Chereads / Jadi kelinciku / Chapter 22 - Pasien kabur

Chapter 22 - Pasien kabur

"Adik terkutuk...!" umpat Diva.

Ya! ternyata itu memang Zaky. 'Bagaimana bisa sepeda berubah jadi motor..' batin Yumna masih mengelus dahinya.

Zaky melangkah gagah mendekat. Dengan muka sok gantengnya, ia menaik turunkan alis menggoda Yumna.

"Yumna turun..." Seru Zaky sambil membuka pintu mobil untuk gadis itu. Mata Yumna mendadak melebar. Gadis itu sudah cukup sengsara didalam mimpi. Padahal cuma dibonceng dengan sepeda, lalu apa yang terjadi jika dengan motor. Apalagi ini sungguhan, bukan mimpi.Ahh.. Yang ada Ia akan benar benar terlempar.

"Gak!. Yumna tutup." perintah Diva. Yumna yang dari hatinya memang sudah demo melawan ajakan Zaky, tentu saja langsung nurut menutup pintu. Greb!.

"Buka...!." Zaky tetep ngotot.

"Tahan na!." Seru Diva. Terjadi tarik menarik disini. Yumna tak berani menatap wajah Zaky yang sedang beringasan sekarang. Cowok itu tampak ambisius sekali untuk menurunkannya. Aissh.. dasar cowok gila.

Mata Zaky melotot sebab tenaganya yang benar benar Ia keluarkan. Tiba tiba... Dengan hentakan kuat, Zaky mendorong dan menarik sekaligus secara cepat. Yumna hampir saja jatuh jika Diva tak menahan tasnya.

Mulut Yumna mengatup keras. Ia benar benar kesal dengan pria itu. Kenapa Diva tak menabraknya saja. Zaky jelas jelas cari mati dengan berhenti mendadak seperti tadi. Ahh.. orang macam dia kenapa begitu fanatik dengannya.

"Yumna ikut kakak.. kamu berangkat sendiri aja sana!." Ucap Diva memperjelas. Ia tak habis pikir dengan adik satu satunya itu. Ahh jika dia punya satu permintaan yang langsung terkabul, ia sungguh ingin adiknya perempuan saja. seperti Yumna misal. Ahh lihat saja, Zaky bahkan tak mendengarkannya. Pura pura fokus pada jam tangannya cukup lama.

"Yumna ayo..bentar lagi telat." Zaky menarik paksa pergelangan Yumna. Namun tak disangka gadis itu justru menyentakan pegangan Zaky. Berupaya lepas dari cengkeraman cowok itu.

"Kita satu sekolah lho... tara!.." Zaky membuka resleting jaketnya. Memamerkan seragam dengan bangga. 'dah tau!.' Seru Yumna dalam hati. lagipula tanpa melepas jaket pun celananya juga sudah terpampang jelas dari tadi.

'mumpung Zaky lengah... aku tutup pintunya aja kali ya' pikir Yumna. Detik berikutnya sekali tarik. Greb!. Gadis itu kemudian tergesa gesa menepuk bahu Diva. Memberi kode Untuk jalan. Diva cepat tanggap. Mobil itu langsung mundur beberapa meter. dan dalam sekejap langsung berbelok dan maju meninggalkan tempat itu.

"Hei!." Zaky terkesiap. Ingin mengejar tapi mustahil. Kapalanya bergerak mengikuti pergerakan mobil berwarna silver itu dengan beribu sesal yang singgah di hatinya. 'Ahh sial!. ko dodol sih!' Zaky terus mengutuki dirinya sendiri. Ia mengacak rambut frustasi. Namun sesaat setelahnya langsung berlari menjemput motornya. Memakai helm. Dan melajukan motor dengan kecepatan tinggi. Menyusul..

"Pintar juga kamu..." puji Diva pada Yumna. ia tergelak cukup lama saat melihat wajah Zaky yang seketika pucat dari kaca spion. Haha. Baru kali ini ia merasa menang 100 % dari adik kurang ajarnya itu. Bayangkan saja jika dia tak sengaja menabrak Zaky, semua orang akan menuduh Diva sebagai kakak tak punya hati. Ya iyalah, Zaky adiknya. Padahal Zaky sendiri yang cari mati.

Yumna meringis tersenyum. Menemani tawa Diva yang tak kunjung usai. Dalam hatinya ia sudah pesta perayan sedari tadi. Ahh... lepas dari kungkungan Zaky serasa mendapat nilai 100 dalam ujian nasional. Huaa senangnya.

Yumna melirik kaca spion. Tampak Zaky mengikuti di belakang. Hmmm... Gadis itu sedikit kecewa. Tapi ahh sudahlah.. Faktanya Zaky memang satu sekolah dengannya. Apapun itu. yang paling harus disyukuri sekarang adalah Ia tak jadi dibonceng Zaky.

Tak butuh waktu lama. Mereka sampai. parkiran mobil dan motor yang berbeda membuat Zaky terpisah. Satu lagi keuntungan bagi Yumna. Diva akan mengantarnya keruang guru. bagaimanapun bayangan mimpi buruknya cukup mengusiknya sedari tadi.

Yumna menunduk memastikan kaos kakinya yang jelas baik baik saja. 'Ahh itu kan cuma mimpi' batin Yumna. Ia bersikeras menjejali otaknya dengan segala pemikiran positif. Yumna perlahan mengangkat wajahnya. Rencana nya untuk bersikap ramah, entah itu mengangguk hormat atau terseyum ramah. itu sudah ia pelajari semalaman. Ahh ayoolah.. hanya tersenyum... apa susahnya.

Langkah mereka akan memasuki koridor sekolah. Yumna menarik nafas dan mengehembuskan perlahan. Ia harus tenang. issh... kenapa degup jantungnya juga ikut mengganggu. Semakin cepat. Gadis itu menelan saliva susah payah. Terlebih lagi beberapa siswa sudah mulai menatapnya penasaran. Ahh bagaimana ini?, Yumna mulai panas dingin.

"Mereka itu bakal jadi teman teman kamu.. so.. tersenyumlah..... SMA itu adalah masa masa terbentuknya persahabatan yang kuat..." ujar Diva. Ia tersenyum menyapa para murid yang mereka lewati. Yumna merasa aura positif disini. Semua seolah menyambutnya. atau bagaimana?.

Para siswa itu tersenyum ramah. Membuat Yumna mau tak mau membalasnya juga. Awalnya sedikit kaku. Namun lambat laun makin terbiasa.

Anehnya, ada yang tampak girang saat Diva dan Yumna memandang mereka balik. Yumna tak mendengar bisikan kata hinaan lagi, melainkan kata 'cantik'. Ada apa emangnya?. 'Ahh pasti pesona kak Diva sangat menyedot perhatian mereka' batin Yumna berasumsi sekenanya. Faktanya, penampilan Diva jelas menunjukan dirinya yang cantik, intelektual dan ramah. Siapa yang akan berpaling dari orang seperti itu huh?.

Yumna membenarkan poninya. Lama lama ia merasa aneh juga mendapat perlakuan yang terbilang baru ini.

Teet....teeet..teeet... Semua murid memasuki kelas dengan riuh. Ada yang mendesah kesal, ada juga yang tetap datar. ada juga yang bersorak girang. Canda tawa mereka menggelitik pendengaran Yumna. Membuat Gadis itu samar samar tersenyum.

Di ruang kepala sekolah. Setelah basa basi panjang antara Diva dan kepala sekolah yang baru diketahui ternyata namanya Pak Dirga. Yumna mulai jenuh sampai tiba tiba obrolan itu terpotong dengan kedatangan Zaky.

Pak Dirga menyuruh kedua murid barunya itu untuk mengerjakan lima soal untuk penentuan prodi. Cukup sedikit untuk mempersingkat waktu.

Diva terus memperingatkan Zaky untuk jauh jauh dari Yumna. Jangan nyontek!. itulah larangannya. Dan nyebelinnya, sempat sempatnya Zaky berkoar koar bahwa dia pasti akan sekelas dengan Yumna.

Yumna menghela nafas berat berkali kali. 'dimana mana bikin rusuh terus huh' Yumna terus mengumpat dalam hati. Otaknya yang tergolong encer tak menguras tenaganya sama sekali.

Lima belas menit berlalu. Yumna yang sudah selesai langsung disusul Zaky. Diva mencibir adiknya pasti cuma ikut ikutan saja. Mengingat soal tadi ada banyak angka dan rumus. Pasti Zaky malas berpikir. Ia mendesak Zaky untuk meneliti jawabannya lagi. Namun gengsinya Zaky membuatnya urung melakukannya.

Diva terkesiap saat tiba tiba ponsel di sakunya bergetar. Ia izin menjauh untuk menerima telpon. Ia pun keluar ruangan. Urusan rumah sakit. Ia mengigit bibir cemas. Masalahnya rumit. Pasien kabur!. Aissh.. "Aku akan menemukannya....ya baik baik..." setelah jawaban terakhir itu Diva langsung menutup telpon.

Diva hendak masuk lagi, Namun mendadak seorang pria terburu buru mendahuluinya masuk keruang kepala sekolah. 'Hei! siapa sih dia?!' Diva menggerutu pelan. Ia cukup tersentak tadi. Sabar...sabar.. ia mengelus dada menahan emosi.

Samar samar Diva mendengar suara pria dari dalam. Yang pasti bukan pak Dirga. itu pasti laki laki yang tadi nyerobot masuk duluan kan?! Diva menaikan alis kirinya. kok terdengar familiar ya?. Tak menunggu lama iapun masuk. Sekalian izin untuk menyelesikan masalah darurat tadi. Mana mungkin langsung pergi.

"Untuk alasan apa bapak meminta izin sepagi ini.?." Tanya pak Dirga tampak serius.

Diva tertegun. Itu pandu kan?. Ahh iya.. itu benar pandu. Wali pasien yang berterimakasih waktu itu. Diva baru ingat. Pasien kabur itu juga adalah ibunya pandu. Ia jadi maklum dengan kelakuan tak sopan pria itu.

"Sa...saya..." Pandu ragu untuk mengatakannya. Ia khawatir Pak Dirga akan menyepelekan alasannya. Bisa jadi beliau akan menasehatinya untuk percaya pada pihak medis. Aishh... Dimana psikiter yang ia percaya itu?. Ibunya selalu tenang di dekat dokter itu. lalu kenapa sekarang?.

"Maaf pak Dirga, Pandu... eh.. maksud saya...Pak Pandu.." Diva angkat bicara. Pandu membeku dalam diamnya. Apa Ia tak salah dengar. Suara lembut siapa itu? kenapa seperti suara orang yang baru saja ia pikirkan. Dokter Diva!.

"Hmm..Pak pandu ini ada urusan penting bersama saya.. bapak percaya kan.. saya tidak mungkin berbohong. Ini penting sekali pak.. mohon izinkan pak.. ini benar benar sangat sangat sangaaat penting. " Racau Diva berlagak panik. Ya! sedikit berlebihan. Ahh intinya Pak Dirga harus mengizinkan. Ia faham sekali. Karakter kepala sekolah satu ini sangat dingin, tegas dan terlalu terpaku pada peraturan. Pandu jelas terlihat putus asa menghadapi atasannya itu.

Pandu akhirnya mengangkat kepala. Menoleh pada Diva yang menatapnya pengertian. Ahh jadi benar. Dia disini..

"Ya pak...? kami buru buru...." Desak Diva lagi. Pandu tak menyangka Diva mau mengemis ngemis seperti itu. Rasanya salah tadi dia sudah berpikir Diva tipe yang egois. Nyatanya hal itu dipatahkan dengan usaha Diva sekarang. Mau menghadapi sosok garang macam Pak Dirga. Padahal Diva bisa saja langsung pergi tanpa menunggunya atau bahkan membantunya meminta izin.

"Iya...pak.. mohon izinnya." pinta pandu akhirnya. Bagaimanapun ia tak mau membiarkan Diva berjuang sendiri.

"Hmm...." Pak Dirga menatap Pandu dan diva bergantian.