Pantai dengan keindahan sunset yang spesial di Kupang adalah Pantai Batu Nona. Pantai ini bersih dengan kolaborasi pohon lontar di sepanjang pantai yang mempesona. Nama "Batu Nona" yang melekat pada pantai ini bukan tanpa sebab.Dahulu di pantai ini ada seorang gadis yang bunuh diri dengan menceburkan diri ke laut dari atas tebing. Tak begitu lama muncul sebuah batu karang yang berbentuk seperti gadis itu. Maka warga sekitar menyebut pantai ini,dengan sebutan Pantai Batu Nona.
Dan, saat ini Anastasia tampak begitu bahagia melihat keindahan sunset bersama Danzel. Pemuda tampan itu tak lagi terlihat kesal karena harus menemani gadis cantik itu.
"Kau suka ke pantai?" tanya Danzel sambil memberikan kelapa muda pada Anastasia yang langsung menyesap air kelapa itu dengan nikmatnya.
"Pantai selalu membuatku jauh lebih baik. Bagaimana pekerjanmu hari ini?"
"Baik. Beberapa bulan lagi, ayahku sudah menyelesaikan masa dinasnya di kota ini, dan mungkin kami akan ke Jakarta. Kuharap, kita nanti bisa bertemu di sana."
Anastasia menoleh, dalam hati ia merasa berdebar-debar. Bagaimana tidak, jika Kevin ke Jakarta ia akan mengetahui siapa Anastasia yang sebenarnya.
"Kevin, apa selama ini kau tidak pernah penasaran dengan wajahku? Selama ini kita hanya saling chat, saling bercerita, sesekali telepon. Apa yang kau pikirkan mengenai diriku?"
Danzel menghela napas panjang, dalam hati ia mengutuk Kevin. Karena sikap pengecutnya itu membuat ia terpaksa harus terus berdusta di depan Anastasia. Untung sahabatnya itu selalu menceritakan semua tentang Anastasia sejak awal.
"Aku penasaran tentu saja, tapi aku merasa nyaman saat kita sering bicara. Hanya saja, aku memang tidak terlalu banyak berharap kau benar-benar akan menemui diriku. Jadi, aku hanya biasa saja. Dan membiarkan perasan itu mengalir dengan sendirinya. Tidak terlalu percaya dan tidak terlalu berharap. Sampai dua minggu lalu kau mengatakan akan berkunjung ke kota ini membuatku memiliki sebuah harapan."
"Harapan apa?"
"Harapan untuk mengenal dirimu lebih jauh. Harapan untuk tau bagaimana kisah hidupmu yang sebenarnya. Selama ini, kau hanya bercerita tentang penyesalan dan kehilangan kan? Tapi, aku tidak mengenalmu utuh."
Anastasia tertawa kecil.
"Ya, selama ini aku hanya bercerita sepotong-sepotong saja. Tapi, aku harap setelah ini kau tidak akan kecewa," kata Anastasia dengan berat.
Tadinya, dia tidak mau menceritakan tentang siapa dirinya. Tapi, sepertinya ia harus jujur membuka identitas aslinya. Apa lagi jika ia kembali ke dunia yang sudah membesarkan namanya. Tidak mungkin juga Kevin sama sekali tidak menonton televisi.
Danzel menatap Anastasia dengan seribu tanya di hatinya. Apa yang sebenarnya gadis ini sembunyikan?
"Katakan saja, aku akan menghargai kejujuran dan keberanianmu," kata Danzel.
Anastasia menghela napas panjang sebelum ia mulai bercerita.
"Namaku bukan Anastasia Mirela, tapi, Anastasia Melody. Mungkin kau pernah mendengar nama itu dua tahun lalu di media infotainment," kata Anastasia. Danzel mengerutkan dahinya. Ia memang pernah mendengar nama itu. Bahkan, jika tidak salah kakak perempuannya memiliki beberapa CD yang berisi lagu-lagu Anastasia Melody. Tapi, wajahnya sedikit berbeda.
"Wajahku sedikit rusak, akibat kecelakaan yang aku ceritakan padamu. Itulah mengapa mungkin kau lihat aku sedikit berbeda," ujar Anastasia menjawab pertanyaan yang tidak sempat keluar dari mulut Danzel.
"Sejak kecelakaan itu, aku mengundurkan diri dari dunia yang sudah membesarkan namaku. Alasannya mungkin kau tau. Karena aku merasa bersalah atas kematian ibuku. Dan, kebohonganku yang lain adalah, aku datang ke kota ini bukan karena aku memiliki seorang sahabat di kota ini. Tapi, karena aku ingin bertemu denganmu. Karena aku penasaran denganmu. Karena semua dorongan dan motivasi darimu aku mampu berdiri dan bisa bangkit dari keterpurukan. Dan, sepulang dari kota ini aku siap untuk kembali menantang dunia."
"Maksudmu? Kau akan kembali ke dunia entertainment? Kembali menjadi artis seperti dulu?" tanya Danzel.
"Kakakku sudah mengatur semua jadwalku. Kau tidak terkejut sama sekali mendengar ceritaku?"
Danzel tertawa kecil, "Aku sudah menyiapkan diri sejak kau mengatakan akan datang ke kota ini."
"Kau mau memaafkan aku atas kebohongan yang aku katakan?"
"Aku bisa mengerti, kau tidak mungkin langsung percaya pada orang yang wajahnya tidak pernah kau lihat, jadi kebohongan kecil seperti ini tidak akan membuatku marah."
"Terima kasih, ya."
"Jadi, seharian tadi apa yang kau kerjakan?" tanya Danzel geli.
"Bermain ponsel, menonton televisi di kamar seharian. Ya, aku kan tidak tau jalan di kota ini. Jadi, aku terpaksa diam di kamar seharian. Aku menyesal sudah berbohong padamu. Kalau aku jujur, mungkin aku bisa mengajakmu keliling," keluh Anastasia sambil mengerucutkan bibirnya.
Danzel tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah Anastasia yang cemberut.
"Kau tidak malu berkenalan denganku yang hanya seorang pelukis yang tidak terkenal ini?"
"Memangnya salah?"
"Tidak salah, tapi siapa tau kau merasa malu."
"Aku berteman dengan siapa saja. Tidak memandang dia terkenal atau tidak. Bahkan, aku kadang sering merasa risih jika banyak orang yang mengenali aku. Dua tahun ini sebenarnya aku merasa nyaman dengan situasi di mana aku bisa kemana saja semauku. Tapi, jika terus terpuruk aku hanya akan menjadi seorang pengecut. Jadi, aku putuskan untuk lebih berani menghadapi kehidupan ini."
Danzel tersenyum manis pada gadis yang duduk di sampingnya itu. Entah mengapa sejak pertama ia merasa begitu tertarik pada gadis ini. Hatinya yang sudah lama tidak pernah merasakan getaran-getaran itu kini hidup kembali. Perlahan ia meraih tangan Anastasia, membuat gadis itu tersentak kaget.
"Maaf, kalau aku lancang. Tapi, jujur saat pertama aku bertemu denganmu aku sudah merasakan ada sesuatu yang berbeda. Jauh sebelum kita bertemu, aku sudah tau kalau aku jatuh cinta.Dan,aku bertambah jatuh cinta saat aku bertemu denganmu. Kau tidak perlu menjawab apapun. Aku hanya sekadar ingin menyampaikan isi hatiku yang paling dalam padamu. Kau tidak perlu merasa terbebani, sebelum aku mengutarakan perasaanku ini, aku sudah siap jika kau akan menolakku."
Anastasia menatap Danzel. Jika boleh jujur, ia pun jatuh cinta. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Entah apa itu, Anastasia tidak mengerti. Tapi, gadis itu memilih untuk abai dan dengan berani ia mengecup pipi Danzel penuh kelembutan.
"Untuk apa menyimpan perasaanmu jika orang yang kau cintai juga mencintaimu."
Danzel menyentuh pipinya tak percaya. Gadis itu menciumnya?
"Ka- kau...?
"Kau pikir untuk apa aku jauh-jauh datang ke kota ini jika aku tidak memiliki perasaan yang sama kepadamu? Aku juga mencintaimu. Jika kau sudah meninggalkan kota ini aku akan memperkenalkan dirimu sebagai kekasihku pada seisi dunia ini."
Danzel tersenyum, perlahan ia membawa gadis cantik itu ke dalam pelukannya dan mengecup dahinya.
'Maafkan aku Kev, aku tidak bisa menahan rasaku,' gumam Danzel dalam hati.