Senja membuka pintu dengan perasaan nya yang begitu terkejut. Ada tamu yang tiba tiba datang ke rumahnya, dan terlihat ibunya tersenyum bahagia. Senyum bahagia yang menyiksa. Senja tahu apa yang dimaksud ibunya saat melihat gerak gerik matanya.
'Huh....,(menarik nafas panjang), aku tahu pasti kedatangan Tante ada maunya.' Gumam Senja menatap sedikit malas mereka berdua. Tapi ada rasa senang dimana dia bisa bertemu tantenya yang tinggal di Indonesia.
Ya, dia memang sebelumnya paling lama tinggal di negeri Nusantara itu. Dan Tante yang dimaksud adalah tetangga yang selalu menjaga Senja semasa kecilnya, hingga dewasa. Nama Senja sendiri diberikan saat mereka tinggal di Indonesia, dimana artinya matahari tenggelam oleh Tante yang merupakan tetangganya. Tetangganya yang dianggap Tante selama ini juga memiliki seorang anak, dimana anak itu tidak terlalu dekat dengannya, tapi mengenalnya.
Nama anaknya yakni Rizal, dimana sudah memiliki perusahaan sendiri di Islandia, dan Tantenya sebenarnya sudah lama tinggal disini tapi dia berkunjung ke sini karena dia ingat tetangga yang sangat baik di negeri Nusantara itu. Yang dimana Tante sudah mengerti mereka tinggal di Islandia.
"Hai, Senja, apa kau masih mengingat Tante?" Tanya Tante dengan memeluk Senja yang masih terpaku, melepas semua kerinduan di hari lalu. Semua kerinduannya terbayar pada anak yang dulu dia rawat ini.
"Tentu, Tante. Aku masih ingat Tante..." Ucap Senja lalu membalas pelukan Tante yang merupakan tetangganya dulu. Mereka berpelukan hangat, hingga tak sadar berapa lama mereka sudah berpelukan.
Meeka lalu menyudahi pelukan mereka yang hangat tadi. Kembali ke pembahasan di otak Senja, yakni "Kenapa Tante berkunjung kemari? Apa Tante tiba tiba ingat kami pergi ke Islandia?". Pertanyaan itu tiba tiba terlontar hingga membuat hati Tante Elis, ya itulah namanya, hatinya serasa tersambar. Padahal hanya kata kata yang bahkan tidak menyindirnya.
Tante Elis sekarang malah gagal fokus dan mencoba mencari kalimat yang menarik. Dia meneguk air liurnya, saking tegangnya situasi ini baginya.
Tante mulai membuka mulutnya begitu aa kalimat yang tepat, apalagi kedipan mata dari ibunya Senja.
"Tidak, kok. Tante biasa kesini tapi kau selalu kerja. Oh, ya, berhubung kau disini, Tante ingin memberi tahu kau sesuatu. Jadi begini, ibu dan Tante merencanakan pernikahan kalian. Kau, dan anakku." Jederrrrr bagaikan disambar petir di siang bolong. Yang benar? Jadi ibu sudah lama mempersiapkan ini? Senja bergumam dalam hati dengan ketakutannya. Apa apaan ini, sih?
Senja meneguk air liurnya, ini bukan berita baik. Bukan berita baik Tantenya berkunjung ke sini. Sungguh!
Tak terasa kini air mata Senja sudah menetes, buru buru Senja mengelapnya, agar tak membengkak dosanya. Tantenya yang melihat itu langsung merasa bersalah, dan mendekatkan dirinya kearah Senja. Senja mendongak dengan mata yang sedikit sembab. Tantenya tahu firasatnya tak salah kalau Senja menahan air mata nya, lalu mengelapnya saat air matanya jatuh.
"Senja, Tante tahu itu keputusan yang berat. Tapi, ingatlah umur kami sudah tidak panjang lagi..." Kata Tante yang disetujui ibu, dan mengangguk penuh kesedihan. Senja tak bisa membendung air matanya, mungkin sudah takdirnya.
"Tante," panggil Senja dengan nada yang tak kuat lagi. Tante menoleh, sementara Senja mendongak, mereka bertatapan dalam diam. Meneguk air liurnya, lalu Senja mulai berbicara dan berharap kalau semua akan baik baik saja. Senja belum siap, hatinya masih belum bisa menerima semua kenyataan ini. Tapi ada yang harus diucapkan nya, sekarang juga!!
"Silahkan bicara..." Ujar Tante yang kini menatap Senja sedikit dingin. Senja seperti terdampar ke dasar bumi. Tante lalu terlihat duduk ke posisinya semula.
Senja lagi lagi meneguk air liurnya dengan susah payah. Dia mulai posisi yang pas untuk berbicara.
"Tante, mohon, berikan aku waktu sedikit saja untuk berpikir." Kata Senja yang kemudian dikutuk makian dirinya sendiri karena telah mengucapkan kata itu. Kata yang seharusnya tak ia ucapkan didepan ibunya!!!
Tante beranjak dari duduknya. Dia menatap Senja dengan tatapan dingin. 'Berani sekali anak itu sekarang. Ternyata kau pembangkang di balik topeng mu untukku!' pikirnya memaki maki keponakan tiri nya.
Ditatapnya Senja, ibunya hanya berdiam dari tadi. Tanpa Senja sadari, ibunya mengeluarkan air mata dalam diamnya.
"Senja, lebih baik kau menurut dengan Kami. Tak ada gunanya mengelak dari kami, karena kami sudah sepakat. Kau akan terbiasa pada saatnya, dengan kehidupan rumah tangga mu, dan suamimu." Deg, mendengar kata suami, hatinya menjadi panas dingin. Dia tahu suaminya pasti akan sangat dingin padanya, lantaran Senja hanyalah gadis biasa semenjak ayahnya pergi selama lamanya.
Apalagi calon suaminya yang merupakan CEO di sebuah perusahaan, tentu akan sangat dingin padanya, kan? Karena CEO bisa dengan mudah membayar keperawanan wanita dengan uang! Lalu akan sangat tidak mungkin suaminya itu hangat apalagi cinta padanya, hingga ujung hayatnya.
"Tante, plis! Aku hanya butuh waktu! Aku belum siap! Terlalu mendadak untukku!" Bentak Senja dengan kasar lalu segera lari ke kamarnya. Tante berusaha mengejarnya, tapi tiba tiba Senja menutup pintu dengan keras didepan wajah Tantenya, dan mengunci pintunya, hingga membuat Tante nya tak bisa berbuat banyak. ibu lalu menghampiri Tante dan bilang, "Anak itu memang terkadang seperti itu saat apa yang tidak dia inginkan malah terkabulkan." Meski kedengarannya tidak nyambung, begitulah kenyataannya.
'Ternyata, tak seratus persen aku bisa membujuknya selama ini. Aku harus bisa membuat keduanya sah!' Batin Tante dengan menguatkan mental. Walaupun Senja akan membencinya sekalipun, demi keturunan, dan usia mereka yang semakin menipis.
"Anakmu itu sepertinya sangat sensitif ya. Bagaimanapun kalau menikah tidak cinta pun nantinya akan jadi cinta. Toh, namanya juga cinta pertama." gerutunya dengan kesal menghempaskan rambutnya. ibu menggeleng dengan mengerutkan keningnya. Tak disangka malah akan jadi begini. 'Kalau begini caranya, tak akan ada kesempatan.' gumam ibu mengelus dadanya sabar.
"Tenanglah, Elis. Pernikahan mereka akan tetap berjalan, walau dengan tolakan sekalipun, ini sudah rencana kita sejak lama." Ucap ibu mendekatkan dirinya kearah Elis. Bukan maksud jahat, tapi memang ini cara terbaik ke terakhir untuk Senja dan Rizal, anak mereka berdua.
Lagipula, memang sudah sejak lama mereka memperbincangkan pernikahan anak mereka di masa lalu. Tapi karena Senja harus dibawa pergi dari negeri Nusantara, Tante Elis mengurungkan niatnya. Tapi, takdir mempertemukan mereka kembali, dan ini yang kesekian kalinya mereka masih membahas topik yang sama yakni pernikahan kedua anaknya.
Saat itu ibu pergi ke pasar untuk membeli sayur, di waktu yang bersamaan, dompet Tante Elis dicuri. Untung saja ada bodyguard nya yang sigap membantunya. Semua orang di pasar menyaksikan hal itu. Saat itu Tante Elis melihat kearah wanita paruh baya yang nampak dikenalnya. Begitu pun sebaliknya, hingga akhirnya semua terpecahkan bahwa ternyata mereka adalah tetangga masa lalu di Indonesia.
"Ya, tapi aku tak tega melihat anakku terpaksa menikah dengan orang yang juga terpaksa menikahinya." ucap Tante dengan nada putus asa. ibu hanya berdengus, dia hanya diam. Tak tahu harus apa lagi, tak ada lagi yang bisa dikatakannya.
tanpa mereka sadar, Senja dari tadi mengintip mereka dari lantai atas. Senja begitu ternganga mendengar pernyataan dari Tante Elis.
'Kalau Tante Elis saja tidak yakin menikahkan putranya denganku, apalagi aku orang yang dinikahkan dengan putranya!' gumam Senja berdengus kesal lalu kembali lagi ke kamarnya dengan api yang meletup-letup di kepalanya. Senja mengepalkan tangannya. Dia lalu ke kamar mandi karena keringetan berhadapan dengan tamu sial itu. badannya yang lengket, padahal baru sejam lalu dia mandi.
Bersambung...
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Catatan Author: Jika bosan karena kebanyakan narasi dan terlalu sedikit dialog, bisa di skip kok. Toh, aku menulisnya dengan cepat karena sudah lelah memandangi ponsel Berjam jam^-^