"La, kebanyakan es krim nanti sakit perut."
"Biarin!"
Angela menyuap es krim vanilla-stroberi-matcha di mangkok besar di hadapannya dengan ganas. Satu suapan besar disusul satu suapan yang membuat mulutnya penuh dan pipinya menggembung. Roni memandangnya dengan takjub, tak kuasa mencegah Angela yang tengah makan dengan dikuasai emosi tingkat tinggi.
"Gigimu nanti ngilu…"
"Nggak peduli!" Angela membalas ucapannya, sebisa mungkin dengan mulut masih penuh.
"Oke." Roni tak berkomentar lagi dan memilih menyeruput smoothie kiwi-nya dengan mata masih terpancang pada kekasihnya yang sama sekali tak mau memandangnya.
Angela tengah marah, murka tepatnya, terutama pada Valdy. Setelah mereka diceramahi panjang lebar di ruang guru, lalu ruang BP, Valdy memberikan mereka hukuman. Sebenarnya, mereka harusnya juga mendapat surat peringatan yang ditujukan pada orangtua. Dalam hal ini, Valdy menyelamatkan situasi, terutama untuk Angela, dengan meminta diberi hukuman saja. Guru BP, Bu Naina, yang ngefans berat pada Valdy akhirnya mengiyakan setelah Valdy melayangkan satu senyuman maut padanya.
Selesai sampai disana? Tidak. Valdy memegang kuasa penuh. Ia memberi mereka detensi terpisah. Luna diberi detensi mengepel lantai ruang guru yang luas tiap pagi selama 2 minggu. Roni didetensi membersihkan lab Fisika dan Biologi dengan pengawasan guru BP, setiap Jumat sepulang sekolah selama 2 minggu. Angela diberi tugas membersihkan dua bilik toilet di belakang auditorium yang terkenal sebagai toilet terjorok di sekolah, pada hari Sabtu pagi dengan pengawasan Valdy. Teman sekelas mereka dan juga kelasnya Luna, 10 IPS1, mendapat hukuman membersihkan auditorium dan lapangan sepakbola di hari Jumat sepulang sekolah.
"Kenapa Sabtu pagi?" tuntut Angela setelah Valdy membacakan hukumannya.
"Karena Jumat saya harus mengawasi detensi teman sekelasmu." Valdy berkata angkuh, membuat Angela ingin melayangkan satu tendangan ke arahnya. "Dan, Sabtu pagi itu libur, jadi kamu akan lebih leluasa membersihkan toilet. Kotor sekali, terakhir saya cek."
"Boleh saya tukar saja, Pak?" tanya Roni. "Biar saya yang membersihkan toilet. Angela yang membersihkan lab."
"Tidak." Ucapan Valdy seperti letusan pistol yang membelah keheningan. "Kenapa saya beri Angela tugas ini? Kemampuannya membersihkan gudang olahraga membuat saya terkesan. Jadi, dia lebih cocok. Selain itu, karena tingkah kurang ajarnya di jam olahraga. Jadi ini hukuman triple untuknya." Valdy menyeringai pada Angela. "Saya harap tak ada dendam pribadi nantinya, Angela."
"Sure!" Angela menjawabnya dengan muak dan penuh perhitungan. Awas lo ya, geram Angela. Insiden peluru itu akan terulang lagi, awas saja!
"Bahasa, please!"
Angela menghela napas dalam, menghembuskannya pelan, ingin sekali menyemburkannya ke depan wajah Valdy di depannya.
"Baik, Pak Valdy." Ia akhirnya berkata dengan nada manis. Akting, aktinggggg, ia menjerit dalam hati.
"Baik, kalian bertiga sudah paham detensi kalian. Jangan sampai mangkir atau kabur dengan banyak alasan aneh. Nanti saya tambah hukumannya. Luna, Roni, silakan kembali ke kelas. Angela, saya perlu bicara."
Valdy meminta Angela mendekat ke arahnya dengan lambaian tangan. Angela mengepalkan tangan kuat-kuat, melirik Roni dengan muram, lalu menjauh untuk bicara berdua dengan Valdy. Roni menunggunya di depan salah satu kelas terdekat dari ruang guru, mengawasi dengan seksama dari kejauhan.
"Apa?" bisik Angela sengit dengan gigi mengertak.
"Bodoh sekali kelakuanmu, La." Valdy masih mempertahankan wajah datarnya, namun nadanya menusuk. "Masih untung Bu Naina tak mengirimkan surat pada ortumu. Bayangkan mereka tahu apa yang sedang kita mainkan, dan kamu ketahuan pacaran dengan orang lain."
"Lalu? Kenapa kamu ngotot banget menyeretku ke BP? Harusnya tadi kamu cukup ngebubarin keramaian aja, nggak usah sok-sok…"
"Aku gurumu di sekolah." Valdy berbisik tak kalah sengit. "Hal semacam tadi nggak bisa dibiarkan begitu saja!"
"Sama aja kan jadinya? Kamu menyeretku ke dalam masalah! Coba kamu biarkan aku lolos…"
"Attitude, La! Sekali lagi di depan umum kamu mempertontonkan hal mesum seperti tadi, hukumanmu nggak sekadar detensi lagi."
"Maksudnya??" tanpa sadar Angela memekik, mengundang pelototan dari Valdy.
"Kamu tahu kan aku mengawasimu, sesuai permintaan Adrian?"
"Jangan bawa-bawa Adrian!"
"Aku bertanggung jawab pada janjiku. Oke? Insiden kali ini, Adrian akan tahu. Siap-siap saja."
"Ini hanya diantara kita, Val!"
"Tidak lagi." Valdy mengerling ke arah Roni. "Sekarang, silakan kembali ke kelas. Jangan kabur dari detensimu."
Dengan angkara murka yang mencapai titik termaksimal, Angela memaksa Roni untuk menemaninya pergi sepulang sekolah untuk mendinginkan kepala. Dan disinilah mereka berakhir, di salah satu kedai nongkrong yang populer di kota Jenggala, Old Paper Shack atau OPS yang menyajikan berbagai menu camilan dengan harga ramah di kantong pelajar.
"Kamu benci banget sama Pak Valdy?" tanya Roni mencoba-coba. Angela meliriknya tajam.
"Jangan sebut nama terkutuk itu lagi di depanku!"
"Oke. Sorry." Roni menggeleng heran melihat kemarahan Angela yang belum pernah dilihatnya sepanjang mereka berteman. "Mau makan sesuatu? Kamu kebanyakan es krim, La."
Angela meraup segenggam kentang goreng di piring Roni dan memakannya dengan cepat. Roni ternganga melihat kelakuannya. Angela lalu merampas gelas Roni, menyedot sisa smoothie hingga ludes, lalu menjambret tisu dan mengelapnya dengan kasar di bibirnya.
"Selesai!"
Roni bangkit dari kursinya, lalu meraih tangan Angela.
"Ayo, kita perlu mendinginkan lagi kepalamu, Sayang."
***
Tiga puluh menit kemudian, Roni menghentikan mobilnya di tepi hutan wisata alam di luar kota Jenggala. Suasana di jalan yang sempit itu sepi, dengan kabut yang menggantung rendah dalam remang senja. Angela tak membuka mulut sama sekali, hanya diam dan mengabaikan suara-suara dari ponselnya di dalam tas yang dipangkunya. Roni mengambil tas itu, menaruhnya di kursi belakang, lalu satu tangannya mengusap pipi Angela.
"La, kenapa dari tadi diem melulu?" Roni memaksanya menolehkan wajah. Angela mengerutkan bibir dan tak mau menatapnya. "Sebenarnya kamu marah juga padaku kan? Karena ciuman tadi."
"Ya. Tapi nggak sepenuhnya, karena aku nggak menolaknya." Angela melepas tangan Roni dari pipinya dan menggenggamnya. "Aku muak sekali sama Valdy!"
"Apa yang terjadi kalau kakakmu tahu soal tadi?"
"Ngomel yang pasti! Lalu mungkin dia bakal menginterogasi kamu, Ron. Yah, dia memang protektif padaku, nggak mau aku terkena masalah. Dan juga, mungkin dia bakal meminta Valdy mengawasiku jauh lebih ketat. Menyebalkan!"
Roni menepuk-nepuk puncak kepalanya, tak banyak berkomentar lagi. Ia tersentak saat Angela tiba-tiba memeluknya dan menyurukkan kepala di dadanya.
"Sebentar aja, Ron. Aku nggak tahu gimana cara menghilangkan kemarahanku ini. Aku… Minta pelukan sebentar aja." Angela terisak.
"Lama-lama juga nggak apa-apa, La."
Roni melingkarkan kedua lengan untuk memeluk tubuhnya. Dibenamkannya wajahnya di helaian rambut Angela yang harum dengan aroma orchid. Menit demi menit berlalu dalam hening. Saat isakan Angela akhirnya memudar, gadis itu mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis pada Roni.
"Thanks."
***