Chereads / Jadi kelinciku / Chapter 32 - Mama pulang

Chapter 32 - Mama pulang

"Terimakasih..." lirih Pandu seraya tersenyum samar mengamati kepergian dua wanita itu.

***

Yumna duduk di anak tangga teratas. Seekor kelinci menjadikan pahanya sebagai meja. Dimana terdapat tiga buah wortel berukuran sedang. Disisi lain sang majikan tak berpaling sama sekali dari buku yang ia baca. Meski begitu, Yumna tak sedikitpun melewatkan waktu untuk membelai bulu halus peliharaannya.

Lambat laun punggungnya mulai pegal. membuatnya memilih bersandar ke dinding. Cherry tetap melanjutkan makan malamnya. Mungkin sebentar lagi Yumna harus ke meja makan juga. Jam berapa sekarang?. Jam 8 kurang seperempat. Ahh iya, Saatnya Cherry tidur.

Setelah mengembalikan Cherry ke kandang. Yumna berjalan dengan langkah berat ke ruang makan. Lalu duduk sambil menatap kosong ke depan. Ia mulai berkutat dalam fikirnya.

Apa semua orang juga mendapat pengalaman buruk di hari pertama sekolah?. Ahh...Yumna rasa mungkin hanya dirinya. Sial Yang pertama, satu sekolah dengan Zaky, untungnya beda kelas. Yang kedua, langsung mendapat satu musuh baru, yakni Naga, tapi anehnya cowok itu juga yang banyak membantunya. Yang paling utama dari semuanya. Ia sendiri dihukum di hari pertama gara gara dua temannya yang justru begitu menyusahkan dengan kelainan yang Flora miliki. Ia dibuat lapar selama disekolah, kemudian dibuat kepanasan pula sampai pingsan. Tapi Yumna tak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa Ia bahagia punya teman baru. Hmm..

Dunia jelas jelas sudah menjelaskan bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Setiap ada kelebihan selalu disandingkan dengan kekurangan. Yaah... hidup tak mungkin sedatar kaca jendela.

Jika di lihat dari segi mimpi dan kenyataan. Dua sisi itu tetap saja ada nasib jelek yang merundungnya. Namun jangan lupakan banyak juga keberuntungan yang Yumna dapatkan.

Tentang Naga... Yumna belum jelas menerjemahkan sikap pria itu. Seolah ada dua orang yang mengisi satu raga itu. Kadang Yumna menaruh ketertarikan pada ketua kelas tak punya hati itu. Eh! tapi dia juga yang membawanya ke UKS. Bahkan memberi makanan dan menyuapi sesendok bubur. berarti dia punya hati... ya kan? Aissh... lupakan yang itu... Yumna menggeleng beberapa kali.

Naga terlalu acuh pada Yumna. Gadis itu cukup tahu diri. Ia hanya anak baru, pendiam yang jelas jelas bukan tipe wanita idaman bagi pria seperti Naga. Si cowok angkuh berparas tampan bak pangeran negeri es.

Hmm.. Yumna tak menyangka, Dibanding pertemuan pertama saat di perpustakaan, ternyata Naga bisa terlihat lebih keren saat menggunakan seragam sekolah. Dan selain karena penampilannya, Yumna juga sangat takjub dengan pembawaan pria itu. Dewasa, bijak, sopan, tampak cerdas, dan tak kenal takut. Entah darimana Yumna mendapat definisi seperti itu. Ia bahkan mengabaikan sifat labil yang melekat pada diri Naga saat di hadapannya.

"Kenapa mba? ngelamunin siapa? mikirin mas Zaky ya?." Desi terkikik geli melihat raut protes dari wajah Yumna. Pasalnya, Gadis itu tampak langsung mengerucutkan bibir. ART itu terkekeh seraya menengkurapkan piring di depan Yumna. Lantas melakukan hal yang sama pula di kursi seberang meja.

Yumna seketika melupakan kekesalannya. Dahinya mengernyit. Bibir atas dan bawah menempel dua kali, untuk menyebut 'Mama' meski tanpa suara. Matanya mengikuti langkah Desi yang sedang sibuk menuangkan jus jeruk ke gelas. Desi itu lupa atau gimana?. Seingatnya Mama belum pulang.

Yumna kontan mengangkat wajah saat hentakan langkah kaki cepat mengisi indra pendengarannya. Namun dalam sekejap pandangannya jatuh tertunduk. 'Mama udah pulang...?." tapi langkahnya kedengaran beda dari biasanya. Hatinya menghangat. Hanya dirinya yang begitu beruntung mendengar langkah kaki itu lagi.

"Silahkan duduk Bu..." ujar Desi sopan.

Yumna mengigit bibir bawah. Entah apa perasaannya sekarang. Citra sudah melewatinya dan duduk disana. Di tempat biasa. 'Kapan mama pulang? kok aku baru tau..' Batin Yumna sembari terus mengamati Citra. Sebuah senyum terukir sendiri di wajah nya.

"Des.., kamu juga ikut makan disini. " perintah Citra.

"Tapi bu, saya gak..."

"Gak ada penolakan..." Citra tersenyum singkat. Itu bentuk keramahan atau kemarahan huh?. Atau apa?.

Desi meringis seraya menunduk patuh. Lalu mengambil piring sendiri di lemari. Ia perlahan duduk dengan segala ketidak nyamanannya. Lagi lagi ia dihadapkan dengan situasi canggung. Duduk sejajar dengan majikan.. Ahh... rasanya ia lebih baik makan di lantai, dari pada satu meja dengan mereka. Namun ia tak mau menerima konsekuensi emosi Citra yang bisa membunuhnya seketika. Tatapan dingin Citra saja bisa membuatnya berhenti bernapas. Apalagi kemarahan, pasti jantungnya akan berhenti seketika juga. Jadi, tak ada pilihan lain kecuali menurut. 'Hmm..pantas saja aku disuruh masak banyak.' batinnya.

"Sedikit perayaan untuk....eemmm..." Citra terdiam beberapa saat. Ia sendiri jadi kehabisan akal. Kenapa tak memikirkan dari awal soal kata pembuka. Apa yang bisa ia gunakan sebagai judul dari perayaan dadakan ini. Desi mencondongkan badan untuk mendengar ucapan Citra.

"Bisnis saya berjalan lancar... ya... itu....." Citra mengendikan bahu berlagak santai. Ia pandai menyembunyikan kegugupan dengan ekspresi sedatar mungkin. Siapapun akan bingung dengan dia. Mana ada perayaan tanpa tawa?.

Yumna meringis bingung. Ia sepenuhnya gagal mengerti dengan maksud kata kata Citra. Sudah lama Ibunya itu tak merayakan keberhasilan apapun. Ahh tentu saja ini hal baru yang bagus. Dan iapun juga siap kembali merespon setiap kata kata ibunya.

Satu hal yang Yumna harapkan sekarang. Setidaknya Citra bertanya bagaimana ia bisa masuk SMA Berlian?. Bagaimana hari pertamanya?. Coba ceritakan?. atau yang paling sederhana, Selamat Yumna!.

Citra tentu tahu terkait kepindahan putrinya ke sekolah biasa. Em.. Yumna bukan di sekolah luar biasa lagi lho!. Ahh... lupakan saja. Segala sesuatu memang butuh proses. Yumna mengehela nafas samar.

'Mama baik, mama baik, mama baik, mama baik.' Bisik hati Yumna tiada henti. Ia berupaya mengalahkan seluruh pikiran negatifnya tentang mama.

"Baik biar saya yang ambilkan bu..." Ucap Desi. Ia lantas mengambilkan nasi baik untuk Citra maupun Yumna. Sekaligus dengan lauk pauk kesukaan keduanya. Desi sudah sangat paham sekali dengan selera majikannya.

Citra memanjatkan doa sebelum makan. Butuh waktu 3 menitan untuk menyelesaikan doa itu. Doa yang hanya dia yang tau. Di sisi lain Yumna juga sama sama menengadahkan tangan dengan tatapan sendu pada Citra. 'Aku hanya ingin membuat mama bahagia memilki anak seperti aku.' Pinta Yumna dalam hati pada Yang Maha Kuasa.

Yumna segera mengaminkan saat Citra membuka mata. Ia tak mau kepergok tengah memandangi Ibu nya.

"Mari..." Ucap Citra seraya memamerkan senyumnya yang irit. Oh astaga.. 'apa aku lupa cara senyum yang benar?' Batin Citra kembali memaksakan senyum yang malah tampak aneh. Seolah otot wajahnya sudah berkarat karena sudah lama tak digunakan dengan maksimal. Tertawa misalkan... ia sudah lama tak tertawa renyah. Selalu saja hanya mencapai dua suku kata. 'Haha.' Ahh tawa macam apa itu?. sangat hambar.

Citra membuka mulutnya. Jemarinya menekan pipi memastikan rahangnya masih ada disana. Ah tentu saja ada. Dan tak berubah.

Detik berlalu dengan cepat. Ruang makan terasa lengang. Hanya terdengar dentingan sendok, piring, dan gelas. Terlalu segan untuk memulai pembicaraan. Sedangkan Citra, ia merasa biasa saja. Memang beginilah makan yang semestinya. Tanpa bicara.

Citra pikir sudah cukup jelas mengatakan ini adalah syukuran dengan makan bersama. Mengajak asisten rumah tangganya untuk bergabung. Apa ada hal lain yang harus di utarakan?. rasanya tidak. Ia sudah sangat lega bisa mencapai malam di hari ini. Dibanding dengan wajah datarnya. Hatinya justru lebih cerah dari siapapun.

Yumna masih mencuri pandang kepada Mamanya beberapa kali. Ia tak benar benar makan. Hanya mengaduk aduk isi piring sampai tak berbentuk sama sekali.

"Kenapa Yumna?.." Tegur Citra dingin. Ia tahu bahwa belum ada sesuap nasi pun yang masuk kemulut gadis itu. Meski ia tak memperhatikan secara jelas apa yang dilakukan Yumna.

Yumna terkesiap mendengar ucapan itu, sedikit menggeleng lemah. Ia Langsung menyuapi dirinya dengan setengah sendok nasi.

"Masakan saya selalu enak kok mba...Ya kan." ujar Desi meyakinkan lalu mengunyah makanan dengan antusias. "eeemmmm. hmmm enaaak..." Wanita itu merem melek memuji masakannya sendiri.

Yumna langsung tersenyum manis. Meski sebelah pipi masih menggembung sedikit. Ia reflek mengacungkan jari jempol. Nyatanya, Desi berhasil menggelitik hati gadis itu. Kelakarnya begitu alami.

"Ekhem.. " Citra berdehem dilanjutkan meminum seteguk jus jeruk. Hanya dengan itu, sangat cukup untuk memusnahkan ukiran senyum pada kedua wajah anak dan asistennya. Apa lagi Yumna. Ia segera membuat mulutnya penuh lagi dengan makanan.

Padahal, siapa sangka, Citra hanya belum siap menyaksikan putri semata wayangnya bisa seperti itu. Menimpali candaan Desi yang biasanya di acuhkan.

"Kamu pindah sekolah?." Citra mencoba memancing respon Yumna.

Yumna terdiam. Desi jadi ikut tegang. Diam diam ia menghitung mundur. 5, 4, 3, 2,....

Yumna mengangguk perlahan. Ia tak bisa menduga duga apa yang akan Citra lakukan. Berharap dapat ucapan perhatian. Tapi dari nada bertanyanya pun terlampaui sulit di golongkan ke perasaan manapun. Entah penasaran, senang, atau bahkan tidak suka.

Desi tersenyum samar. Ia yakin Citra pasti sangat bahagia sekarang. Ohh ayoolah...ini kabar yang sangat mengembirakan. Yumna sudah mau menanggapinya.

Namun nihil. Citra tak mengatakan apapun lagi. Yumna menarik nafas seolah mengambil kesabaran sebanyak banyaknya. Ia sama saja seperti mengharapkan kehangatan pada gunung es di kutub selatan. Hmm mustahil. Yumna tersenyum getir.

Keheningan kembali menyelimuti mereka. Citra sudah selesai dari tadi. Begitupun Desi. namun tak ada yang beranjak. Hingga Yumna sampai di suapan terakhir. Citra menghentikan aktifitasnya. Ia menaruh ponsel di meja.

"Ini sudah selesai bu?." tanya Desi seraya beranjak berdiri. Ia berniat membereskan semuanya. "Perayaan macam apa ini?. haha ini tidak lucu sama sekali." Desi berdecak sambil bergumam pelan.

Yumna mendorong kursi kebelakang. Mungkin ia lebih baik langsung tidur.

"Selamat Yumna." Lirih Citra. Yumna urung berdiri. Ia kembali duduk perlahan. Hei! apa tadi itu suara makhluk gaib atau memang suara mama?. apa telinganya bekerja dengan benar?.

Ahh..iya...tentu saja mama. Yumna menunggu kata kata selanjutnya. Lagipula Ia tak mungkin pergi begitu saja saat diajak bicara. Setidaknya itulah yang harus ia rubah dari kebiasaan acuh tak acuhnya.

"Cepppat tidur...besssok sekolah..." Ucap Citra sangat kaku. Matanya bergerak tak beraturan. Ia begitu gengsi untuk menunjukan sikap perhatian itu. Wanita itu segera berdiri dan langsung meninggalkan ruang makan dengan langkah setenang mungkin.

Yumna memutar badan. Menyaksikan punggung Citra yang kian menjauh. Agaknya mentari sudah muncul setelah hujan. Dan pelangi?! ahh tunggu saja. Yumna tersenyum senang. Senyum yang lebih jelas dari biasanya. Sampai memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapi.

Yumna berbalik lagi. Menggigit bibir masih tak menyangka. Kedua sudut bibirnya tetap tertarik keatas. Ia kali ini susah sekali menahan senyum. Oh lihatlah... di dunia ini memang tak ada yang mustahil. Hatinya benar benar bergetar mendapat hal luar biasa ini. Mata Yumna mengembun. Tersentuh. terharu.

"Mba...." Bisik Desi di depan tempat pencucian piring. Ia langsung mengacungkan dua jempol kearah Yumna. lalu bertepuk tangan kecil. Yumna membalas dengan senyum lega.

'Terimakasih hatiku... kau sudah begitu sabar menemaniku dalam harapan yang tak pernah berubah. Selamat... sekarang kau sedikit demi sedikit mulai menemukan pelangi untuk mu sendiri.' Batin Yumna sambil melangkah ringan ke kamar.