Angela ingin pergi ke hutan wisata pinus yang cukup jauh dari rumahnya. Entah mengapa ia mendadak menginginkan menghabiskan waktu di tempat yang tenang dan sepi, yang suasananya jauh berbeda dengan kota Jenggala yang ramai.
Namun Roni menolak. Cuaca masih mendung, sedikit aneh untuk ukuran bulan Juli yang biasanya panas. Tak mau ambil resiko jika gadis itu sampai jatuh sakit lagi, akhirnya ia mengusulkan mereka pergi ke Glamstone Gallery, mall kecil di pinggir pantai. Angela hanya pernah satu kali ke mall yang baru buka enam bulan sebelumnya itu, untuk mengantar Karina membeli baju di salah satu butik desainer lokal. Suasana cukup ramai di akhir pekan, membuat Angela berubah gugup. Ia masih belum terbiasa ke tempat-tempat seperti ini, kecuali bersama mamanya.
"Kita ke café di pinggir pantai. Mau?" tanya Roni yang sedari tadi menggenggam tangannya.
Angela mengangguk, menurut saja. Beberapa orang yang berpapasan dengan mereka memperhatikan mereka terang-terangan, entah kenapa. Angela bertanya-tanya sendiri, adakah satu diantara para manusia kepo yang dilewatinya itu adalah fans Roni di sekolah? Yang siap menghujatnya lagi beramai-ramai di grup gosip sekolah karena ketahuan jalan bareng idola mereka. Sejauh yang diketahuinya, fans Roni didominasi siswi kelas 10 yang tingkat kehaluannya mengalahkan para penganut teori bumi datar.
Angela memilih meja di beranda yang luas dan membuka langsung ke pantai berpasir putih. Pasirnya berkilauan dalam siraman lemah cahaya matahari siang, sangat kontras dengan air laut yang biru kehijauan. Aroma pantai yang amis asin membuai penciuman Angela, dan sapuan angin pantai yang cukup kencang membelai kulitnya. Suara ombak yang pecah di bibir pantai terdengar seperti melodi yang menenangkannya. Ia suka sekali pada pantai.
Mereka makan es krim dan waffle sambil mengobrolkan banyak hal. Kegugupan Angela telah lenyap, datang lagi saat Roni mengusap tangannya, atau memandangnya dalam-dalam, atau saat Roni membantunya menepiskan helaian rambut yang terbang ke arah wajahnya. Perut Angela berkali-kali mengejang aneh, dengan sensasi menyenangkan yang menjalar memberikan rasa hangat di sekujur tubuh.
Gue jadian sama RONI, ia memekik berulang-ulang dalam hati sejak berjam-jam yang lalu. Roni yang tampan dan keren, yang dikejar Karina tanpa henti sejak kelas 10, yang dengan terang-terangan mengatakan naksir Angela sejak lama.
Angela ingin berguling-guling, jika bisa, saking sumringahnya menyadari fakta ini.
"Besok mau pergi ke sekolah bareng?" tanya Roni saat mereka sudah menghabiskan es krim mereka.
"Pulangnya aja, Ron." Angela menyuap sepotong waffle. "Biar nggak repot." Ia menambahkan saat melihat Roni mengerutkan dahi.
"Nggak repot, Angela."
"Kamu pernah cerita kalau pagi-pagi harus nganterin adikmu ke sekolah kan? Jemput aku berarti bolak-balik, rumah kita kan nggak searah."
"Nggak apa-apa."
"Nggak usah. Aku bareng di pulangnya aja." Angela menggenggam tangannya dan Roni balas mengusap tangan Angela.
"Oke, terserah kamu aja, La."
Beberapa orang yang tengah mengobrol memasuki kafe dan berjalan ke arah meja di sisi lain beranda. Angela tak benar-benar memperhatikan sampai matanya menatap punggung lebar dan tubuh jangkung yang sudah familier beberapa meter di seberang mereka. Angela membatalkan menyuap makanannya dan membelalak ngeri. Jantungnya terasa mencelos saat melihat sosok satunya yang tengah melayangkan pandang. Angela buru-buru menggeser tubuhnya agar wanita itu tak sampai melihatnya.
Valdy dan Mirna, bersama satu remaja lain, mungkin adik Valdy jika dilihat dari kemiripan wajah mereka.
Duh, mampus, pikir Angela kalut.
"Kenapa?" tanya Roni, heran melihat kepanikan di wajah Angela.
"Bukan apa-apa." Angela dengan cepat memikirkan alasan. "Anu… Gigiku ngilu. Too much ice cream."
Angela masih berupaya menyembunyikan diri di depan tubuh Roni yang jangkung, sedikit merunduk karena tubuhnya sendiri yang tak cukup mungil untuk bisa tersembunyi sepenuhnya. Dari suara obrolan ketiga orang di kejauhan dengan waiter yang melayani, ia bisa menyimpulkan café ini pastilah milik keluarga Valdy juga. Ia mencatat dalam hati untuk tak lupa menanyai Valdy yang mana saja tempat nongkrong miliknya di seputaran Nusa Jenggala, agar tak terjebak di situasi yang sama saat kencan berikutnya.
"Lain kali kamu ajak Angela juga, Valdy." Angela mendengar Mirna berkata dengan suara keras. Ia dengan cepat melirik Roni, yang untungnya tengah sibuk dengan ponselnya di atas meja dan tak mendengar apapun. "Bagaimana kabar calon menantu mama?"
Aduhhh….
"Baik-baik aja, Ma. Nanti Valdy ajak, tapi dia lebih suka di rumah saja."
Bagus, Val, bagusssss….
"Ajak main ke rumah dong! Menginap sekalian. Kasihan Angela sendirian di rumah."
WHAT? WHATTTTT??
"Mana nomornya? Kenapa dari dulu Mama minta nomor Angela nggak pernah dikasih? Sini, Mama mau ngobrol sama menantu Mama."
Tidak, Semesta, tidakkkkk…
Angela meraih ponselnya, dengan cepat mengetikkan pesan pada Valdy di bawah meja. Ia dan Roni harus segera pergi sebelum bencana menimpa dirinya dan Valdy.
Angela : Jangan!
Angela : Aku di belakangmu, sama RONI! Jangan noleh!
Angela : Bantu aku kabur sebelum diliat mamamu!
Angela melihat punggung Valdy menegang, lalu lelaki itu mengangkat ponselnya ke udara, seolah tengah berselfie, mengarahkannya ke berbagai sudut hingga akhirnya berhenti saat telah menemukan sosok Angela dan Roni. Lelaki itu lalu menurunkan ponselnya kembali.
Valdy : Sial
Valdy : Sebentar. Kalian udah bayar makanan kalian?
Angela : Sudah! Emang kenapa?
Valdy : Kabur lewat pantai
Angela : Nggak tahu jalannya!
Valdy : Masuk pantai, kiri, terus kiri, sampai nemu undakan di depan JCO, masuk JCO.
Angela : Ok
Valdy : Nanti kukasih tanda pakai tangan, jangan noleh.
Angela : OK
"Ron, pergi yuk." Angela berkata pada Roni, yang sontak mengangkat wajahnya dengan heran.
"Katanya mau lama-lama?"
"Cari tempat lain aja. Anginnya keras, pusing." Angela melirik Valdy yang masih duduk dan mengobrol dengan Mirna. Sementara adiknya tengah sibuk dengan ponselnya.
"Ayo." Roni menyimpan ponselnya dan siap bangkit.
"Sebentar."
Valdy lalu berdiri, menghalangi pandangan Mirna dari Angela. Ia mengangkat tangan kanannya ke belakang punggung, menggerakkan telunjuk dan jari tengahnya.
"Ayo."
Angela menarik Roni dan dengan cepat memeluk lengannya. Ia menarik Roni ke arah pantai, menyandarkan kepala di bahu lelaki itu, lalu mengarahkan langkah mereka ke kiri sesuai petunjuk Valdy.
"Kamu kenapa, Sayang?"
Angela mendongak mendengar ucapan Roni.
"Kan aku sudah bilang…"
"Kok buru-buru banget?" Roni menghentikan langkah. "Dan kenapa malah lewat pantai? Katanya pusing?"
"Yah, sudah telanjur juga. Soalnya pingin menikmati pantai sebentar, Ron." Angela melingkarkan lengan di pinggangnya, memaksa Roni melangkah kembali untuk memperlebar jarak dengan café yang baru mereka tinggalkan. "Kita ke tempat lain aja yuk, yang lebih sepi." Dan tanpa ada kemungkinan dipergoki calon mertuanya!
Roni merangkul bahunya dan melangkah lagi, membuat Angela menghembuskan napas lega. Mereka berbelok ke arah undakan dimana beberapa pengunjung mall tengah duduk sambil menikmati suasana pantai.
"Mau kemana?"
"Hmm… Kita ke mobil dulu, nanti kukasih tahu." Angela berkata gugup.
Debar jantungnya masih memburu walaupun jarak mereka dengan kafe tadi sudah jauh.Ia menoleh ke belakang, lega karena tak melihat sosok Mirna lagi. Nyaris saja! Mampus kalau ketahuan pacaran dengan cowok lain, ia membatin ngeri. Tanpa sadar Angela menyandarkan kepalanya di bahu Roni, sebisa mungkin menyembunyikan kegelisahannya sendiri.
***