Langkah kaki bocah Owl semakin mendekat padaku, rasa panik semakin besar pula melahapku. Beberapa kali aku meneriakan nama Taka, tentu saja dengan makian di belakangnya. Aku sangat frustasi sekarang.
Bocah Owl itu hanya berjarak beberapa meter dariku, hingga tiba-tiba seseorang melompat diantara kami. sebuah gelombang kejut menghempas semua yang ada di sekitarnya beberapa detik kemudian. Bocah Owl melompat mundur sejauh mungkin, aku yakin instingnya menyadari bahwa sosok itu adalah lawan yang sulit.
Aku terpental beberapa meter, tertelungkup. Susah payah aku kembali duduk dan baru menyadari bahwa sosok itu adalah Taka. Dari sini aku melihatnya merentangkan tangan kanannya ke arah bocah Owl yang tampak kebingungan, lalu ketika Taka membuka telapak tangannya sebuah gelombang kejut kembali menyerbu bocah Owl. Ia terpental jauh hingga menghantam dinding beton sebuah bangunan toko yang berjarak 100 meter dari posisinya semula.
Aku terdiam takjub. Semua yang dilewati gelombang itu hancur, kecuali sang Owl yang masih tergeletak dan belum terlihat bergerak dari tempatnya. Tertimbun puing-puing.
Taka berbalik dan mendekat padaku, pandangannya teralihkan pada tangan kananku yang buntung lalu tersenyum.
"Oya oyaaa, kalau kau menjerit-jeritkan namaku dengan wajah seperti itu, bisa-bisa aku jadi bergairah lho~" wajah menggodanya yang khas kembali ia tampilkan.
"Dasar sinting! kau tidak waras!!" aku tidak terlalu mengerti dengan yang ia katakan, tapi sudah pasti itu adalah hal mesum.
"Ayolah! teriak lagi, aku ingin dengar~" ia terlihat seakan menikmati setiap hembusan, sengal-sengal nafasku dan setiap rasa sakit yang aku desahkan. Membuatku benar-benar merasa muak!
"Hentikan! menjauh dariku!!" aku mundur sejauh mungkin dengan menjejakkan kakiku ke tanah.
"Baiklah, baiklah! kau tidak harus sepanik itu kan?"
Bagian mana yang dia maksud? panik karena tanganku yang terpotong ini atau panik menghadapi orang gila seperti dia?!
Sebisa mungkin aku menatapnya dengan pandangan mengintimidasi, berusaha menakut-nakuti tentang resiko mengerikan jika satu saja langkah mendekat berani ia lenggangkan.
"Masa kau tidak tahu?! Tanganmu akan beregenerasi, kembali seperti semula. karena itu jangan panik!"
Tidak! mana mungkin aku tahu! Ini pertama kalinya aku kehilangan tangan! Mana mungkin aku tidak panik? Lagi pula sejauh yang aku tahu, penyembuhan luka seberat ini membutuhkan waktu paling lambat 20 jam dan aku tidak yakin bagian yang hilang akan tumbuh kembali.
"Kau menyuruhku tetap tenang, sedangkan aku harus bertarung tanpa tangan kanan untuk 20 jam kedepan?!"
Wajah Taka bingung, ia memiringkan kepalanya, "Eh?! kau bilang 20 jam? kenapa harus menunggu 20 jam? saat inipun tanganmu sedang tumbuh kembali," ia menunjuk ke arah tanganku.
"Apa?!" aku melihat tanganku, dan benar saja tulang-tulang sudah terbentuk, menyusul daging yang mulai tumbuh disisi-sisinya. Pemandangan menjijikan ini biasanya selalu aku hindari. Tapi, kini aku melihatnya tanpa berkedip.
Bagaimana bisa secepat ini?!
"Kau bertanya 'bagaimana bisa?' Tentu saja karena aku ada disini!" senyum bangga terpancar di wajahnya. Dan lagi dia membaca pikiranku!
Seberapa besar kemampuan yang dimiliki Taka? kenapa instingku tidak bisa mendeteksi seberapa kuat dia.
"Oh iya! dimana kedua gun-mu?" Taka celingukan.
"Benar juga! setelah kekacauan yang Taka buat, aku yakin gun-ku terkubur dibawah puing-puing yang saat ini sedang berangsur-angsur kembali ke keadaan semula.
Ah! bagaimana aku mencarinya?
"Kau ini benar-benar tidak tahu apa-apa ya?"
"Apa maksudmu?"
"Kau tidak perlu mencari kesana-kemari senjatamu, itu sangat membuang-buang waktu."
"Jadi?"
"Cukup konsentrasikan pikiranmu, cari dimana senjatamu berada dan panggil dia. Beres!"
"Ha?" benar juga...
"Cobalah! kalau ka-" Taka belum menyelesaikan kalimatnya, hingga ia terpental oleh tendangan dahsyat yang tiba-tiba dari bocah Owl.
Aku tidak menyadarinya, darimana bocah Owl itu datang. Kejadian itupun hanya hitungan detik. Wajah bocah Owl itu penuh dengan darah, seringai menakutkan tersungging di bibirnya.
Gawat! tanganku belum sepenuhnya tumbuh. Hanya menunggu jari-jemariku yang belum berdaging. Bahkan masih terasa kesemutan saat aku menggerakkannya.
Pandangan bocah Owl mengarah padaku, penuh dengan kebencian. Argh! aku takut pada bocah?! Ayolah! berpikir! dimana Gunku berada, fokus! fokus! fokus!
Bocah Owl sudah memicingkan gergaji mesinnya padaku, hanya sekali tebas saja aku akan kehilangan kepala. Sedetik kemudian Taka menerjang, seraya melayangkan tinju yang di tangkis sempurna oleh sisi gergaji mesin si bocah Owl.
Lagi-lagi gelombang kejut yang menyerbu beberapa detik kemudian menghempasku dan semua di sekitar mereka. Debu-debu yang berhamburan membuat pandanganku samar, tapi gelombang kejut yang datang berulangkali membuatku yakin pertarungan mereka belum berakhir.
Dari kepulan debu yang pekat, bocah Owl melompat keluar. Ia tak lagi bersenjata, tubuhnya penuh luka. Taka menyusul, mencoba mengejarnya. Aku segera bangkit dan berlari mengikuti mereka.
Mereka terlalu cepat, aku jauh tertinggal. Dari sebuah gang sempit dan gelap aku mendengar suara tinju yang menggema. Langkahku ragu mendekat.
"Taka?" Aku makin dekat dengan langkah pelan. Lalu saat semua makin jelas pada mataku. Lalu pemandangan mengerikan itu menyita suaraku untuk melarang Taka melanjutkan kekejiannya.
Bocah Owl itu tergeletak bersimbah darah, lengan kirinya terlepas dari tempatnya. Taka menoleh padaku, dalam keremangan mata keemasannya menyala serupa predator buas, bibirnya tersungging sebuah senyum puas.
Kaki Taka mendarat di kepala bocah Owl yang sudah tak bergerak.
"Kenapa?"
"Kenapa? karena dia buruan kita," matanya yang terang menyala di tempat minim cahaya ini, membuatku takut, "Dan lagi, aku tidak suka ada yang mengganggu saat aku bicara denganmu," senyumnya dingin, bagai tak ada 'perasaan' disana.
Pijakan kakinya pada kepala Owl semakin kuat, terdengar suara gemeretak dari sana lalu kemudian KRAK! aku menutup wajah dengan kedua telapak tanganku.
Kepala bocah Owl itu hancur. Darah dan segala isi dari tempurung kepalanya berhamburan keluar. Kengerian ini begitu mencengkram kuat tubuhku, aku bisa merasakan gemetar dari tangan dan kakiku.
Siapa sebenarnya Taka? Siapa makhluk gila tak berhati ini?!
"Ayo! setelah ini aku ingin coba machiatto di toko seberang barbershop disana," Taka melenggang pergi begitu saja, meninggalkan tubuh Owl yang sudah tidak lagi utuh. Kini sedikit demi sedikit tubuh bocah Owl itu terurai menjadi debu yang berkilauan dalam keremangan.
Aku bisa mendengar Taka bersiul di belakangku, suaranya makin menjauh.
Aku bersimpuh di atas kedua lututku di hadapan tubuh bocah owl, mengatupkan tangan memohon maaf atas Taka dan mendoakan hal baik untuknya kelak. Ingatan bocah Owl saat hidup berputar di kepalaku. Memaksa air mataku jatuh berlinang.
Dadaku terasa sesak.
Bocah laki-laki berusia 10 tahun. Melompat ke atas rel tepat saat kereta cepat akan melaju. Ia ditinggalkan sendirian di stasiun, Dia yang kebingungan, dia yang kesepian, dia yang putus asa, dia yang mencari kasih sayang..
Dia yang sampai saat ini harus kembali berakhir dengan tragis.
Sudahkah ia merasa di sayangi?
***