Zaky skakmat!
Tio beranjak merenggangkan badan, sebentar kemudian menghampiri Diva. Melewati Zaky yang terbengong mundur memberi jalan.
"Jadi.... " Tio kembali memposisikan diri berlutut tepat didepan Diva. "Maukah kamu menikah denganku...menjadi ibu dari anak anakku..."
Diva mengerjapkan mata berkali kali. berusaha mencerna tiap kata kata yang keluar dari lisan Tio. Lalu menatap pria itu menyelidik.
Sementara itu, Yumna makin gusar menyaksikan dari atas balkon. Sumpah demi langit dan bumi, Ia sungguh tak rela Diva menjadi korban Om hidung belang selanjutnya. Belum pernah Ia melihat lelaki dengan ambisi melamar ditiap waktu seperti Tio. Dia pasti tak waras. Penampilannya benar benar tak menggambarkan dirinya. Oke, sekarang Yumna makin setuju dengan pepatah lama ' Dont Judge a book by its cover'. Semua nyata didepannya sekarang.
Entah apa yang dipikirkan Diva. Ia justru membungkukan badan dan mendekatkan wajahnya pada Tio. Hingga jaraknya hanya sejengkal. Ia menatap dua bola mata pria itu bergantian.
Yumna dan Zaky terperangah di tempat yang berbeda. Dengan pandangan mata yang berbeda pula. Zaky nampak antusias dengan mata yang berbinar. 'Ayo kek buruan!' batin Zaky. Disisi lain Yumna malah tampak frustasi menduga duga apa yang akan terjadi. Apa yang akan dilakukan Diva?!.
Jangan jangan Diva akan meniru adegan drakor yang selalu di 'Cut' saat tayang di layar kaca Indonesia. Please Diva.. cepat ambil kewarasanmu...!
Tio tersenyum simpul.
Yumna bersikeras tak akan membiarkan hal itu terjadi. Dengan kecepatan kilat Ia berlari masuk kamar, menyobek kertas asal dan menulis sesuatu disitu. Tak sampai lima detik. Ia lari lagi kedekat tralis. Membentuk kertas menjadi bola setelah sebelumnya telah diisi dengan sebutir kerikil yang diambil dari pot tanaman hias. Jelas Ia berencana melempar bola kertas itu tanpa hambatan.
"Harus kena..." desis Yumna menutup sebelah matanya. Menempatkan bola kertas itu di depan mata. Memperhitungkan bidikan yang pas agar tepat sasaran. Ya!.
Diva yang masih tak bergerak di tempatnya mau tak mau menerima serangan dadakan itu. duk!. "Aww...Sakiiit!!" pekik Diva. Tepat di bahu sebelah kanan. Wanita itu kontan mencengkeram bahunya. Tio merubah ekspresinya menjadi panik. Entah itu sungguhan atau.....
Yumna reflek bersembunyi saat mendengar teriakan Diva. 'Duh! semoga gak ketauan...' Batin Yumna cemas. Rasanya jantungnya mulai senam lagi. Dan dengan irama yang sangat meresahkan.
"Kamu gak papa....? boleh saya periksa? takut ada luka." Tanya Tio mendesak. Sikap sok perhatiannya terlalu over. Ia bahkan memaksa Diva melepaskan tangan yang menutupi bahu yang terkena bola kertas itu. Ya bisa saja sih luka.. tapi kan kemungkinannya kecil. Diva bergeser menjauh. Nyatanya sikap Tio justru membuatnya tak nyaman. Risih!.
"Gak papa... gak papa." Diva menepuk nepuk bahunya beberapa kali. lalu tersenyum meyakinkan.
"Gara gara ini nih... jadi gagal nonton live...." Zaky memungut bola kertas itu yang kebetulan bergulir kearahnya tadi. Ia mengomeli benda itu gemas. "kecil kecil...ngrusak suasana!.hiih!"
"Jadi kamu terima lamaran saya kan?." Ucap Tio memburu jawaban. Ia sudah terlalu percaya diri. Padahal setiap Ia melamar seorang wanita dan mengumbar janji janji manis, ujung ujungnya Ia dengan mudah lupa ketika bertemu wanita lain.
"Kapan saya jawab iya?? enggak kan?.. hmm.. Kamu itu bukan butuh istri....tapi butuh ustadz..atau.. dokter..atau...ahh entahlah... pokoknya kamu harus keluar dari obsesi aneh kamu itu." Diva menepuk bahu Tio seraya melempar senyum bijak.
"Saya gak faham maksud kamu apa... intinya apa? iya apa enggak?."
"Engga... saya ENGGAK nerima lamaran kamu." jawab Diva untuk memperjelas penolakannya.
"Ohh oke...selamat tinggal." Tio manggut manggut. Ia masih menganggap Diva sama dengan wanita lain. Ia tersenyum remeh. 'liat aja.. dalam lima detik... kamu bakal ngejar saya untuk kembali.' batin Tio congkak sambil berjalan lambat menaiki mobilnya.
"Selamat tinggal..." ucap Diva dengan tenang.
"Otak kakak tu emang rumit... gak ketebak...kirain tadi mau nerima... iya..sih model om om begitu mah tendang aja...puas aku dah nendang dia tadi...harusnya kakak nyoba juga... hahaha.." Ujar Zaky tertawa sambil berulang kali melambungkan bola kertas lalu menangkapnya lagi dengan tangannya.
Hap! Diva meraih benda yang tengah melayang dimainkan Zaky. Membuat adiknya mendecih sebal. Dengan santai Ia membuka buntelan batu itu.
Tio sudah mencapai angka lima dalam hitungannya. Kenapa tak ada tanda tanda bahwa Diva akan mengejarnya. Dahinya berkerut. Ahh mungkin untuk wanita satu ini mesti ditambah lima detik lagi.
Yumna dari jauh tersenyum senang saat pesannya akan segera terbaca.
"Jangan terima dia! karena dalam semalam dia udah ngelamar 3 orang." Diva membaca dengan cukup lirih. Itu cukup membuat jiwa penasaran Zaky bangkit. "Ih apaan sih tulisannya... yang kenceng dong bacanya!." protes Zaky.
Tio mulai gelisah di dalam mobil. Tadinya ia ingin mempermalukan Diva jika wanita itu memohon mohon untuk menerimanya lagi. Faktanya dari lima detik sampai ke sepuluh detik bahkan lebih. Diva malah sedang manggut manggut memandangi kertas lecek bersama adiknya. Tio tak terima di acuhkan lagi. Dengan terburu buru Ia membuka pintu dan langsung mencapai dua kakak-beradik itu.
"Kenapa kamu gak manggil saya... kamu rela saya pergi..?. kamu yakin gak nyesel?..saya pengusaha, tampan dan bertabiat baik pula... yakin masih mau nolak saya?."
Diva maupun Zaky menatap datar pada pria berjas silver itu. lantas mereka berpandangan beberapa saat hingga tiba tiba tawa mereka meledak. Zaky menelusuri tiap kata di kertas tadi. lalu memandang pria dan kertas itu bergantian. Ia berdecak heran. Bagaimana bisa ada orang melamar wanita sampai berkali kali.
Diva menghela nafas panjang.
"Jawaban saya... kamu bukan siapa siapa saya.. jadi saya gak peduli.."
"Tapi saya peduli... apa alasannya?!."
"Kamu punya obsesi aneh untuk mengajak orang menikah atau mengajukan pernikahan kepada orang orang berbeda pada waktu yang sama. Saya yakin kamu punya kelainan Gamomania. maaf tadinya saya gak mau bilang... tapi orang kayak kamu ini pasti udah nyakitin banyak cewek. Buktinya...kamu bisa lamar dan ninggalin orang seenaknya." Diva menarik nafas sebentar.
"Tapi...." Ucapan Tio menggantung.
"Dan Saya gak mau patah hati. jadi jauh jauh dari saya please... saya gak mau terjerat sama cinta kamu yang cuma berisi ambisi buat naklukin cewek. please.. jauh jauh... " Diva mengatupkan kedua belah tangan. "Saya tahu...kamu gak bakal peduli sama perasaan siapapun kecuali sama kepuasan diri kamu sendiri. yang pasti hindari saya! soalnya saya gak mau diduakan, ditigakan atau bahkan diempatkan..... paham?..." Diva mengehembuskan nafas lega. Selesai. Ahh panjang juga pidato yang Ia pikir akan singkat. Cukup banyak mengambil alih nafasnya. Dengan berkata cepat tanpa jeda seperti barusan. Rasanya Ia butuh istirahat untuk menormalkan pernapasan.
"Sekali lagi.. jangan jadikan kakak saya sebagai bahan fantasi nakal anda.." Zaky melayangangkan tinju yang tertahan dua senti dari wajah Tio. Membuat pria dewasa itu menciut. Jantungnya berhenti berdetak. ia sampai lupa cara bernapas.
"Buat peringatan saja.. hehe." Zaky terkekeh tanpa dosa. Ia menarik kembali kepalan tangannya.
"Lebih baik kamu cepet pulang... sebelum kamu dibuat babak belur sama adik saya." Ucap Diva tersenyum. Sial! Tio justru seperti melihat seringaian boneka chukky pada senyum Diva. Horor!.
Tanpa banyak bicara. Tio melangkah mundur dan masuk kemobil. Detik berikutnya mesin menyala. Dan mobil itu mulai melaju dipercepat. Semakin jauh.
Diva memasuki gerbang rumah.
"Kok kakak bisa nolak dia sebelum baca pesan tadi...?." ucap Zaky sambil mengunci gerbang.
"ya.... gila aja siih... masa baru kenal dah langsung ngajak nikah... lagian kakak tuh bukan tipe cewek yang yakin sama cara nikah lewat taaruf doang gitu. trus gak sreg aja... apalagi kakak juga liat pas dia nglamar cewe lain pas di resto."
"Jadi itu serius beneran? dia hobi ngelamar?."
"Ya kayanya siih... kakak sih cuma liat satu doang. yang kedua gak liat..."
"yang ketiga kakak liat gak?.."
"laah tu tadi... kakak yang dilamar kan.."
"Tadinya sih gak percaya ada cowok yang bisa suka ama kakak.. tapi kalau cowoknya model begitu jadi percaya aja sih... cowoknya gangguan jiwa.. ceweknya dokter sakit jiwa... gimana tuh?... cocok kan....hehe.." Zaky menyatukan dua jari telunjuknya. Namun Ia bergidik ngeri saat sadar Diva sudah memasang mode monsternya. Cowok itupun segera membuka pintu cepat dan berlari memburu kamarnya di lantai dua.
"Dasar adik durhaka! mau aku kutuk jadi apa hah?!! Zaky!!..Zaky!!... hiiih.." Diva hanya bisa menghentak hentakan kaki meluapkan emosi. Giginya mengatup keras. Sebelah tangannya mengepal dan dibenturkan berkali kali pada tangan satunya.
Diva mengunci pintu seraya banyak melontarkan kutukannya pada Zaky. Sampai Ia puas dan habis rasa kedongkolannya pada adik semata wayangnya itu.
Drrt....drrt.... Diva kembali menarik jas yang sudah Ia hempaskan di kasur saat ponselnya bergetar. Ia rogoh saku jas. Bersama benda persegi yang Ia keluarkan. Jatuh kertas lecek dengan bentuk tak beraturan. Wanita itu tertegun sejenak.
Ddrrt..drrt... Bunyi getaran itu membuatnya bangkit dan mengangkat telfon itu sambil berjalan mendekati lemari. Secarik kertas tadi masih ia bawa dan diamatinya dengan teliti. Alisnya bertaut.
"Eh kak Citra?....waalaikumsalam..." jawab Diva tampak tak yakin. Ia berhenti menyibukkan diri dengan kertas itu. Ia sebentar menjauhkan ponselnya untuk sekedar melihat nomor yang menghubunginya.
"Gak ganggu ko kak... ini saya juga belum tidur."
"Ahh iya... waktu itu saya sempet kasih nomer saya ke kak citra ya..." Diva menggaruk tengkuknya sambil meringis. Tapi ini sungguh luar biasa. Kak Citra mau menelponnya duluan. Pasti ini penting. Ahh lebih baik di loudspeaker saja. Takut ada yang terlewat.
Diva Urung membuka lemari. Ia beralih duduk diranjang dan meletakkan handphone di atas nakas dekat dengannya.
"Gak ada kejadian buruk kan selama saya pergi?." Tanya Citra di seberang telfon.
"Alhamdulillah gak ada...semua baik baik saja".
Suasana kembali sunyi. Keduanya sama sama segan mengatakan sesuatu lagi. Diva sedang mencoba menyusun kata kata paling pantas perihal rencananya memindahkan Yumna ke sekolah umum. 'Tinggal bilang aja apa susahnya! Yumna boleh pindah sekolah? atau Izinin Yumna pindah sekolah...Aissh... aku harus bilang apa?' Keringat dingin membasahi pelipisnya. suasana ini lebih mirip sesi mengerjakan ujian nasional yang tinggal sedikit waktunya tapi banyak yang masih belum kejawab. issh benar benar menyusahkan.!
"Ya udah ya Diva... terimakasih....ass.."
"Eh..tunggu kak..." sela Diva sebelum panggilan itu berakhir. "Saya akan.... e..." perasaaan Diva makin tak karuan. Bilang?enggak! bilang? enggak!. bilang!