku. Kembali menghampiri bilik yang di tempati temannya itu.
"Kan ini hari pertama... gak bakal langsung mulai pelajaran.. Ya?. mata gue masih merah nih. Ya.. kalian sahabat gue kan?." Ujar Flora penuh dengan pengharapan. Sebenarnya kedua mata gadis itu sudah kembali pulih dan tak semerah sebelumnya. Hanya saja pipinya masih tampak lembab. Huh! disaat kayak gini malah bawa bawa kata sahabat.
'Sahabat gimana? baru juga ketemu... dan kamu beda sama Flora yang dulu..' keluh Yumna dalam hati.
"Gue kan udah tadi pagi... gak ikut jam perwalian. masa sekarang..." Thifa segan melanjutkan ucapannya.
"Gak papa ihh!." Tukas Flora.
Yumna menghela nafas berat. 'Fix! Flora emang egois'. Jeritnya dalam hati. Duh! dimana sih petugasnya?!. Biar cepet disuruh kekelas lagi. Yumna mendesah putus asa saat melirik pintu.
"Tau gak kenapa gue mau temenan sama kalian?." Flora membuka topik.
Yumna beringsut duduk memilih tempat tidur pasien sebelah. Sreeek! tirai penghalang itu langsung di bukanya lebar .
"Karena background keluarga kalian itu tipikal keluarga sehat. Papah lo dokter kan fa?. mama lo juga yang bikin pelatihan Aerobik gitu kan?. Dan Yumna. Gue tau mama lo itu dokter psikolog. Dan peduli kesehatan banget. dari TK ke SD lo gak pernah jajan sembarangan kan. Dan lo selalu makan bekal dari rumah.." Papar Flora dengan yakin.
Yumna sedikit menggeleng. Citra sudah berhenti jadi Dokter psikolog. Entah sejak kapan. Yang pasti mamanya itu sekarang lebih fokus menjalani bisnis dan diselingi mengajar sebagai dosen di salah satu Universitas negeri. Ia tak menyangka ada yang begitu perhatian dengan kebiasaanya dulu. Ya, Faktanya, dulu memang hanya mereka berdua yang makan di kelas ketika waktu istirahat.
Disisi lain Thifa terperangah tak percaya. Hidup di keluarga yang fanatik dengan kebersihan adalah mimpi buruk baginya. Makanya dia menerima takdir buruk itu dengan terpaksa. Dan bagaimana bisa Flora berpendapat lain?. Ahh Flora sudah salah paham dengan jalan pikirnya.
"Gue tau gue kelainan... tapi gue gak mau sembuh hahaha.." Flora tertawa hambar. dua gadis di depannya meringis takut. Dia gila!.
Flora yang sekarang adalah bentuk rasa bersalahnya. Dulu Ia hampir seperti Thifa. Bedanya, Thifa hanya melanggar saat orang tuanya tak ada. Sementara dirinya, Terang terangan menolak semua aturan hidup sehat dari orang tuanya. Hingga badannyapun sampai ke tingkat over size dengan resiko penyakit berbahaya yang mulai berdatangan ke tubuhnya.
Flora baru benar benar tertampar sadar ketika pada akhirnya Ayah dan ibunya meninggal dunia akibat kecelakaan. Seketika dirinya menjadi yatim piatu dalam sekejap. Semenjak umur 12 tahun itu. Ia tinggal bersama om dan tantenya. Dan semua perkataan ibu dan ayahnya seolah menjadi panduan hidup.
Sayangnya, Flora salah mengartikan. Hingga ia tiba di tingkat takut yang berlebihan terhadap hal hal yang dianggap kotor.
Yumna membenarkan posisi duduk. Rasanya aneh mendengar pengakuan Flora yang tak mau sembuh. Ia tersenyum getir. Ia sendiri bahkan baru memulai upaya untuk sembuh. Hmm... apa ini juga ujiannya? apakah akan terpengaruh atau tidak?. Ahh semua orang boleh memilih. Tentu saja.
'Dia begitu pasti punya alasan. dan aku... ini semua demi mama...' batin Yumna.
Bip!
Thifa mengambil ponsel di saku seragam. Ada pesan pop-up masuk.
Ardhi : Yank cepet balik!
Thifa : kangen ya... tapi aku gak mau.. maunya di jemput... ehe
Thifa terkekeh setelah membalas pesan itu.
"Pasti si penyu itu ya.." Cibir Flora. Dengan gerak cepat. Seketika ponsel itu sudah berpindah ketangannya.
"Hei! Ardhi Chandra Banyu... Gak ada penyu penyunya." Protes Thifa dengan pipi menggembung. Dia pikir itu ekspresi marah?. Padahal setiap cowok yang melihatnya seperti itu, justru akan semakin gemas padanya. Bukannya takut. Yaa.. Apalagi Flora.. Thifa tak punya sisi menyeramkan sama sekali baginya. Diapun makin leluasa membuka ponsel gadis itu.
Yumna hanya bisa tersenyum. Tingkah Thifa yang lebih mirip anak kecil sukses menghiburnya. Haha.... Dan wow! kreatif sekali Flora. Yumna tahu, temannya itu menyimpangkan nama banyu jadi penyu. Ahh kenapa hal sepele ini bisa menggelitik hatinya. Yumna tersenyum lagi dan lagi. Bahkan sampai tampak gigi serinya.
"Naah kaan... gila... senyum lo pasti bikin semua cowok klepek klepek....jangan pelit senyum dong na...." Ujar Flora.
"Eh iya tau.. manis." Thifa memutar badan demi melihat Yumna. Ia berdecak kagum.
Ahh.. Tentu saja Senyum Yumna seketika lenyap. Berganti dengan ekspresi membingungkan. Wajah Yumna memanas. Matanya mengerjap tak beraturan. Berusaha menghindari tatapan kedua sahabat barunya itu.
"Waah pipi Yumna merah... serius deh.. cantiknya dapet nilai plus plus plus..." Ucap Thifa antusias.
Yumna perlahan memegang pipinya yang memanas. Aissh pasti sudah semerah tomat. gadis itu meringis canggung.
***
"Abis dari mana?!!." Bentak Bu Meti memecah keheningan. Beberapa siswa berjalan membungkuk melewatinya. Adapula yang sampai merangkak lemas. Suaranya yang tegas membuat gemetar setiap pasang lutut saat itu juga.
Iring iringan remaja lelaki itu di tutup dengan dua lelaki bertubuh jangkung. Mereka berdiri tegak dengan pandangan mata kebawah.
"Terimakasih Naga, Dewa.. silakan duduk." ucap Bu meti. Belum sampai ketempat duduk masing masing. Mereka kembali terhenti dengan pertanyaan Bu Meti yang mendebarkan.
"Tiga kursi kosong...dimana orangnya?!.."
"Di di rumah..." sahut Ardhi tak sadar. eh! issh.. ia mendesis sesal saat mendapat sorotan tajam.
"Jangan bohong!! Jelas jelas itu ada tasnya."
Ardhi sudah mengirim pesan ke Thifa beberapa saat lalu saat ia digiring masuk kelas. Ahh entah sampai atau tidak. Hmm bilang saja mereka sakit. kan di UKS.
"Eh maksud saya Di UKS bu...sakit..." Jawab Ardhi lagi.
"Naga.. Periksa UKS. Mana mungkin sakit berbarengan seperti itu. sekarang!!." Semua makin beku dalam duduknya. Lengkingan suara Bu meti bak samurai yang memotong lidah siapapun. Semua terdiam.
"Baik bu..." ucap Naga. Aishh.. ia mendesis kesal. Merepotkan saja!.
Ardhi memejamkan mata menyesal. 'Ah sial! bego!' umpatnya dalam hati. Sekarang pacarnya dalam bahaya.
Diam diam ia membuka ponsel. Mengintip balasan Thifa. Ia yakin pasti sudah di balas.
Thifa : Kangen ya... tapi aku gak mau.. maunya di jemput... ehe
"Hah?!.". Ardhi terbelalak dan langsung membekap mulutnya.
"Kenapa Ardhi?!." Tanya Bu Meti dengan nada super dingin. Untung perempuan itu sedang fokus memeriksa absen di meja guru.
"Eee.. ga..g..gak papa bu..." jawab Ardhi terbata bata. Hmm... Kali ini Thifa akan mendapat alamat buruk karena kebodohannya. 'Bucin terus bikin bahaya juga ternyata..ahhh...' Gerutu Ardhi dalam hati sambil mengacak rambutnya frustasi.
***
Ceklek...!
Semua mata tertuju pada pintu yang terbuka perlahan. Nyala mata Yumna berbinar. Ia yakin akan segera keluar dari ruangan ini. Namun Ia berubah tanpa ekspresi saat melihat Naga yang muncul dengan raut datarnya.
"Kalian di panggil Bu meti suruh balik ke kelas." Ucap Naga sambil berjalan santai mendekat. Ia menduga pasti akan ada penolakan. Ia sedikit janggal juga saat melihat ekspresi Yumna yang berbeda sendiri. Gadis itu tampak buru buru beranjak dari duduknya dan tersenyum. Ahh tentu saja karena dia tak tahu Bu Meti itu siapa..
Flora dan Thifa saling pandang penuh ketegangan. Bagaimana tidak?!. yang memanggil mereka adalah guru matematika yang terkenal killer.
"G ga..gak bisa..! mereka mesti nemenin gue..." seru Flora masih shock, efek mendengar nama bu Meti.
Yumna menghela nafas panjang. Sepertinya akan sulit. Semangatnya hilang kembali. ia beringsut duduk keposisi awal.
"Kalian ngapain disini hah?!... gak ada yang sakit juga.! gue tau kalian baik baik aja..." Naga memandang mereka bergantian dengan tatapan mengintimidasi.