Chereads / GUMIHO AND THEIR LOVER / Chapter 11 - BIBI JO

Chapter 11 - BIBI JO

"Bagaimana?"

Juna mengedikkan bahu. Sesuatu yang mereka pikir akan berjalan mudah, ternyata tak sejalan dengan ekspetasi.

Sulit untuk mencari Chae yang padahal belum pergi menghilang kurang dari sepuluh jam.

"Besok kita cari lagi."

"Aku bisa lanjutkan jika kau mau. Ayo kita cari lagi," ujar Juna yang mendapatkan ketidaksetujuan Eunha.

Gadis itu menggeleng pasrah, "Kau harus bekerja bodoh! Kau sudah hampir terlambat. Besok kita cari lagi."

"Kau yakin?"

Eunha mengangguk mantap. Mereka akhirnya pun berpisah di halte. Junhoe menyambut kedatangan bus yang akan membawanya pergi menuju minimarket tempatnya bekerja. Sedangkan Eunha memilih untuk sekali lagi menyusuri kota berharap mendapat satu petunjuk.

Hingga sebuah pesan masuk ke ponselnya. Pesan beruntun dari teman sebelah kamarnya — Umji.

1 pesan diterima

Umji 🐶

"Aku mengirim sebuah keajaiban padamu!"

"Lihat ini!"

(Umji mengirim gambar)

Eunha mengeryit tak mengerti. Apa yang keajaiban? Bukankah sudah biasa jika bunga sakura mekar?

>>>>>> Eunha

>>>>>>"Apa yang aneh? Itu pohon. Lantas?"

Umji 🐶

"Astaga 😑 aku pikir kau akan langsung paham."

"Ingat ini musim apa? Apa tidak terlihat aneh buatmu?"

>>>>>>>Eunha

>>>>>>>"Eh? Jadi maksudmu ada bunga yang mekar di musim dingin?"

Umji 🐶

"Yah! Sekarang kau paham?"

>>>>>>>Eunha

>>>>>>>"Hemm..mungkin saja itu cuma replika toko itu?"

Umji 🐶

"Astaga! Mana mungkin! Hal ini tengah menjadi viral di laman Naver! Ada seseorang yang melakukannya."

"Keajaiban bukan sampai disitu. Bahkan ada yang melihat dirinya selamat dari tabrakan maut! Dia seperti penyihir."

>>>>>>>Eunha

>>>>>>>"Siapa orang itu?"

Umji 🐶

"Entahlah. Semua orang tengah mencari tahu. Dia menghilang begitu saja. Bahkan dari rekaman cctv yang beredar, pria itu seperti alien! Astaga benar-benar menggemparkan."

>>>>>>>Eunha

>>>>>>>"Pria? Bisa kirimkan aku rekaman cctv itu?"

Umji 🐶

"Cari saja di Naver. Kau akan langsung menemukannya di pencarian pertama"

Eunha seperti menyadari sesuatu. Ia lantas mencari video tersebut dan memutarnya. Jika dugaannya benar, pria itu adalah Chae.

Dari rekaman terlihat jelas bagaimana sebuah bayangan putih melompat keluar dari pintu truk yang akan terguling.

Dan entah bagaimana, pria itu berhasil membawa supir keluar dari mobil dan meletakkannya di trotoar begitu saja.

Gerakan yang begitu cepat. Seperti tidak asing baginya. Eunha lantas mencari informasi lain dan menemukan sesuatu. Gadis itu langsung kembali ke halte bergerak cepat mengejar bus yang akan membawanya ke suatu tempat, yaitu taman kota.

Sesampainya di sana, tentu saja Eunha tidak menemukan Chae. Yang ia temukan malah pohon sakura yang masih berguguran bunganya di tengah hujan salju.

Eunha berlari menyisir sudut kota dan menemukan kantor pengawasan jalan, yang tentu saja ada beberapa polisi patroli yang bertugas.

Setelah bertemu dan berbincang dengan mereka, Eunha mendapat petunjuk, kemana kira-kira Chae pergi. Meski kemungkinannya adalah 1 banding 50, Eunha mencoba peruntungannya.

Ia menyusuri jejak-jejak Chae yang mungkin kini tengah kembali ke wujud hewannya.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Harusnya, Chae tak bisa bertahan lama dengan wujud manusianya itu.

Berbekal keyakinan dan teori yang ia tahu , Eunha mencoba sekali lagi mencari Chae untuk malam ini.

Sementara itu di sisi lain, Chae mulai merasa gontai karena kelelahan. Belum lagi luka yang ia terima dari benturan dirinya dengan badan truk, mau tak mau membuat tangannya kiri dan bahunya sedikit terluka.

Ia membuang banyak energi untuk memperbaiki tulang bahunya yang bergeser itu.

"Aku lapar sekali," keluhnya.

Chae menyusuri gang-gang perumahan penduduk dan mendapati seorang wanita paruh baya tengah berjuang melawan seseorang yang berani mengganggunya.

Wanita itu bergelut hebat mempertahankan tasnya yang akan berpindah tangan pada pria berjaket hitam dan misterius itu jika ia tak melawan.

Teriakannya yang meronta sambil meminta tolong sepertinya tak diendahkan penduduk sekitar.

Entah mereka tak peduli atau memang tak ada orang di dalam rumah, wanita itu terus berusaha meminta bantuan dengan suara  keputusasaan.

"Lepaskan!"

Sekali tarikan, wanita itu jatuh tersungkur hingga menyebabkan tasnya berhasil digondol pencuri.

Chae yang melihat itu lantas menggunakan tenaga terakhirnya untuk mengejar dan menghentikan pelarian si pencuri.

Awalnya pria itu bingung memikirkan — 'bagaimana ada orang di hadapannya secara tiba-tiba?' — namun kesadarannya kembali setelah ia merasa Chae adalah ancaman.

"Kembalikan tas itu!"

Pencuri itu menolak untuk menuruti perintah Chae hingga ia memilih mengeluarkan pisau dan menodongkannya kepada Chae.

Chae memicingkan matanya tajam lalu mulai mengikuti arah pergerakan pisau itu yang nyaris melukai tubuhnya dua kali.

Tanpa menunggu, Chae berhasil menarik ujung tas kemudian mendorong pencuri dengan tas tersebut. Membuatnya oleng dan terjatuh. Sebelum pencuri itu kembali bangkit, Chae menginjak tangan pria tersebut lalu menendang pisau yang ada di tangannya.

Dalam jeritannya, pencuri itu minta ampun lalu membuat serangan tak terduga.

Ia melemparkan semacam tepung ke wajah Chae hingga akhirnya berhasil kabur karena Chae tak bisa melihat dengan jelas.

Chae ingin mengejarnya namun tangannya telah lebih dulu dihentikan oleh wanita paruh baya yang masih tersengal lelah.

Chae mengambil tas tersebut lantas menyerahkannya kembali pada si pemilik. Setelah melihat dengan jelas, Chae terkejut mengetahui siapa wanita itu ketika dilihatnya dari dekat.

Dan tak ubahnya dengan Chae, wanita tersebut pun berseru setelah melihatnya.

"Kau!"

Chae balik menunjuk, "Nyonya pemilik kost?"

.

.

"Aigo. Kau seperti tak makan selama seminggu," ucap nyonya pemilik nama asli Kim Dae Jo itu.

Chae membalas ucapan bibi Jo itu dengan cengiran khasnya.

"Kau darimana saja? Gadis itu mencarimu."

Chae mengeryit, "Siapa?"

"Jung Eunha. Siapa lagi."

Chae menggeleng tak percaya, "Mana mungkin dia mencariku. Aku telah diusir olehnya."

Bibi Jo menggebrak meja, "Jadi kalian punya hubungan? Hah?"

Melihat bibi Jo yang tiba-tiba kesal membuat Chae menelan mienya susah payah. Ia teringat bagaimana Eunha mencoba berkonspirasi dengannya bahwa mereka tak saling kenal satu sama lain.

"Ma—maksudku, kami itu ehm..."

"Ah sudahlah. Karena kau sudah menolongku maka aku akan memaafkan hubungan rahasia kalian itu."

Chae mengeryit tak mengerti.

"Kadang aku memang terlalu keras pada mereka. Kuakui itu. Apalagi pada Eunha. Bagiku anak itu sudah kuanggap anakku sendiri. Jadi saat ia membuat kesalahan seperti kemarin, aku merasa was-was dia sudah terpengaruh pada gadis-gadis nakal itu."

Chae mengangguk mendengarkan. Selesai menyantap mie mangkuk keduanya itu, Chae menimpali, "Dia anak yang baik."

"Kau benar. Hanya saja sedikit gegabah."

Chae mengangguk setuju. Ia bahkan tertawa kecil mengingat bagaimana lucunya Eunha mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

"Terima kasih atas bantuanmu tadi. Kalau tidak ada kau, mungkin aku akan kehilangan banyak uang. Uang ini harus kusimpan untuk anakku besok. Tapi sialnya aku malah jadi incaran pencuri."

"Bibi mau pulang? Apa perlu kuantar?"

"Apa kau tidak pulang? Daerah ini tempat tinggalmu?" tanya bibi Jo balik.

Chae tersenyum saja mendengar pertanyaan tersebut. Jika ia mengatakan yang sebenarnya, apa bibi Jo akan membiarkannya tinggal di kostnya yang ketat sekali akan peraturan itu? Jawabannya pasti tidak.

"Tidak apa. Aku akan temani. Rumahku bukan di sini. Tadi itu aku hanya sedang berjalan-jalan saja."

Bibi Jo mengangguk paham. Setelah makan, mereka bersiap pergi menuju halte bus.

Selama perjalanan, Chae terus merasa takjub. Ia ingin sekali menyembunyikan 'kejadulannya' tersebut. Tapi nyatanya, ia tetap tak bisa menahan diri.

Apalagi melihat jalanan kota yang dipenuhi dengan kendaraan dan lampu-lampu yang indah. Sangat ramai dan menakjubkan. Chae bahkan tak henti-hentinya untuk terkagum - kagum.

Sampai-sampai yang terlintas dipikirannya, ia berjanji jika bertemu kembali dengan Chaeyoung, dia akan membawa gadis itu melihat lampu-lampu yang indah ini. Apalagi dari bangunan tinggi yang bibi Jo bilang adalah menara Nonsan itu.

Chae terus berkhayal hingga tak ingat waktu.

Sampai di pemberhentian hingga menuju rumah kostnya, Bibi Jo tak berhenti bicara dengan Chae. Pria itu pun tak keberatan dengan obrolan sepanjang perjalanan mereka itu.

Sampai di depan salon miliknya, Bibi Jo meminta Chae untuk tinggal. Namun Chae menolak karena takut akan membuat keributan lagi.

Bibi Jo tersenyum mendengarnya, "Masuklah. Kau sebatang kara dan tak punya tempat tinggalkan?"

Chae terkejut. Ia tak bisa mengelak untuk semua kebohongan yang ia katakan tadi.

Dari cara Chae melihatnya, sangat terlihat jelas di wajah Chae bahwa pria itu tengah bertanya,"Bagaimana bibi tahu itu?"

"Apa kau pikir aku buta? Masuklah!" bentak bibi Jo yang diiringi senyuman tipis dibalik amarah palsunya tersebut.

.

.

.

Bersambung