( PERAWAN CINTA)
Setelah sebulan lamanya Thamus mendiamkan aku karena kejadian di rumah mas Valir membuat aku galau dan menderita tekanan batin. Setiap aku memasak dan mengajak makan bersama Thamus selalu menolak.
" Kamu mau aku bawain bekal mas?!" tanyaku.
" Enggak usah aku makan di rumah sakit aja. Udah mepet kesiangan ini" ujar Thamus ketus.
" Oh,ya udah. Hati-hati di jalan ya" Ujarku sambil melambaikan tangan.
" Hmmm" ujar Thamus yang langsung pergi tanpa cipika-cipiki kepadaku.
Kini aku sadar semua kesalahanku di masa lalu yang berakibat fatal kepada kehidupan rumah tanggaku sekarang. Aku mau berbohong pun percuma karena semua bukti telah di kantongi oleh miya dan mas Valir jadi aku tak bisa mengelaknya.
" Non Lolita enggak makan?! Udah beberapa hari ini bibi lihat non makannya sedikit banget" ujar bibi Ijah yang sedang merayu aku untuk makan.
" Aku lagi enggak nafsu makan bibi Ijah" Ujarku dengan wajah yang pucat.
" Inget non. Kan non lagi hamil. Inget bayi dalam kandungan juga butuh asupan makanan dan vitamin. Jangan menyiksa diri non. Saya tahu non sama tuan lagi ada masalah. Tapi bukan berarti non juga menyiksa bayi dalam kandungan. Bibi ambilkan makan dan susu hamil ya" ucap bibi Ijah ke dapur untuk membawakan aku makanan dan minuman.
" Iya , bibi Ijah" Ujarku sambil menangis tersedu-sedu.
Dan tak lama kemudian bibi Ijah membawakan aku semangkok sop ayam,bakwan jagung,perkedel dan susu hamil ke kamar tidurku. Dengan penuh kesabaran menemaniku yang sedang makan sambil menangis.
" Namanya hidup rumah tangga pasti ada ujiannya non. Tetep kuat dan sabar ya. Bibi yakin non dan mas Thamus bisa melewati ujian dalam hidup Pernikahan" ujar bibi Ijah sambil memelukku.
" Aku sungguh tak sanggup lagi,bibi Ijah. Dengan sikap dan perilaku mas Thamus terhadap diriku. Aku telah di campakkan nya" Ujarku menangis.
" Mungkin mas Thamus sedang butuh waktu untuk menata hatinya. Butuh waktu untuk berpikir jernih serta mencari solusi dari masalah kalian. Makanya mas Thamus tidak ingin di ganggu dahulu" ujar bibi Ijah sambil mengusap rambutku.
" Iya bibi Ijah. Tapi sampai kapan aku harus sabar seperti ini. Aku tak sanggup lagi. Rasanya seperti hidup segan mati tak mau. Aku ingin mati rasanya. Tapi aku gak mau bayi aku juga mati karena aku." Ujarku makin menangis.
" Iya ikuti saran bibi aja ya non. Non harus kuat demi bayi dalam kandungan nya. Non juga harus sabar juga. Biar bayi dalam kandungan tidak stress di dalam. Kalo ibunya sedih. Sesulit apapun hidup jangan pernah menyesali apapun. Karena semua yang telah terjadi sudah takdir dan kehendak Allah yang membuat skenario hidup kita. Ingat sebelum berlarut dalam kesedihan kita pernah mengukir indahnya senyuman dalam memori kenangan" ujar bibi Ijah bijak.
" Aku manusia yang paling hina kini di mata mas Thamus,bibi Ijah. Mungkin aku bukan istri yang pantas untuk mendampingi hidup rumah tangga bersamanya" Ujarku masih menangis.
" Semua orang pasti punya masa lalu. Semua orang punya masa kelam dan kehidupan pahit sebelum mendapatkan kehidupan yang indah. Semua butuh proses dan semua pasti mengalami ujian hidup masing-masing dengan berbagai masalah yang di hadapi. Ingat Allah akan memberikan ujian hidup sesuai kemampuan dari hambanya" ujar bibi Ijah menenangkan hatiku.
" Iya ,bibi Ijah. Makanya aku sedang dalam masalah pun enggak berani cerita ke siapapun termasuk ibuku. Karena aku tak mau ibuku ikut stress dan kepikiran tentang masalah aku" Ujarku sambil tiduran di kasur.
" Ya udah sekarang non tidur dan istirahat. Biar fresh pikiran nya. Bibi mau lanjut beres-beres rumah dulu ya" ujar bibi Ijah meninggal kan kamarku.
" Iya makasih banget atas semua saran dan support nya" Ujarku sambil tertidur pulas di kasur.
Sore harinya aku bangun. Kemudian aku membereskan baju ke dalam tas. Dan aku putuskan untuk pergi ke rumah bibi Imah. Aku putuskan untuk melahirkan anakku disana dan melanjutkan hidup mengurus juga merawat bayiku tanpa bantuan siapapun. Karena menurut aku bayi aku tak pernah salah dalam masalah ini. Biar aku yang menanggung semua resiko yang terjadi di hidupku. Aku pun pamitan dengan bibi Ijah dengan berurai air mata sambil memberikan sepucuk surat untuk Thamus.
" Bibi Ijah,maafkan aku tak bisa jadi apa yang bibi harapkan. Aku akan pergi dan melahirkan sendiri tanpa mas Thamus. Aku akan melanjutkan hidup baru berdua dengan anakku. Salam buat mas Thamus. Tolong jaga dan rawat dia. Aku titipkan mas Thamus sama bibi ya. Aku pamit ya bibi. Terimakasih atas support dan sarannya. Bibi jaga kesehatan ya" Ujarku sambil memeluk erat tubuh bibi ijah.
" Jangan pergi non. Mas Thamus masih butuh non Lolita Disini. Bibi mohon tetap bertahan demi anak dalam kandungan non " ujar bibi Ijah menangisi kepergian aku.
" Enggak bibi Ijah. ini keputusan yang terbaik buat aku dan mas Thamus. Mungkin ini sudah jalannya bagiku untuk melepaskan dan merelakan mas Thamus. Bibi tak perlu khawatir. Aku bisa jaga diri dan bertahan hidup berdua dengan anakku" Ujarku melangkah pergi dari rumah Thamus.
Aku pergi bersama dengan turunnya hujan deras beserta angin dan petir mengiringi kepergian aku yang keluar dari rumah mas Thamus untuk ke stasiun naik kereta menuju rumah bibi Imah di Malang. Dan dalam perjalanan di dalam kereta aku menangis sambil memegangi perut yang sudah sangat buncit. Tiga jam setelah kepergian aku Thamus datang sehabis pulang kerja. Dan menanyakan keberadaan aku pada bibi Ijah.
" Masak apa hari ini bibi Ijah?!" tanya Thamus yang berada di ruang makan.
" Masak sayur SOP,bakwan jagung dan perkedel" ujar bibi Ijah sambil menyiapkan makanan untuk Thamus.
" Lolita lagi ngapain bibi?! Dia sudah makan belum?!" tanya Thamus perhatian.
" Mba Lolita sudah makan tadi pagi. Dan sekarang mba Lolita sudah pergi mas" ujar bibi Ijah menangis.
" Pergi kemana bibi Ijah?!" tanya Thamus penasaran.
" Saya kurang tahu tuan. Soalnya tadi pamit ke saya bilangnya mau pergi. Dan bawa koper dan tas juga pas tadi hujan deras.
" Hah?! Seriusan?! Coba saya cek kamarnya" ujar Thamus berlari ke ruang tidurku.
Dan sesampainya di kamarku. Thamus melihat semua baju di lemari telah kosong. Dan tempat tidurku pun rapi tanpa ada barang-barang ku yang tersisa.
" Ini ada sepucuk surat buat mas Thamus dari mba Lolita. Dia berpesan kalo mas Thamus sudah makan baru di berikan suratnya" ujar bibi Ijah sambil memberikan sepucuk surat untuk Thamus.
" Makasih bibi Ijah" jawab Thamus sambil menerima surat dari aku.
Sebelum aku pergi dari rumah Thamus. Aku tuliskan semua perasaan yang kini aku rasakan terhadap Thamus.
Dear mas Thamus..
Sebelumnya aku meminta maaf kepada kamu kalo aku selama ini telah membohongi kamu atas kehamilan aku. Memang benar apa yang telah di katakan oleh mba miya. Bahwa aku pernah memiliki hubungan terlarang dengan mas Valir. Dan aku kepergok telah berhubungan intim dengan mas Valir. Dan setelah aku dan mas Valir telah berpisah. Aku sudah tak lagi berkomunikasi dengan dia lagi. Dan setelah menjalani hubungan pacaran dengan kamu. Aku sempat mengalami mual dan mabuk berat yang awalnya aku hanya meriang. Namun saat aku cek dengan testpack aku telah hamil. Tapi aku tak berani memberitahu mas Valir karena aku tak mau mereka berpisah karena aku. Makanya aku tetap tak menggugurkan janin dalam kandungan aku. Setelah kita melakukan hubungan intim barulah aku berani memberitahu kamu kalo aku hamil. Meski aku takut kalo kamu tahu janin dalam kandungan buat anak dari kamu pasti kamu akan marah dan kecewa. Dan saat kamu mengajak aku berkenalan dengan sepupu kamu yang tertanya mba miya. Jujur aku terkejut dan kaget. Apalagi mas Valir bertindak menyudutkan aku saat di rumahnya. Saat aku minta antar ke toilet pun aku tak tahu kalo dia telah menungguku di depan toilet. Awalnya dia bilang hanya akan berbincang. Tapi malah memaksa untuk berciuman di dalam kamar. Dan parahnya kamu dan Miya memergoki kami. Aku cuma mau bilang terimakasih pernah mencintai aku dan pernah mengukir kenangan indah bersama. Maafkan aku wanita yang hina dan tak suci. Aku harapkan kamu bisa baik-baik saja tanpa aku. Dan aku insyaallah akan baik-baik merawat dan mengurus bayiku sendiri tanpa bantuan siapapun. Aku akan mencoba memulai hidup baru berdua dengan anakku. Kamu boleh membenci aku. Tapi jangan salahkan bayi dalam kandungan aku yang tak bersalah. Semua yang terjadi adalah akibat kesalahan aku sendiri. Sekarang aku akan menanggung semuanya sendiri. Semoga kamu bahagia selalu.
Salam sayang
Lolita