Pagi datang lagi, membangunkanku dengan kicauan burung dan ayam yang berkokok. Hari yang berbeda, tentu perasaan yang sama, yang menunggu pesanmu masuk ke dalam ponselku. Sekadar ucapan "Selamat pagi, semangat untuk hari ini" akan jadi 6 kata hebat yang mengawaliku hari ini.
Buku yang tergeletak di meja sudah tiba pada halaman terakhir. Kata mereka, Hidup ini seperti buku cerita, ada bab untuk bahagia, ada bab untuk sedih dan kembali lagi pada bab bahagia. Jangan lama-lama terhadap kesedihan toh nantinya juga ada bahagianya. Hidup cuma sekali jadi syukuri nikmati aja.
Kemudian, pagi berganti malam. Semenjak kau hadir hidupku terasa tak membosankan. Rambutmu yang hitam dan panjang, dicampur senyummu yang indah. Tak pernah lelah aku mengingat wajahmu, entah mengapa hatiku berkata kaulah orangnya, Bunga.
Akhir-akhir ini kalimat "Jadilah dirimu sendiri" terasa sangat aneh. Apakah seseorang bisa menjadi dirinya sendiri? Seseorang hanya berbuat untuk mengikuti tren yang terus beredar atau lingkungan sekitarnya supaya terlihat keren dimata orang lain, apakah bisa menjadi dirinya sendiri? Tidak. Mending bersikap jujur apa adanya yang diinginkan oleh hati nurani, meski harus dihina oleh orang lain.
Kebanyakan orang takut untuk dihina orang lain, kita lupa bahwa kita adalah manusia yang tidak sempurna, bahwa semua orang yang hidup di dunia pasti mengalami siklus dihina ataupun dipuji. Kata mereka, dipuji tidak terbang, dihina tidak tumbang.
Ketika orang lain memakai celana keluaran terbaru dan kau tidak memakai, tak perlu merasa cemas. Ketika orang lain tidak suka dengan apa yang kamu suka, tak perlu merasa cemas. Sebab, tak perlu repot-repot menyamakan diri dengan orang lain. Setiap orang diciptakan berbeda-beda. Ada yang pandai matematika, tetapi tidak pintar seni rupa. Tak perlu mencela apa yang tidak mereka kuasai bukan? Kita masih bisa memberi support ataupun apresiasi.
Dirimu hanya ada satu di muka bumi ini, jadi pengganggumu akan pergi meninggalkanmu, tetapi orang yang menyayangimu akan tetap tinggal bersamamu. Kemudian, tak perlu merasa cemas.
Pagi ini aku dibangunkan kembali dengan bentakan bunda. Kali ini membangunkanku dengan cara yang berbeda. Bunda meminta bantuan Ayah, dan langsung mengangkatku ke kursi.
Aku yang masih tak sadarkan diri, "Hah, kenapa?"
"Bangun sayang, buruan mandi" Tukas Bunda
"Ya tapi banguninnya gak gini jugaa, jadi kaget. Kalo jantungan Bunda tega ya, Ayah juga mau saja disuruh Bunda" Jawabku sinis
"Udah mandi, habis itu sarapan ya. Jangan sampai terlambat ke sekolah" Ujar Ayah
Tiba-tiba aku keinget 1 hal, "Oh iya anjing, gue kan disuruh nulis sama pak Agus, mati gue" Batinku
"Cepet mandii kok malah ngelamun"
Tanpa menggubris perkataan Bunda dan Ayah aku langsung pergi menuju kamar mandi. Aku tidak ingin terlambat lagi supaya tidak bertemu pak Agus di depan pager sekolah.
"Onad sarapan dulu, ini udah disiapin rotinya" Tukas kak Rain
"Gue makan sama jalan"
"Tumben banget rajin anak bunda"
Aku menautkan kedua alis, "Telat diomelin, datang pagi juga diomelin"
"Pagi-pagi kok sudah ribut, yaudah berangkatnya hati-hati ya dek" Ucap Bunda
Bunda memang selalu baik terhadapku. Entah seburuk apapun perilakuku, dia tetap saja menasehatiku dengan pelan-pelan. Bahkan aku minta apa saja selalu diturutinya. Berbeda dengan Kak Rain. Dia jarang mendapatkan perhatian dari Bunda, apalagi kalau minta sesuatu, Bunda selalu memikirkannya dahulu. Ini yang membuatku tidak betah di rumah, selalu saja diceramahi. Aku lebih suka kehidupan yang tenang, dan damai.
Perjalanan ke sekolah memakan waktu kursag lebih 25 menit dari rumahku. Aku tidak terlambat, dan langsung menuju kelas untuk melanjutkan tidur lagi.
"Tumben banget lu datang cepet banget Nad" Tukas Sindi
"Ya cepet gak telat" Jawabku sinis dan langsung menata kursi di belakang
Sindi menjawabnya dengan deheman.
Selepas jam pertama berbunyi pak Agus langsung mencariku di kelas.
"Permisi Onadio mana?" Tukas pak Agus
"Di belakang pak tidur" Jawab se-isi kelas serentak
Pak Agus melangkahkan kakinya ke belakang, "Astagfirullah, tidak terlambat tapi di kelas langsung tidur. Pinter juga kamu"
Sontak membuatku kaget, "Ada apa ya pak mencari saya?" Tanyaku
"Ada apa ada apa. Mana tugas kamu?"
Aku seolah-olah membuka tas, "Kok nggak ada ya pak, apa jatuh"
"Alasan saja kamu, bilang saja belum nulis kan"
"Ketinggalan pak" Jawabku
"Yaudah ambil sekarang, buat surat ijin pulang"
"I-iyaa pak" Aku langsung pergi dari kelas dan menuju Ruang guru.
Selepas mendapatkan surat ijin, aku langsung keluar dari sekolah dan mencari tempat yang nyaman untuk menulis. Berhentilah aku di sebuah lapangan yang disediakan tempat duduk beserta mejanya. Sudah setengah aku menulis tiba-tiba ada yang menepuk pundakku.
"Kenapaa duduk di sini sendirian? Bolos ya" Tukas Bunga
Aku mengambil surat ijin, "Enggak bolos"
"Lo tugas apa yang tertinggal? Ini lu kok malah nulis?"
"ini"
Bunga membacanya, "Oh ternyata terlambat ya, haha ada tanda tangan orang tua tuh"
"Gue gak terlambat, cuman di montor pelan-pelsn menikmati pagi hari" Jawabku sinis
"Lah ini buktinya" Bunga sambil tertawa terbahak-bahak, "Mau gue tulisin?"
"Boleh, gue juga capek"
"T-tapi kan tulisannya beda Nad, nggapapa?" Tanya Bunga
"Gapapa bodo amat yang penting gue juga udah nulis" Jawabku kemudian menanyakan, "Lu kok di sini? Pas banget sama gue juga di sini"
"Gue kan olahraga nad, emang olahraganya di lapangan ini. Lu emang sengaja dateng kesini biar bisa liat gue kan" Tukas Bunga dengan pede
"Idih, gue juga habis ini pulang"
"Ya iya kan ijinnya gak lebih dari 2 jam tadi kan, kalo lama paling betah di sini" Jawab Bunga dengan tertawa kecil.
"Lu bukannya ikut temen-temen lu ke tengah lapangan pemanasan, malah kesini"
"Ya gue tadi liat montor lu dari kejauhan, lagian gurunya juga dateng telat Nad"
Lalu, Bunga menyodorkan kertas kepadaku, "Sudah selesai komandan. Saya ijin pergi menyusul teman-teman"
Aku hanya bisa tertawa kecil, "Makasih yaa, sana susul temanmu laksanakan"
"Laksanakan komandan, siap grak"
Sungguh kelakuan Bunga yang seperti anak kecil begitu imut dan lucu.
Aku langsung pulang dan meminta tanda tangan Bunda, Bunda tidak banyak ngomong dan langsung menuliskan tanda tangannya ke tempat yang sudah ku beri tanda.
"Udah, cepet balik lagi ke sekolah. Udah tertinggalan pelajaran" Tukas bunda
Pukul 8.30 aku meletakkan motorku kembali di parkiran sekolah, kemudian menuju ke kelas untuk menemui wali kelas. Kebetulan sekali wali kelas mengajar di kelasku. Jadi, aku tidak bersusah payah mencarinya kesana kemari. Wali kelasku memang super sibuk, dia mengajar Seni Rupa di kelas 1,2, dan 3.
"Permisii, maaf bu Isna tadi ijin pulang, ini juga mau minta tanda tangannya" Ucapku kemudian menyerahkan kertas.
"Lain kali jangan terlambat lagi ya, datang kayak temen-temen lain Nad"
Aku hanya menjawab dengam senyuman kecil, setelah mendapatkan tanda tangsm bu Isna. Aku langsung menemui pak Agus di sebuah ruangannya.