"..sekarang...? ya."
Tugas mendadak itu sudah biasa bagi Diva. Namun hari ini setelah panggilan darurat untuk menenangkan pasien yang hilang kendali itu, Diva langsung meminta izin untuk pulang lebih awal. Mengingat waktunya tak banyak untuk mengurus kepindahan Yumna.
Diva pikir akan lebih baik jika Citra diberi tahu nanti saja. Lagi pula ia cukup segan mengganggu wanita itu. Dan terlebih lagi ini bukan rencana jahat. Justru sebuah gagasan baru dalam mengembalikan Yumna yang dulu.
Zaky terus memaksa ikut, Diva tentu menolak. Dengan alasan Zaky harus menjaga rumah. Padahal keamanan kompleks jelas sangat terjamin. Ya, itu hanya cara halus Diva untuk melarang Zaky ikut. Secara gak langsung.
Ketika pulang, langkahnya berbelok ke depan pintu rumah Yumna. Ia bahkan masih memakai jas putih. Saat pintu terbuka. Diva langsung masuk diikuti Desi dibelakang.
"Mana Yumna?..." tanya Diva tanpa basa basi.
"Taman belakang..." Jawab Desi.
"Dia lagi apa emang?."
"Mainin kelinci..."
Diva berjalan santai. Sesekali melirik beberapa potret di dinding. Bisa dibilang lebih banyak lukisan ketimbang foto. Berapa yang hilang? Diva yakin harusnya lebih dari ini. Kini semua hanya tinggal foto yang terkesan biasa saja. Senyuman tipis. Kemana potret bahagia mereka?. dulu ada foto ultah Yumna ke 5 tahun yang diabadikan. Dan tentunya dengan tawa lebar dari ketiga anggota keluarga tersebut. Ya..semua benar benar berubah. Bahkan hilang.
"Itu.." Ujar Desi seraya tangannya mengarah pada Yumna yang hanya terlihat kepalanya saja karena terhalang dedaunan tanaman hias.
"Dia bener bener tertutup banget ya.. sampe tempat pun dia nyari yang nysruk gitu.."
"Iya..saya sih jarang ampe kesana..takut ada uler...hiih kan sereem...deket semak semak..." Desi bergidik ngeri. Seraya berlalu pergi.
Diva menaikan alis kanannya. 'tu anak lagi asyik becanda ama kelincinya? iya gak sih?' pikir Diva. Sambil mengikis jaraknya pada Yumna. Langkahnya dibuat sepelan mungkin untuk meminimalisir bunyi. Yumna tampak tertawa tapi Diva tak yakin. Gadis itu jadi lebih mirip pantomim sekarang.
Ahh kalau dipikir pikir Yumna pasti akan terkejut jika Diva muncul tiba tiba. Aha!. ada ide. Ia pun mencoba menjauh beberapa meter.
"Yumnaaa....kamu dimana?.." Bisik Diva.
"Disinilah...hihi.." sahut Yumna terkikik sambil mengelus hewan berbulu itu. Namun detik berikutnya Ia terbelalak dan langsung membekap mulutnya sendiri. Kelinci putih itu pun lepas. Ia sungguh tersentak dari hayalan. Ia pikir, tadi itu suara Cherry. Imajinasinya yang menganggap Cherry sebagai siluman kelinci, jadi membuatnya yakin kalau Cherry juga bisa bicara dan menjawab semua pertanyaannya. Ahh ayolah... Yumna terlalu kesepian. Siapa lagi yang bisa Ia percaya untuk mendengar semua curhatannya.
'Duh! tadi itu siapa..dan Cherry... Aissh... kemana pula dia?' mata Yumna menyelusuri sela pot pot besar. Ia mendesis cemas. Gadis itu jelas tak bisa meremehkan kemampuan Cherry untuk kabur. Si putih itu bahkan sudah ahli menyelinap ke tempat manapun tanpa ketahuan.
Terpaksa Yumna harus mencari. Sebelum Peliharaannya itu makin sulit ditemukan. Ia beranjak dari duduknya di kursi panjang itu.
"Aku disini...." Seru Diva yang kontan membuat gadis itu berbalik. Yumna tertegun 'Itu Ka Diva .. dia mau apa?.' Iapun menarik senyum dan menunduk sopan. Sedikit melirik Cherry yang dibelai lembut oleh wanita itu. Bagaimana jika Diva tergigit?!. Yumna meringis khawatir.
"Oh..ini..." Diva menyerahkan Cherry pada sang pemilik. Gadis itu menyambut dengan gembira. "Ternyata bener kata Zaky kalau kamu suka kelinci.." lanjutnya.
Yumna tersenyum kikuk. Berapa banyak yang Zaky ceritakan pada Diva. Semoga saja tidak semua. Soal kejadian di mobil itu. Yumna sungguh ingin mengulangnya. Semua sikapnya saat itu benar benar diluar kehendak. Ia hanya tak berdaya dengan tubuhnya yang melemah. Ya! itu..! Yumna memiliki gengsi yang over dosis di depan Zaky. Entah sampai kapan dia akan terus menepis perasaan itu. Perasaan yang ia anggap aneh dan hanya muncul ketika berdekat dekatan dengan cowok kurang akal seperti Zaky. Seolah badannya di ambil alih, ia kadang menerima semua perhatian Zaky.
Diva menghela nafas. Dan menjatuhkan pantatnya di kursi taman itu. Kemudian melempar senyum manis pada Yumna.
"Duduk..." Diva menepuk sisi kosong disamping. Yumna mengikuti patuh tanpa berani memandang wanita berjas putih itu. Pura pura sibuk mengelus lembut hewan berbulu di pangkuannya.
"Rasa takut itu manusiawi....dan pasti bukan tanpa alasan.. Apa pun itu, kamu harus menghadapi ketakutan itu." Diva melirik Yumna yang masih diam. "Apa aku keliatan serem...?" Tanya Diva menyelidik.
"Hei kamu bukan anak kecil lagi kan.. yang takut kalau liat dokter..takut disuntik. haha..." Diva tergelak sesaat. Lantas pura pura terganggu tenggorokannya..berdehem beberapa kali. hhhhh..Akhirnya menghembuskan nafas berat. Karena yang diajak bicara tak menaggapinya sama sekali.
"Kamu tau gak?! ketakutan itu gak ada... kecuali dalam pikiran.." Diva menyentuh pelipis Yumna. Memberi efek kejut pada gadis pendiam itu.
"Kata marie curie... Tidak ada sesuatu pun dalam hidup yang perlu ditakuti, hanya untuk dipahami. Sekarang adalah waktu untuk lebih memahami sehingga kita tidak perlu takut."
"Semua yang kamu lakukan tak sepenuhnya membahayakan orang lain. Bahkan tidak sama sekali. Banyak hal yang kamu gak tau... cara kamu menutup diri kayak gini.. justru bikin kamu gak lihat sisi lain dari dunia. bahagia, bebas, nyaman, dan kasih sayang." Diva mengulum senyum lalu memamerkan deretan giginya.
"Kita lebih menderita dalam imajinasi daripada dalam kenyataan. Ketakutan, kebencian, dan kecurigaan mempersempit pikiran kamu. jadi..." Diva menarik nafas dan menghembuskan perlahan. "Izinin saya bawa kamu ke dunia nyata...yang pasti lebih banyak kebahagian yang mesti kamu rasain.."
"Saya bukan orang jahat... jadi dengarkan saya... Kak Citra udah mengamanatkan kamu ke saya.. Saya faham banget.. Mama kamu pengen kamu yang dulu...Yumna yang murah senyum... Yumna yang selalu bercanda dengan mamanya.. bermanja manja...dan.."
Yumna diam diam mendengarkan tiap untaian kata Diva. Mencernanya dengan baik. Sedikit memberi celah di hatinya yang gelap. Jelas dia benar benar mengharapkan Citra yang seperti itu.. Namun lagi lagi keraguan menyelinap ke lubuk hatinya. Memporak porandakan harapan yang hampir tumbuh. Tanpa sadar Yumna menggeleng tegas. Berharap itu sakit!. Sudah cukup ia diingatkan bekali kali oleh mamanya. Selamanya Yumna bukan siapa siapa di mata Citra.
"Dan Yumna yang selalu memeluk mamanya dengan kasih sayang...". Ucap Diva. menuntaskan kata katanya.
"Aku gak percaya!! Mama aja selalu dingin sama aku...!" Seru Diva sambil bersedekap. Yumna menoleh cepat dan langsung tertunduk lemas. Tepat sekali, itulah yang ia pikirkan. Membayangkan mama saja sudah membuatnya sakit hati.
"Semua karena kamu...." Bisik Diva. Yumna jadi seolah mendapat mesin waktu. Karena entah kenapa mendadak serasa kembali ke masa lalu.. melihat tragedi perampokan di rumahnya 9 tahun silam. Hatinya sontak bergetar. Dadanya sesak. 'Bodoh! tentu saja aku penyebabnya!' Batin Yumna mengutuki dirinya sendiri.
"Karena kamu yang berubah....kamu yang mengacuhkan semua orang... kamu yang terlalu takut sama mama kamu.. kamu sadar kan kalau kamu juga memperlakukan mama kamu kayak ke orang asing?..hmm harusnya kamu sadar." Diva menatap Yumna yang beku dalam diamnya. Gadis itu tampak menghentikan aktivitasnya mengelus Kelinci.
Bagaimanapun dugaan Yumna yang salah seketika menampar kesadarannya. Karena sekali lagi Ia menemukan dirinya sebagai orang yang tak tahu diri. Terus bertanya tanya kenapa mama berbeda? Selalu mencari jawaban ke masa lalu yang selamanya akan sama. Nyatanya Ia terlalu percaya diri dan menolak menyalahkan diri sendiri. Kenapa sulit sekali intropeksi diri?
"Kalian itu ibarat telur ayam... hmm masa telur Ayam..." Diva terdiam.. bersikeras mencari nama lain. "apa..ya.." lirihnya.
"Ahh gak ada..." Diva mendengus kesal. Detik berikutnya Ia kembali serius.
"Perempuan diciptakan dengan perasaan lembut. Nyatanya kalian malah terlalu keras kepala di luar. ya! kalian emang cocok diumpamain sama telur. dan kamu tau kan kalau telur di adu itu bakal jadi apa?..." Diva melihat jam sekilas. Pukul 2 siang.
"Pecah!." ucap Diva. "Semoga kamu paham... dan... kalau kita umpamain pake batu.. sama aja.... di adu juga bakal pecah.." Diva terdiam beberapa saat. " Tapi kamu bisa jadi air.." Diva menarik senyum antusias. "Kamu pasti tau... setetes air bisa melubangkan batu yang keras sekalipun.."
Yumna mengangguk pelan. Ia mulai menyadari. Hidup akan terus berjalan. Dan Kata lelah tak akan menghentikan waktu. Masa lalu yang membayangpun tak akan datang untuk meminta di luruskan. Semua yang terjadi sudah menjadi takdir. bukan untuk diratapi seumur hidup. atau bahkan merusak masa depan. Cukuplah menjadi pengingat yang terkenang. Apa yang terjadi nanti hanya tentang bagaimana dirinya sekarang.
"Saya bakal bantu kamu.. menjadi air. belajar tak acuh.. dan memandang dunia dengan cara berbeda..". Diva meraih tangan Yumna.
Diva berdiri. Kembali memeriksa jam tangan. lantas tersenyum seraya mengangguk pasti.
"Saya yakin kamu gak bakal nolak... " Diva menarik tangan Yumna. dan membawa mereka keluar dari tempat itu.
"Desi..." Teriak Diva cukup keras.
"ya...." Desi berlari kecil dari dalam rumah.
"Saya dan Yumna bakal pulang malem kayanya..."
"Mau ngapain....?"
"Ada urusan tentang batu dan air.."
"hah?!..."
***