Chereads / GUMIHO AND THEIR LOVER / Chapter 10 - MENCARI CHAE

Chapter 10 - MENCARI CHAE

Jika sekarang musim dingin dan seharusnya seluruh tubuh akan membeku ataupun merasakan kedinginan yang menusuk, mungkin tak akan berlaku pada otak Eunha yang sekarang tengah mendidih dan panas.

Bagaimana tidak? Kesalahan demi kesalahan terus membayanginya.

Yang pertama adalah mengusir Chae ternyata awal dari kesialannya. Dan yang kedua, sebuah nasihat bercampur peringatan dari bibinya adalah musibah.

Flashback

"Ya bi?"

"Apa dia bersamamu?"

Eunha mengeryit, "Dia siapa bi? Aku bersama Juna —"

"Bukan dia tapi manusia rubah itu!"

Bentakkan itu sampai di hati Eunha. Entah bagaimana atau kenapa bisa bibi Jung yang berada diujung pedesaan itu bisa tahu segala yang ada di sekitar dirinya.

Eunha menelan ludah saat suara lantang bibinya itu begitu jelas terdengar lewat telepon.

"Kau harus bersamanya. Bantu dia apapun yang dia butuhkan. Jika tidak, maka sesuatu yang buruk akan terjadi."

"Se—sesuatu yang buruk? Tu—tunggu dulu bi..bagaimana bibi tahu —"

"Aku akan mendegar semua alasanmu nanti saat aku datang ke sana. Sekarang cari dia!"

Flashback end

Juna diam mengamati. Mendengar bagaimana bibinya itu mengancam, sepertinya benar-benar akan terjadi sesuatu.

Gadis itu terlihat bingung hingga tak bisa melakukan apapun selain mengunyah sedotan plastik sambil berpikir keras.

"Apa itu masuk akal?" tanya Eunha lagi. Tapi hati dan otaknya tidak berjalan sinkron.

Eunha tetap mondar-mandir gelisah sambil memperhatikan setiap orang yang lalu lalang di depan kafe.

Jam kuliahnya terlewatkan demi mencari Chae. Sebuah keputusan yang akhirnya ia ambil daripada mendapat kesialan yang bertubi-tubi lagi.

"Bisa saja. Kau yang lebih tahu bagaimana bibimu itu" ujar Juna memanas-manasi.

Pria itu senang karena mainannya akan kembali. Walau mungkin tidak dalam waktu dekat.

"Tapi..kemana lagi kita harus mencari dia? Aku sama sekali tidak mengetahui tujuannya itu."

Juna mengeryit. Teringat sesuatu.

"Kau bilang dia tengah mencari kekasihnya kan? Siapa namanya?"

Eunha mencoba mengingat-ingat, "Charyoung? Eh bukan Chaeyoung! Yah Chaeyoung!"

Juna mengeluarkan ponselnya dan melakukan sesuatu. Sebagai mahasiswa tingkat akhir di bidang teknologi komputerisasi cyber dan informatika, tentunya ia punya trik khusus dalam mencari seseorang. Walaupun terkadang, ia harus menempuh jalan 'pintas' untuk mencari apa yang ia mau.

"Ada sepuluh ribu pemilik nama Chaeyoung. Semua tersebar di sepuluh kota dan —"

"Hei hei. Kita ingin mencari Chae. Bukan Chaeyoung!"

"Apa salahnya jika ikut membantu juga? Bukannya sama saja. Mereka akan saling mencari kan?"

Eunha menepuk jidat, "Kau tidak ingat? Mereka itu dari jaman sebelum memiliki identitas. Tentu saja mereka juga tidak tahu menahu tentang apa itu KTP. Chaeyoung yang kita cari tidak ada di kotak pencarian, Juun."

Juna mengangguk sambil nyengir, "Oh iya. Benar juga. Ah bagaimana kalau kita tanya polisi atau orang-orang di dekat sini, mungkin mereka melihat orang aneh yang berkeliaran."

Eunha setuju. Ia bahkan menyesalkan mengapa tak terpikirkan olehnya untuk bertanya pada polisi patroli?

Eunha ingat, bahwa Chae mengatakan ia butuh istirahat agar bisa kembali ke wujud manusia. Mungkin jam segini, Chae telah kembali ke wujud aslinya.

Sementara itu Chae harus puas tidur di salah satu kotak bekas yang teman-teman kucing dan anjingnya berikan padanya. Beberapa orang melihatnya penuh keheranan. Tak sedikit pula yang menyayangkan bahwa ada pria tampan yang keluar dari sebuah kerdus bekas.

"Hei! Apa yang kau lakukan di situ?" tanya seorang pemulung yang terkejut melihat Chae di dalam kotak.

Chae bahkan menggeliat tak peduli.

"Nyenyak sekali tidur di sini. Apa aku boleh membawanya pergi bersamaku paman?"

Paman itu menggeleng frustasi. Dalam hatinya ia menyebut bahwa ternyata dia lebih beruntung dari anak muda ini.

Ia merasa beruntung karena tidak menjadi gila sepertinya.

"Apa kau tidak punya tempat tinggal? Pergilah nak. Kau pasti sedang dicari orang tuamu," ucap pria itu iba.

Ia bahkan menepuk punggung Chae tanda prihatin.

"Orang tuaku sudah lama meninggal paman."

Paman itu semakin bersedih. Ia bahkan terlihat ingin menangis.

"Anak muda yang malang."

Chae mengerjap. Tak mengerti situasi yang ia lihat ini.

"Dengar nak. Kegagalan memang menyakitkan. Kehilangan juga bisa membuat kita menderita. Tapi kita harus berjuang nak. Melawan semua dengan kepala tegak. Menghadapi dunia yang menyakiti kita!"

"Ehm paman bawalah. Aku tidak jadi mengambilnya," ujar Chae yang meletakkan kembali kardusnya.

Paman pemulung itu tersenyum semringah hingga menampakkan gigi ompongnya.

"Semoga kau beruntung, nak."

Chae nyengir. Ia akhirnya pergi dengan percaya diri. Kekuatannya seperti pulih kembali. Meski ia tak tahu harus mulai mencari Chaeyoung dimana, Chae memutuskan untuk kembali ke taman malam itu.

Duduk di tempat yang sama sambil menghidu bau yang Chaeyoung tinggalkan. Tapi bau itu tidak ada. Sudah pergi terbawa angin.

Chae yakin malam itu ada Chaeyoung di sana. Di malam purnama yang membelenggu keduanya.

Kenangan pahit yang Chae rasakan saat melihat bulan kembali terngiang. Mereka harus saling berkejaran dengan Kikyou yang tak memberinya kesempatan untuk memilih.

"Aku janji. Kita akan selalu bersama."

Chaeyoung menatap Chae cemas. Situasi memburuk saat para Kikyou mulai menyadari persembunyian mereka. Suasana pesta yang harusnya tampak bahagia dan menyenangkan, berubah seketika menjadi medan perang.

Chae balik menatap Chaeyoung yang putus asa, "Aku mencintaimu. Selamanya. Aku akan menjagamu, seumur hidupku."

Nyatanya Chae masih di sini. Tak tahu harus mulai mencarinya kemana.

Seorang anak kecil menyadarkan Chae dari lamunan siang bolongnya. Gadis kecil itu tampak terkagum dengan Chae yang menatapnya kosong.

Chae akhirnya menyadari tengah diperhatikan dan ia mencoba mendekat. Tersenyum pada gadis kecil itu lalu melakukan sebuah sihir yang ia kuasai.

Sihir yang selalu membuat Chaeyoung terpana.

"Mau lihat bunga bermekaran?" tanya Chae.

Gadis kecil itu mengeryit, "Ini musim dingin. Mana mungkin bunga bisa mekar, paman!"

Chae tersenyum tipis. Ia lantas meniupkan debu kristal ke salah satu pohon yang berada di sampingnya.

Keduanya mendongak memperhatikan kemana arah debu itu bertebangan. Hingga angin berputar kencang mengelilingi pohon tersebut.

Dengan ajaib, bunga sakura mulai bermekaran.

Gadis itu mengerjap tak percaya. Bahkan Chae sengaja menjentikkan jarinya lalu membuat bunga itu berguguran tepat di atas kepala gadis kecil itu.

"Bunga! Apa paman pesulap?" histerisnya.

Hingga orang-orang sekitar mulai mengalihkan perhatian mereka kepada keduanya. Terlebih melihat sebuah pohon tengah berbunga di musim dingin. Mereka semua terkejut. Mengatakan bahwa ini sebuah keajaiban.

Gadis kecil itu berteriak girang sambil menunjuk Chae lah pelakunya. Namun sang gadis terkejut saat melihat Chae tak lagi berada di tempatnya.

"Paman itu yang melakukannya! Aku tadi melihatnya sendiri!"

Chae berlalu dibalik kerumunan orang. Cahaya merah kembali bersinar di pergelangan tangannya.

Chae bersiaga namun tak melihat apapun. Cahaya itu bersinar hanya sebentar saja. Melintasinya dengan kecepatan yang cukup tinggi.

"Chaeyoung —"

Entah apa yang ada dibenaknya, Chae melompat menuju lampu merah untuk mengejar mobil sedan hitam yang melintas tepat di hadapannya tadi. Tanpa memperkirakan sebuah truk barang yang siap melindasnya. Supir truk terkejut melihat Chae hingga ia membanting stir keluar dari pembatas jalan. Chae tak sempat menyadari dan tabrakan pun tak terelakkan.

Semua orang yang berkerumun di pohon tadi pun mulai memperhatikannya. Sebagian para pejalan kaki berteriak histeris melihat bagaimana kecelakaan itu terjadi. Termasuk sang gadis kecil itu. Ia berlari tanpa takut mendekati mobil truk yang terguling hingga tak menyadari seseorang tengah mengelakkannya dari reruntuhan material truk yang nyaris remuk itu. Semua orang terkejut melihat supir truk berhasil selamat dan tengah berbaring di trotoar. Pria itu kebingungan dengan apa yang telah ia alami itu.

"Terima kasih." Gadis itu menoleh untuk melihat siapa yang telah menolongnya tadi. Ia terkejut melihat Chae berdiri di sana.

"— paman pesulap!"

Chae meletakkan satu jari di bibirnya, lalu tersenyum.

"Hati-hati gadis manis."

Dan dia pun berlalu.

.

.

Bersambung