"wuiiiih... Kakak cantik lagi bikin apa nih... Boleh dong aku bantuin." Zaky menuruni tangga rumah. Pagi ini mungkin akan ada perayaan pikirnya. Kapan lagi Diva mau buat brownies.
Belom juga deket. Kira kira masih lima langkah lagi.
"Stop." Seru Diva. Gayanya cukup mirip dengan tukang parkir. "Mundur mundur." lanjutnya.
"issh apaan sih kak? mau bantuin malah diusir. kakak tak berperikemanusiaan". Zaky mengikuti gaya kartun kembar di tv saat mengatakan kalimat terakhir itu.
Diva mendecih sebal. Sejak kapan Zaky berhati mulia. Pasti ada udang dibalik batu.
"Mau bantuin apaan? aku tau ya isi otak kamu apa"
"Ya tuhaaan... Sejak kapan kakakku jadi kasyaf??."
"Sejak kamu lahir!!. Pergi ah sana."
"Beneran lho... aku mau bantuin."
"Paling bantuin makan." Diva tetap fokus memarut keju.
"Hehe. Gak nyangka ternyata beneran kasyaf. " Zaky bertepuk tangan dengan gelengan kepala seolah tak percaya.
"Mendingan kamu mandi dulu aja".
"Hidung kamu bermasalah deh kayanya kak...
aku dah wangi begini. Ya mesti udah mandi lah".
"Emang?! Gak kecium." Ucap Diva cuek. Ia mulai memotong brownies.
"Oke... Tunggu... ntar aku balik lagi"
Kali ini Diva terkekeh menatap kepergian Zaky. Padahal dia tak serius mengatakan kalau wangi Zaky tidak tercium. Haha.. Biarin lah. Palingan Zaky dapat ide konyol lagi. Kira kira Zaky mau ngapain ya. Eh jadi keinget gebetan Zaky. Kan mau main kerumah cewek itu.
"Oh iya... Jangan lama- lama... Inget kalo kita mau kerumah Yumna." Teriak Diva akhirnya.
"aku gak pikun kali." Sergah Zaky.
***
Oke... Posisi sekarang stand by di depan pintu rumah Yumna. Dan Diva sekalipun gak berhenti mendenguskan hidungnya kasar. Demi apapun indra penciumannya benar benar sangat sangat sangat sangaaaat risih.
"Kamu bau banget sumpah." Diva mendorong Zaky pelan.
"Wangi!! Bukan bau!!dodol!!." Zaky mengangkat lengan dan menciumi aroma tubuhnya sendiri. "Hmm... Wangi surga begini."
"Pake parfum berapa liter? Jangan bilang..."
"Sebotol aku tumpahin kebadan semua." Sela Zaky percaya diri.
"Gila kamu... Pantesan bikin mual tahu gak. Pengen muntah...em!. " Keluh Diva menangkup hidung dan mulutnya.
"huu... Sekarang kamu kan yang lebay."
Sementara Citra dan Yumna baru saja selesei sarapan. Yumna sudah menangkap perdebatan tetangga baru mereka dari awal. Bagaimanapun telinganya terbiasa menguping. Tapi dalam arti baik. Jadi kepekaan telinganya sangat tinggi.
Ting tong...
"Assalamualaikum" Suara Zaky lebih jelas terdengar. Ya tentu saja. Karna Diva masih membekap mulut dan hidungnya sendiri. Jadi lebih seperti orang bergumam.
"Tante uuu tante." Suara Bass Zaky sampai juga ketelinga Citra. Membuat Citra tertegun sejenak. Apa dia gak salah dengar?.
"Mba tolong bukain pintu.. " Perintah Citra pada Mba Desi sebagai ART.
"baik bu."
Lalu dimana Yumna...
Gadis itu sedang bermain dengan kelinci putih di taman belakang. Dan tanpa orang lain tahu. Di sinilah Yumna bisa tersenyum tanpa beban. Dan jangan lupakan tawanya juga.
"Cherry... Kita kan punya tetangga baru yang aneh." Yumna mulai berbicara??. Iya bicara. dia mendapatkan kembali kemampuan berbicara hanya ketika berada di zona nyamannya. Seperti saat ini. Suasana yang sepi tanpa ada seorangpun yang akan melihat dan mendengar apapun darinya. Kecuali Cherry, Kelinci putih itu.
"Kakaknya baik." Yumna mengelus kelinci itu perlahan. Ingatannya mulai memutar kejadian kemarin siang. Mendadak Yumna menelan saliva susah payah.
"Tapi adiknya... dia mengambil fotoku...". Yumna menggigit bibir bawah. "aku malu... ". Yumna meraup wajahnya frustasi. Lalu menghempaskan diri ke sandaran kursi panjang yang ia duduki. Ia mulai terdiam sedangkan otaknya terus memikirkan Zaky. Bahkan Yumna tak sadar kelincinya sudah meloncat turun.
"harusnya aku tak menutup mata kemarin ya.. Pasti aku tahu kalau sedang difoto. Ya kan cher... ". eh...dimana kelincinya. Hilang!. Ya iyalah. Lagipula dia terlalu khusyu memikirkan orang baru itu.
"cheery... ?."
Skip ke ruang tamu ..
Saat pintu terbuka, kalu boleh berlebihan, wangi parfum Zaky langsung menusuk tiap makhluk yang punya hidung. Dari yang mancung sampai yang pesek. Semua adil tak tertinggal selubang hidung pun. Masuk akal dong. Secara Si Zaky pake parfum tidak kira kira. Dia juga paling tidak bisa dengar ada cacat dalam dirinya. Mungkin jika ada yang bilang dia belum mandi lagi. Oke... Zaky siap buat beli parfum yang lebih wangi dari ini. Atau mungkin akan melakukan mandi kembang tujuh rupa??
"Silakan masuk." Sambut Mba Desi ramah. Perempuan berumur sekitar 26 tahun itu berusaha tersenyum. Padahal hatinya sedang sibuk bertanya tanya. wangi apa ini?.
"Kak Citra... Ini aku bawain brownies..." Diva menyodorkan sekotak kue berwarna coklat itu.
"Waah makasih. Jadi ngerepotin." Citra tersenyum sekilas dan tiba tiba berubah ekspresi.
"Kenapa ka?."
"Mba Desi. sepertinya ada pewangi yang tumpah. Coba dicek."
"Hahaha." Diva tergelak mendengar kebingungan Citra. "sudah ketemu kok kak tumpahnya dimana.
Citra menaikan alis kirinya. Untuk sesaat Zaky mulai merasa jadi pusat perhatian saat mendadak hening. Apalagi Diva mulai meliriknya dengan senyum menahan tawa.
"Serius deh. aku itu udah mandi.. ya elah. Masih aja gak percaya." Zaky memutar bola matanya.
"Tan. Zaky wangi kan tan.?. ". Tanya Zaky harap harap cemas. Yaah.. Sekarang Citra paham dimana sumber masalahnya. Ia lalu menghela napas.
" Iya wangi". Jawab Citra menarik senyum terpaksa. "Tapi lebih baik jangan berlebihan". Jelas Citra perlahan. Pilihan bijak bukan?. Semoga saja tak menyinggung perasaan Zaky.
Nyatanya Zaky sangat malu sekarang. Reflek tangannya menggaruk tengkuk leher yang tak gatal. Ia hanya bisa meringis menahan malu. 'Ini gara gara kak Diva' batinnya. Ia segera menatap tajam pada Diva.
"udah jelas kan... Berarti hidung kakak yang bermasalah." bisik Zaky ketelinga kakaknya. Diva hanya terkekeh menanggapi itu.
"Oh iya lupa kak... Aku mau bahas hal penting". Ucap Diva
"Iya... diruangan saya aja".
Sebentar kemudian datang mba Desi membawa teh dan cemilan.
"Ini mba maaf. Teh saya sama Diva antar saja keruangan saya." Sekotak brownies itu pindah tangan ke Mba Desi.
"Tan Zaky ditinggal sendiri??."
"Engga sendiri... Ajak ngobrol ikan tuh... Banyak." ujar Diva asal sambil menunjuk aquarium di belakang Zaky.
Zaky hanya bisa menghembuskan nafas pasrah. Zaky yakin. Dia gak bakal tahan lama buat diam seperti ini. Dengan cepat ia merogoh saku jeans. Main gadget mungkin bisa membuat sibuk. Minimal tidak mirip orang hilang. haha
Di lain tempat. Citra dan Diva sedang berbincang masalah serius.
"Saya dengar kamu mau jadi psikiater dikota ini". ujar Citra memulai pembicaraan
"Iya... Kurang lebih seperti itu."
"Kenapa pindah??."
"Pengen suasana baru aja." Diva tersenyum canggung. Lidahnya kelu untuk memulai percakapan yang dia inginkan. Tentang Yumna. Kenapa susah sekali. Sikap Citra juga telah berubah. Menjadi dingin dan terlalu formal. Sangat berbeda dengan Citra 9 tahun lalu. Hal ini membuat Diva kaku.
"Ternyata saya tinggalin 9 tahun. udah banyak yang berubah disini." Diva tersenyum masam. Ini bentuk kekecewaan mungkin.
"Iya."
"Keluarga kakak juga banyak berubah."
Citra mulai menyesap teh hangat itu. Namun kata kata Diva barusan membuat pergerakan nya terhenti seketika. Ia tertegun sejenak. Detik itu juga dia tau kemana arah pembicaraan Diva.
"Iya... saya tahu itu." ucap Citra seolah ingin mengusaikan obrolan.
"maaf." Diva tertunduk merutuki kebodohannya. Dia harus lebih pintar merangkai kata kata. seorang single parent seperti Citra jauh lebih sensitif jika membahas keluarga. Ayolah Diva, kenapa disaat seperti ini sifat cerewet mu menghilang. Di lain waktu dalam sedetik Diva bisa merangkai puluhan kata. Dan sekarang?? .oh... Oke... Itu dilain waktu. Bukan waktu ini. Dan jangan lupakan dengan orang yang diajak bicara. Dia adalah Citra. Seorang kakak senior yang dulu hangat dan kini sudah beku.
"Jujur saya merindukan suasana dulu kak. Saya selalu kagum dengan kecerdasan kakak. Dan Yumna dulu sangat manis sekali. Dia anak kecil yang banyak bicara." Diva menghembuskan nafas lega. Setidaknya beberapa ucapannya tadi sudah tersampaikan dengan lancar.
"Lupakan saja." Lagi lagi Citra merespon dengan singkat. Ia sudah mulai terlihat jengah dengan semua ini.
"Saya tau keadaan Yumna karena trauma. atau... hmm Kakak pasti lebih tau itu. Kakak juga bisa sembuhkan dia"
"Saya tak peduli dengan... "
"Tapi saya peduli." sela Diva.
"Dia sudah bunuh suami saya." Sergah Citra masih dengan nada dinginnya namun penuh penekanan. Deg! Jantung Diva tiba tiba terasa sakit tepat saat Citra mengatakan itu. Seolah terpukul oleh ucapan Citra. Dan rasa sakit itu Mendadak tergantikan dengan rasa bersalah yang menyeruak kedalam lubuk hati nya. Kenapa??.
"Mana mungkin anak bunuh ayahnya."
"Itu fakta." Betapapun Citra berlagak seakan tak peduli. Namun ia tetap seorang wanita berhati lembut. Bahkan Hati dan pikiran Citra sudah berdebat beberapa tahun lamanya tentang hal ini. Yumna memang bukan yang membunuh Candra. Tapi dia adalah sebab kematian Candra. Apa bedanya huh?!. Tapi Diva juga benar. Mana mungkin seorang anak membunuh ayahnya. Ya... Hatinya kembali tersentuh berkali kali. dan seperti biasa, tentu Citra juga akan menepis sentuhan itu berkali kali. Iya, karena Sayangnya, ego Citra kembali muncul. Candra akan tetap hidup jika yumna tidak..... Yaah.. Citra pikir Yumna pantas mendapatkan ketakutan itu. Iya.. Dia pantas. mengalami trauma selama ini.
"Izinkan saya mengembalikan semuanya."
"Saya hanya kehilangan suami saya. Dan kamu mana mungkin bisa hidupkan orang mati.. Haha." Citra tertawa hambar. Sebenarnya lebih seperti tawa mengejek versi Citra. Siapa yang akan tertawa disituasi seperti ini?.
Diva tersenyum masam. Tentu bukan itu maksudnya.
"Yang itu... hmm... Maksud saya semua kebahagiaan..."
"Saya sudah bahagia." untuk kesekian kalinya Citra memotong ucapan Diva lagi.
"Kakak tau saya tidak mudah percaya... Jadi izinkan saya... "
"Kenapa kamu sok peduli. Padahal kamu tidak ada ikatan apa apa dengan saya."
Diva bergelut dalam otaknya. Apa yang harus ia jawab.
"Dan sampai kapanpun anak saya akan tetap bisu. Dan saya tak masalah dengan itu." ujar Citra. Diva tersenyum menanggapi.
"Justru yang kak citra sebut itu malah nunjukin kalau itu yang berbeda. Kakak kehilangan suara Yumna. Dan kehilangan kebahagian. Jadi itu yang bakal saya balikin." ucap Diva yakin.
"Kamu tahu. Kalau saya mau, saya pasti sudah sembuhkan Yumna. Tapi itu tak perlu. Karena tidak penting."
"Please kak..." Diva kehabisan kata kata.
"Saya tak peduli. Entah Yumna mau kamu sembuhkan atau tidak. Itu tak berpengaruh. Yang penting jangan bawa bawa saya dalam masalah ini."
"Apa maksudnya?."
"Saya tidak minta apapun dari kamu. Ini asli kemauan kamu sendiri. "
"Iya... jadi boleh?."
"Iya... tapi ingat, saya tidak pernah peduli dengan anak itu."
Menit berikutnya kembali hening. Citra berjalan ke meja kerjanya. Divapun sudah tak mendengar lagi ucapan Citra. Yang ia harapkan toh sudah disetujui. Ia tak bisa menahan senyum setelah perdebatan panjang tadi.
***
Sepeninggal Diva dan Citra. Zaky mulai sibuk memandangi layar ponsel.
"Nah ini dia..." Seru Zaky saat sampai di foto Yumna yang ia dapatkan kemarin siang. Ia mulai senyam senyum sendiri mengingat kecanggungan Yumna padanya. Soal tabiat Yumna, Zaky sudah khatam memahami gadis itu dari dulu. Ditambah lagi cerita tentang keadaan Yumna sekarang. Perihal kebisuan paling utama. Dan soal tuli, ia tak yakin.
Sesaaat kemudian Mba Desi lewat dengan membawa beberapa wortel.
"eh mba.. " tegur Zaky mengehentikan langkah Mba Desi.
"Yumna mana ya??"
"Ini saya malah mau ke Mba Yumna ditaman belakang rumah buat nganterin ini."
Zaky termenung beberapa saat.
"Ya udah ya mas, saya tinggal."
"eh, Mba... Saya aja yang nganterin..."
"tapi..."
"Tenang aja Mba... Kan saya pacarnya." Zaky menaik turunkan kedua alisnya. Dan tanpa babibu langsung mengambil beberapa wortel yang terbungkus plastik bening.
Asisten rumah tangga itu hanya bisa mematung. Mungkin shock sama pengakuan Zaky 'pacar?'. Gerakan Zaky juga cukup cepat untuk bisa dihentikan olehnya. "yaah gimana ya." keluhnya bingung sambil memperhatikan kepergian Zaky.
Sementara Zaky dengan santainya berjalan sambil mengayunkan wortel ditangan. Mulutnya tak henti bersenandung.
Lantai basah sudah didepan mata. Tapi Zaky masih antusias berjalan dengan gaya yang sama. Mengayunkan seplastik wortel dan langkah cukup cepat. Dan...
Seett... Bukk!! "aww!." Dia terpeleset jatuh...
"Wortel.. Mana wortel."
Sementara Yumna mendengar sesuatu jatuh. Tapi ia malah lebih fokus mencari kelincinya. "Cherry." Bisik Yumna "Cherry." bisiknya lagi. ia ingat kalau Mba Desi akan kemari. Suaranya menjadi kembali tertahan karena rasa takut terhadap orang asing. lagi pula Kelinci kan bertelinga panjang. Sudah pasti sekalipun ia berbisik, suaranya akan tetap didengar 'Cherry'. Karena fakta Luar biasanya, kelinci itu bisa mendengar suara sampai radius 3 KM. Jauh bukan.
Sementara itu. Benda jingga itu tengah melayang dengan indahnya. Dan... Ternyata... tak diduga malah mendarat ke makhluk berbulu putih?. Apa itu? Zaky menyipitkan mata.
Saat bersamaan Yumna langsung melihat kejadian itu. Cherry ketimpa seplastik wortel. Duh... "Cherry!!." reflek ia berteriak.
"Itu pasti Yumna." Zaky berdiri dari posisinya. "Issh... " desis Zaky merasakan sakit dipantatnya. Tapi ia tetap berjalan dengan tangan memegangi area yang sakit itu. Berdirinyapun kurang tegak. "ini sih tua sebelum waktunya." ujarnya. hmm. Sabar...
Dalam sekian detik Zaky kembali berjalan normal. Apalagi setelah melihat Yumna mendekati makhluk berbulu itu. Gadis itu langsung melempar wortel kesembarang arah. Ya.. Bagi Yumna kesembarang arah.. Tapi bagi Zaky... untuk kedua kalinya ia tak bisa menolak.
Bukk!!..
"Aww... Sudah jatuh tertimpa tangga pula eh wortel." Ratap Zaky. Kelinci sudah membalaskan dendamnya.
Yumna menoleh sekilas. Tatapannya datar. Dan sedetik kemudian ia baru sadar. 'Zaky'. Batinnya menjerit tak percaya. Kenapa ada Zaky lagi?. Ia berusaha menyembunyikan wajah.
Disisi lain Zaky Sudah semakin dekat. Jadi, Soal yang tadi itu bukan apa apa baginya.
"Maafin aku..." Zaky dengan peracaya diri langsung mengambil kelinci dipangkuan Yumna. Entah sejak kapan dia sudah duduk bersila di situ. Di samping Yumna.
'Wangi banget...' Batin Yumna hendak menutup hidung. Tapi tangannya malah nyasar ke Zaky.
Plak!... Entah keberanian dari mana Yumna bisa nabok tangan Zaky. Bagaimana tidak?! Zaky sudah membuatnya panik. Harusnya mengambil atau membawa kelinci itu bukan dengan menarik telinga hewan itu. Walaupun panjang bukan berarti untuk ditarik. Bisa bisa syarafnya kena. Hal itu lebih penting dari aroma yang menusuk indra penciumannya.
"Oh iya iya... Lupa..." Zaky terkekeh dan segera membenarkan caranya jadi seperti menggendong bayi.
"lucu ya anak kita... Mau punya lagi gak? " Celoteh Zaky.
Mendengar itu. Yumna langsung mengambil Cherry dari gendongan Zaky dan segera melenggang pergi. Jujur ocehan Zaky selalu berhasil mengaduk aduk emosinya.
"Lah?. Masa ayahnya ditinggalin... " Teriak Zaky.
Pipi Yumna sudah memanas. Berani sekali Zaky berkata seolah sedekat itu dengannya. Satu satunya cara agar pipinya berhenti merona adalah ia harus pergi. Seperti yang Yumna lakukan sekarang. Lebih baik duduk di depan Tv.
"Eh Yumna... " Sapa Diva tampak heran. Seperti mencari sesuatu.
"kirain kamu sama Zaky. Ko kamu pake parfum cowok sih?."
Yumna sontak menggeleng cepat. Namun respon Diva malah membuatnya khawatir. "Apa jangan jangan kamu habis mepet mepet lagi ya sama Zaky?." Wanita itu tersenyum menggodanya. Apa maksudnya?.
Ya, tadi Zaky memangku Cherry bahkan sempet meluk juga. Dan sekarang Cherry bersamanya.
"Gak usah malu malu... " Goda Diva.
Yumna bingung. Ia tak kuasa menjawab apapun dan hanya bisa menunduk pura pura sibuk mengelus si Cherry. Padahal hatinya macam gado gado. campur campur. memangnya dia harus apa?. Diva masih jadi orang asing di dunia Yumna. Bahkan Citra yang sebagai ibunya juga serasa asing. ingin sekali Yumna berbicara, tapi kenapa sulit sekali.
"haha. Malu dia." Diva semakin menjadi.
"Jangan begitu ah. " Zaky menghalangi pandangan Diva untuk melihat Yumna.
Namun terbukanya. Pintu ruang kerja Citra membuat semua menoleh.
"Kak... Kita mau pulang... " Ucap Diva
"ya... Gak papa... Lain kali kan bisa kesini lagi." tukas Citra. Sebenarnya percakapan tadi cukup menganggu pikirannya. Tapi ia mencoba bersikap senormal mungkin di depan mereka semua. Begitupun Diva. Mengingat ia terkesan memaksa pada Citra tadi. Rasa canggung menjadi berlipat lipat. merasa tak enak.
"Yaah... Bentar banget." Keluh Zaky. "Ya sudah ayo." Zaky dengan sengaja menarik tangan Yumna. Gadis itu tentu saja tak menduga. Dan secara spontanitas melepaskan genggaman itu. Zaky terkekeh.
"Just kidding." ucap Zaky.
"Permisi kak... Yumna... Assalamualaikum."
Diva pamit diikuti Zaky.
"Waalaikumsalam "
***