Jika aku bisa, aku memilih untuk kabur, kabur dari duniaku yang gagal dan menyedihkan, ke dunia yang lebih baik, penuh dengan orang baik, siapa yang tak menginginkan itu? ~Senja
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Senja sekarang berada di kamarnya, tepatnya di meja rias. Dia melihat dirinya di cermin, lihatlah betapa busuknya dia. 'Arghh, kenapa aku malah melamun? Aku harus ganti baju untuk bersiap bertemu pria yang akan dipaksa menikahi ku itu. Tapi aku benar benar tak yakin, kenapa harus aku?' Batin Senja dengan perasaan takut, ingin kabur, tapi kenyataan nya dia bisa apa? bisa kabur dari dunianya untuk dunia palsunya? 'Cepatlah Senja, ibu menunggumu, tapi aku tak bisa bergerak.' Sembari memegangi dadanya yang rasanya sakit, sakit Sekali sesakit sakitnya.
" Ah, kenapa sih aku harus bernasib seperti ini? Aku ingin kabur, tapi aku tak bisa meninggalkan ibu, lemah sekali aku, andai aku bukanlah aku , " ucap Senja dengan wajah pucat, mau mengenakan make-up bagaimana? Mood menggerakkan tangan saja tidak punya. ' Ah, kasihan ibu yang lama menungguku, aku harus cepat,' gumamnya mengeluarkan air mata nya, yang entah kenapa mengucur deras di pipinya.
Senja beranjak dari meja riasnya, dia menuju kearah lemarinya lalu membukanya, 'Arghh, banyak sekali baju yang bagus disini, tapi apa yang pantas aku kenakan? ' gumamnya kebingungan memilih satu persatu baju. ' Eh, sebentar, kenapa aku repot repot harus mengenakan baju yang bagus?, kalau aku akan bertemu pria yang aku akan benci? Ah, cari saja baju sederhana supaya dia ilfil, ' gumam Senja lalu mencari baju yang sederhana dan lusuh. Menemukannya, Senja mengenakannya, baju yang nyaman dan longgar, tapi penampilan nya seperti orang culun, membuat Senja berpikir sekali lagi.
' Yah, aku malah terlihat culun kalau begini. Ah sudahlah, biarkan laki laki itu menceraikan ku setelah mengucapkan janji pernikahan, ' gumam Senja terlalu berhalusinasi tinggi. Mungkin memang ada benarnya juga dia mengenakan fashion mewah, tapi dia juga lebih biasa berpakaian seperti ini, kadang mengenakan Fashion saat bekerja, itupun demi G. Senja berpikir sejenak, ini untuk terakhir kalinya, dia tak ingin memikat orang yang akan menjadi suaminya nanti, tapi dia tak ingin berpenampilan culun begitu melihat ke cermin di meja rias dan dia terlihat culun sekali.
" Senja, cepatlah.Kita akan segera berangkat! " ucap Ibu lalu diangguki Senja yang sedang memilah mana pakaian yang cocok.
" Sebentar bu! Aku sedang memilih baju yang pas untuk aku kenakan, " jawab Senja yang kini buru buru memilih pakaian. Ia melihat fashion seksi yang ia ingat pernah dibelikan oleh G, Senja lalu tersenyum dan mengenakan nya.
" Tidak usah memilah mana yang bagus, kita akan segera bertemu dengan mereka. Sebaiknya segera siapkan dirimu saja untuk bertemu dengan nya, " Teriak ibu dari lantai bawah dengan suara yang mulai hilang. Ia sudah tua, jadi wajar saja. Senja mengangguk, dia sudah memilah yang bagus, kok, jadi tak perlu banyak basa basi lagi. Senja menuruni tangga, dengan perasaan ceria, ia, ceria topeng. Deg...
Jantungnya langsung berdetak, bukan berdetak karena menuruni tangga dengan cepat, tapi melihat ibunya pingsan!!! Senja langsung panik dan segera membopong tubuh ibunya dan membawanya ke sofa. Air matanya tak terasa menetes, kenapa dengan ibu? " Ibu kau kenapa? " tanya Senja mengguncang tubuh ibunya, berharap ibunya akan bangun. " Ibu, katakan kau kenapa? " tanyanya lagi, kemudian mengecek detak jantungnya. Betapa terkejutnya dia, ibunya sudah tak bernyawa. Senja menggeleng, air matanya membasahi seluruh wajahnya, dia memeluk ibu, ini pelukan terakhirnya, pelukan berarti.
" Hiks... Hiks... Hiks... " Senja masih menangis, betapa tidak? Dia sudah tak punya siapa siapa lagi. Memang punya siapa dia? Ayahnya meninggal, lalu ibunya menyusulnya ke surga. Apakah benar yang dikatakan takdir bahwa dia harus menikah? Dengan menangis, Senja menghubungi seseorang, yang tak lain ialah Tante Elis.
" Halo, Senja, kami sudah lama menunggumu. Ada apa kau menelpon Tante? " ucap Tante dari balik telepon. " Senja, kenapa kau menangis? " Tanya Tante dengan panik begitu mendengar suara Isakan dari Senja. Kenapa Senja menangis? batin Tante Elis.
" Hiks... Tante, ibu... Ibu..." Senja tak bisa melanjutkan perkataannya. Terlalu menyedihkan untuk mengatakannya. Tante Elis yang panik langsung bertanya, " Ibumu kenapa? Cepat jawab!! " paksa Tante dengan nada panik, dia merasakan ada hal buruk hari ini. " Tante, hiks... Ibu, ibu tiada. Huhuuuu... " Senja menangis sekencang-kencangnya, Sementara Tante Elis? Dia terkejut! Matanya terbelalak, benar ternyata ada sesuatu yang buruk. Tante Elis langsung mematikan telepon dan bergegas pergi ke rumah yang sedang berduka.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Tante sampai dan langsung keluar dari mobilnya dan mendobrak pintu depan rumah Senja. Dilihatnya, Senja yang sedang menangis sejadi jadinya, ia tahu betapa berduka nya Senja saat ini. Seperti namanya, matahari yang tenggelam, keceriaannya terbenam tak berdaya. Tante Elis memeluk Senja, menahan air matanya didepan anak itu, terlalu sedih Senja saat ini membuatnya tak boleh memperburuk keadaan. " Senja, tenanglah. Kau tak perlu menangis, kau harus tabah, menghadapi semuanya, untuk itu ibu berpesan padamu agar kau segera menikah. Kau tahu kan, kini? " Senja mengangguk, dia sadar, apa yang dimaksud ibunya saat itu, bahwa umurnya tak panjang lagi. " Tapi Tante, itu terlalu mendadak untukku. Kenapa ibu pergi begitu cepat? " Senja kembali terisak. Baru saja dirinya ingat kalau ibu memanggilnya untuk cepat, dan beberapa detik setelahnya munculah tragedi itu.
" Tante sudah bilang, kau yang tabah, ya? Mungkin dalam waktu singkat, Tante juga akan menyusul ibumu, dan meninggalkan anakku. " Senja sedikit tenang, meskipun dia masih tidak mempercayai apa yang baru saja terjadi ini. Dia termenung, dia teringat dia akan menikah kalau ibunya mencapai batas umurnya, lalu sekarang? Apakah sekarang ia akan menikah? ' Hiks... Aku belum siap menikah, tapi ibu sudah tiada, apa sudah saatnya untuk ku menikah?, jika iya, baiklah, sudah tak ada lagi yang menemani ku. ' Senja merasa sesak, tak bisa bernafas, tak apa jika dirinya menikah, toh dia sudah tak punya siapa siapa lagi.
" Tante, " Tante menoleh kearah Senja yabg sedang menangis meratapi kepergian ibunya. Senja ingin berkata langsung dengan Tante, tapi dia masih belum bisa, belum bisa mengatakan apa yang menyangkut di tenggorokan nya. " Iya, Senja? " Jawab Tante dengan bingung. Ya, tapi ia tau belum saatnya Senja membahas pernikahannya, dia sedang berduka. " Aku siap menikahi anak mu." ucap Senja dingin, kini tak lagi sedih, menimbulkan sejuta pertanyaan di benak Tante Elis. ' Ada apa dengan anak itu? ' batinnya mencoba mencerna perkataan Senja. Kenapa tiba tiba sekali? Padahal dirinya mau menutup topik tentang pernikahan mereka, tapi kalau begini bukannya kesempatan emas untuk Tante Elis?
" Oh, begitu ya, Senja? Kalau begitu tunggu satu Minggu lagi, kita unsur dulu hati pernikahannya. " Senja diam, dia menatap sinis Tante Elis. " Oh, bukannya kau yang bilang pernikahan tak akan diundur? Hingga membuat ibuku mati? Lalu sekarang, kau bilang pernikahan diundur? Sialan kau memang!!! " Bentak Senja lalu menatap tajam Tante Elis, lalu kembali ke kamarnya, menutup pintu kamarnya dengan keras.
' huh... Aku tahu dia akan mengucapkan ini, sedih sekali kehidupan mu, Senja. ' Batin Tante. Tante Elis melihat mayat ibu yang terbaring di sofa, menatapnya penuh kesedihan. " Elaine, menyedihkan sekali kehidupan anakmu. " Ucap Tante masih memperhatikan nya dari kejauhan.
bersambung....
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~