Chereads / GUMIHO AND THEIR LOVER / Chapter 15 - NASIB YANG TAK BISA DIUBAH

Chapter 15 - NASIB YANG TAK BISA DIUBAH

Eunha mendorong tubuh Chae agak kasar.

Pasalnya, suasana menjadi canggung setelah Juna datang lalu memicingkan matanya curiga.

Wajah Juna yang datar dan ketus itu, sukses membuat Eunha menekan saraf otak kanannya untuk berpikir layaknya teori Einsteins yang masih belum terpecahkan.

Ribet dan pusing.

"A..aku belum melakukan apapun. Jadi simpan dulu saja terima kasihmu."

Chae melirik Eunha bingung. Setelah menyadari bahwa Juna berada dibelakang mereka, ia mulai memahami situasinya.

"Oh. Hai..kau si pembuat mie di kotak kaca kan?"

Juna mengeryit. Setelah mengingatnya ia jadi ingin tertawa.

"Oh hai. Sepertinya kita belum kenalan, kan? Namaku Koo Juna. Panggil saja Jun atau Juna, terserahlah."

Juna mengulurkan tangannya agak lama. Chae mencoba menerka salam bentuk apakah itu. Apa dia harus melakukan hal yang sama? Karena ragu, ia tak jadi mengeluarkan tangannya dari balik pinggangnya.

Eunha dan Juna saling pandang. Mereka mengira bahwa Chae tak ingin berjabat tangan. Karena tak kunjung disambut, Juna memilih menepis tangannya sendiri.

"Dia juga akan membantu untuk mencari kekasihmu itu," ujar Eunha yang dibalas senyuman lebar dari Chae yang sejak tadi masih terlihat bingung.

"Benarkah? Hai! Namaku Chae —"

Mendengar itu dia langsung ingin balas tanganku — gumam Juna kesal.

Chae tersenyum canggung sampai Eunha menginterupsinya untuk segera masuk dan bersiap ke kampus. Tinggal mereka berdua yang saling berhadapan serta saling membaca pikiran masing-masing lawan bicaranya.

Juna memindai Chae yang tampak sangat berbeda dari segi penampilan dan fisik. Sekarang Chae terlihat lebih tampan dan berwibawa daripada dirinya yang kemarin malam.

Sedangkan Chae sendiri menilai pemuda yang terlihat sangat muda dan punya sifat pemarah ini, seperti — apa kelak ia bisa membantunya?

"Apa kalian begitu dekat?" tanya Chae mulai mencari topik pembicaraan.

Berduaan dengan pria di depan toko, rasanya agak terlihat aneh. Apalagi saling terdiam nyaris lima belas menit berlalu.

"Siapa? Aku dan Eunha maksudmu?"

Chae mengangguk. Juna yang tengah memojokkan diri di salah satu tiang listrik itu juga ikut memindai pertanyaan Chae akan dirinya dengan Eunha.

Baginya, apa ini saat yang tepat untuk menjelaskan suatu hubungan antara pria dan wanita?

"Kami cuma teman sekampus," jawab Juna dengan nada rendah.

Chae sampai menajamkan kedua telinganya yang muncul di atas kepala agar bisa mendengar jawaban Juna tersebut.

Baginya sangat menarik untuk ikut campur urusan orang lain apalagi masalah asmara.

"Aku meragukannya," ucap Chae dengan dialek orang tua yang begitu tua.

Juna terbelalak, "Maksudmu?"

"Aku dengar, hubungan antara pria dan wanita itu tak bisa dikatakan hanya sebagai teman."

Chae bahkan menambahkan penampilannya dengan mengelus jenggot yang tak kasat mata sambil melipat tangannya menompa sikut tangannya yang lain.

Jika Juna tak salah membayangkan, ia kini seperti berhadapan dengan seorang bangsawan di jaman Joseon. Atau kesatria dari negeri China.

"Kami cuma teman. Tidak lebih."

"Untuk sekarang, tapi tak tahu nantinya," ujar Chae masih ngotot dengan kepercayaan dirinya.

Juna mengusap wajahnya frustasi.

"Terserahlah. Kenapa tiba-tiba kau membahas ini?" tanya Juna kesal.

Chae tersenyum tipis melihat nada bicara Juna yang berubah.

"Aku cuma —"

"Hei Jun! Ayo kita berangkat!"

Eunha akhirnya turun dan bersiap menggandeng pemuda yang tampak masih belum menghilangkan kekesalannya pada Chae.

Melihat itu, Chae jadi semakin yakin akan teorinya itu.

"Kalian mau pergi?"

"Ya. Dan setelah kami kembali dari kampus nanti, kita akan membahas tentang dimana kekasihmu itu, oke?"

Chae mengangguk paham dan sekali lagi dia mengucapkan terima kasih kepada keduanya. Karena bagaimanapun, mereka sangat baik mau membantunya.

Namun, selama Eunha dan Juna pergi, Chae merasa gelisah jika hanya menunggu tanpa melakukan apapun sebelum mereka kembali.

Untuk memastikan lagi akan apa yang Chae yakini bahwa Chaeyoung pernah ada di taman itu, Chae memutuskan untuk pergi lagi ke sana.

Berharap paling tidak, ia mendapatkan satu petunjuk lain. Seperti kendaraan apa yang membawa cahaya Chaeyoungnya itu pergi. Chae yakin sekali bahwa Chaeyoung ada di dalam sebuah kotak bergerak berawarna hitam yang ia baru ketahui bahwa kotak itu namanya mobil.

Atau petunjuk lain seperti kemana arah mobil itu membawa cahayanya. Chae harus mencaritahu itu lebih dulu. Sehingga sisanya, ia mungkin bisa meminta bantuan Eunha dan juga Juna untuk mencari lebih lanjut.

Salju tak lagi selebat kemarin. Menurut ucapan orang-orang yang ia lewati selama perjalanan tadi, mereka mengatakan bahwa tahun ini salju berumur pendek disebabkan oleh pemanasan global.

Chae tak yakin dengan maksud ucapan mereka yang terakhir.

Pemanasan global?

Apa itu semacan memanaskan tungku?

Salah satu pohon yang ia jadikan 'sihir' pertamanya di tempat asingnya ini terlihat masih dikerumuni oleh pengguna jalan ataupun pengunjung yang melintas di sana.

Tak sedikit dari mereka mengelilingi pohon lalu menggunakan — lagi-lagi kotak persegi— ke wajah mereka atau ke beberapa sudut untuk menyalakan lampu. Dan ajaibnya, wajah mereka bisa masuk ke dalam kotak tersebut seperti kembaran.

Seperti lukisan yang begitu nyata! — pikirnya.

Chae berdiri seorang diri di salah satu lampu penyebrangan. Mulai mengamati setiap orang yang terlihat sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Tak sedikit dari mereka yang memilih kotak persegi itu sebagai teman perjalanan. Meski ada yang berjalan dengan beberapa orang, anehnya mereka saling tak bicara dan sibuk memainkan kotak persegi itu. Padahal berbincang berdua ataupun dengan teman, bukankah lebih menyenangkan daripada menunduk terus tanpa menghiraukan orang lain?

"Dunia baru ini sangat membingungkan,Cheyoung. Apa kau menyadarinya?" gumamnya.

Hampir dua jam Chae berdiri menanti cahayanya lewat. Namun sepertinya tak ada tanda apapun bahwa hal itu akan terjadi. Chae mulai ingin menyerah untuk beristirahat sebelum ia melihat sepasang muda-mudi tengah bertengkar di tengah jalan.

Sang gadis menepis tangan pemudanya dan mulai menyebrangi jalan. Sambil menangis dan tak acuh dengan sekitarnya, ia berlari begitu saja hingga tak menyadari mobil di sisi kanannya datang dengan kecepatan yang cukup kencang.

Melihat itu Chael menjetikkan jarinya lalu berlari cepat mendorong gadis itu ke tepi. Setelah efek time flash milik Chae habis, gadis itu terkejut saat melihat dirinya masih berada didekat kekasihnya.

Chae tersenyum puas dengan apa yang telah ia lakukan.

Chae pun berlalu. Hingga ia tak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang mengenakan baju berpenutup kepala berwarna hijau tua. Orang tersebut seperti sama sekali tak terganggu dengan kecelakaan kecil itu.

Sampai Chae mengatakan maaf, orang tersebut masih tetap tak acuh dan memilih meninggalkan Chae yang masih tercengang.

Di tengah perjalannya itu, orang tersebut berguman lirih seolah ingin menjawab ucapan Chae. Alih-alih senang karena telah direspon, Chae setelahnya malah mengeryit mendengar penuturannya.

"Kau tidak bisa mengubah takdir mereka di sini —"

Sebuah mobil melaju begitu kencang dari arah jam dua belas.

"— kekuatanmu itu takkan berguna bagi mereka."

Mobil sedan putih itu tak bisa mengendalikan mobilnya yang tergelincir terus mengarah ke lampu merah dan penyebarangan.

Chae terbelalak. Terlambat untuk menyadari kecelakaan beruntun yang mengerikan itu. Terlebih ketika melihat pasangan kekasih tadi malah turut menjadi korban kecelakaan.

"Kenapa..kenapa seperti ini?"

**