"Siapa kau?! Makhluk apa kau?!" Pria tambun di hadapanku ini Shojimura Kota. Pegawai bank yang korup, berumur 48 tahun. Dia terus melempar barang-barang padaku- tepatnya kearah yang ia kira ada aku disana. Dia tak bisa melihatku. Mungkin karena ruangan ini gelap?
"Aku pengantar pesan", Kota-san tak lagi melempar barang, tangannya gemetaran, mencari-cari lagi sumber suara. Dari tempatku berdiri, aku bisa mendengar sengal-sengal suara nafasnya. Sebegitu takutnya dia dengan kematian. "Ada titipan pesan untukmu", dia terhenyak. Menyadari aku sudah berdiri di hadapannya.
"Siapa kau?!" Suaranya bergetar, matanya melolong ketakutan. Semenyeramkan itukah aku? Suara berderit konstan dari pelatuk yang aku tarik membuatnya semakin berkeringat. Moncong Gun milikku sudah tepat didahinya. Kota-san sudah seperti babi asap yang berlemak..
"Ada pesan dari neraka untukmu Shojimura" Kota-san ambruk. Tapi aku memang selalu bermain rapih. Tidak ada darah, tidak ada lubang peluru di dahinya, semua yang mengenalnya hanya akan tahu bahwa Shojimura Kota meninggal akibat penyumbatan pembuluh darah otak.
Dari gedung yang bersebrangan dengan apartemen mewah Kota-san aku duduk di tepian paling atas gedung, melihat bagaimana keluarganya panik menemukan si tambun sudah tergeletak tak bernafas. Mereka menjerit dan menangis...
Kau tahu? bahkan seorang koruptorpun akan ada yang menangisinya saat mereka mati.
"Si tambun sudah" aku membuka buku besar berisi foto-foto dan biodata sekaligus ciri khusus pada Joker dan anggota tubuh mana yang harus aku tembak. Tebalnya sekitar tujuh sentimeter, cukup tebal bukan? Lembar ke 100 tergambar jelas foto si tambun dengan wajah gemuknya. Dengan spidol merah aku coret fotonya. Lihat siapa selanjutnya, dengan malas aku membuka lembar berikutnya. Entah apa yang terjadi padaku, tapi melihat foto wanita paruh baya itu aku merasa ini semua tidak adil.
***
Aku adalah Karasu (gagak). Makhluk yang tidak bisa kau gambarkan dengan akal sehatmu. Begini, biar aku jelaskan. Shinigami adalah dewa kematian yang bertugas mengambil nyawa manusia, sepertinya akhir-akhir ini manusia semakin banyak jumlahnya sehingga Shinigami butuh sedikit bantuan dari makhluk yang entah dari mana asalnya. Mereka adalah Karasu. Mereka dibekali sebuah 'The book of Joker' yaitu buku berisi data para Joker yang harus di hentikan masa hidupnya secara paksa. Selain buku, Karasu juga dibekali sebuah senjata khas sesuai dengan kemampuan masing-masing Karasu untuk memudahkan merenggut nyawa Joker. Seperti sebuah video game ya? Anggap saja begitu, tapi ini tidak sesederhana game.
Satu buku besar 'The book of Joker' untuk sebuah permohonan. Jika aku berhasil menghabiskan semua Joker dalam buku itu maka permohonanku akan terkabul. Tapi ... Sebenarnya apa yang aku inginkan?
Dari ketinggian ini, aku bisa melihat ratusan kendaraan dibawah sana. Seperti sebuah sungai cahaya. Indah dan menghanyutkan, jika aku manusia mungkin saja aku sudah terjun bebas karena hipnotis itu. Sebenarnya sebelum menjadi Karasu aku ini apa? Seperti sebuah essay yang harus aku cari tahu. Bisa saja sebelumnya aku adalah kucing, atau bahkan sebatang pohon?! Hal itu terus bercokol di kepalaku setiap kali aku berdiam. Saat aku terbangun sebagai seorang Karasu, aku sudah tidak mengingat apapun, hanya The book of Joker di tangan kiriku dan sebuah Gun di tangan kananku. Hanya sebuah hasrat untuk memburu yang aku kenali selebihnya aku tak pernah ingat apa-apa lagi.
Konyol sekalikan? aku diberi misi untuk diselesaikan agar aku dapat mengabulkan harapan dan keinginan terbesarku. Tapi aku sama sekali tidak di ijinkan mengingat harapan apa itu.
Tiba-tiba teringat lagi wajah wanita paruh baya itu, dia sedang apa ya? Bolehkah aku menjenguknya?
Aku bangun dengan menekan lututku lalu kukibaskan bagian belakang celana hitamku. Aku berdiri di tepian gedung dan dibawah sana adalah jalanan ramai, aku bisa kemana saja yang aku mau dengan hanya membayangkan tempat yang aku inginkan.
Ketempat itu saja, ya! Tempat bibi itu saja!
Dengan pasrah ku jatuhkan diri kebawah sana, ke arah jalanan. Merasakan angin yang bergemuruh di telingaku, merasakan gravitasi semakin menarikku. Aku terjun - kubayangkan tempat bibi itu berada - aku terpejam dan - aku sampai. Semua bisa aku lakukan. Ya, karena aku Karasu. Praktis bukan?
Aku berdiri tepat didepan sebuah kedai ramen, suara denting piring ramai sekali dari dalam kedai, bibi itu pasti sedang sibuk sekali. Ku hirup dalam-dalam aroma makanan hingga mataku terpejam "Waaah enaaknyaa" begitu aku membuka mata bibi itu sudah ada di depanku dengan sendok sayur ditangan kanannya. dan tangan kirinya yang berkacak di pinggang. Dari wajahnya aku tahu, dia sedang tidak senang.
"Ha! Gadis ini lagi!! Bayar makananmu kemarin!!" Suaranya menggelegar, aku bisa menyimpulkannya karena semua orang yang lewat saat itu menoleh ke arah kami. Dan sungguh aku tidak suka itu.
"Aku tidak punya uang" jelas saja aku tidak punya, dari mana aku dapat uang?
Sebenarnya aku tidak harus makan sampai berhutang. Karasu tidak memiliki rasa lapar, haus ataupun kantuk. Aku hanya ingin usil, bibi itu yang pertama kali menyadari keberadaan ku saat semua orang tidak bisa, bahkan sebelum aku menyadari bahwa dia adalah Joker selanjutnya. Aku hanya ingin lebih lama berada disekitar si bibi penjual ramen.
Walau terlihat galak dan tidak ramah, entah kenapa berada disekitarnya saja membuatku nyaman. akhir-akhir ini aku sering mengawasinya, dia suka memberi makan kucing liar dekat kedainya. Dan prinsipku, orang yang menyukai kucing adalah orang baik.
"Apa katamu?!" Matanya melotot menyeramkan "Kenapa kau makan begitu banyak ramen kemarin jika kau tahu kau tidak memiliki uang?! Kau kira ini lelucon? Tidak ada Yang gratis. Kalau kau ingin makan kau harus bekerja dulu! Didalam ramai, bantu aku sebagai ganti dari makanan yang kau habiskan kemarin!" Tangan gemuknya menyeret kerah bajuku hingga memasuki kedai. Benar, kedai sedang ramai-ramainya. Meski didalam ada 2 pelayan dan 2 orang di dapur termasuk bibi. Ternyata masih kurang tenaga. "Oke, mulai dari mana?" Aku menatap bibi yang hanya menjawab dengan dengusan.
"Oi tenaga bantuan, bantu kami mengantarkan ramen-ramen ini ke meja nomor tiga belas dan tujuh belas" pria dengan ikat kepala yang Flamboyan itu berteriak dari meja paling ujung dekat pintu dapur. "Ooooosh" aku menjawab dengan semangat. Sepertinya menyenangkan.
"Buka dulu mantelmu itu, aku melihatnya saja sudah gerah. Orang aneh macam apa kau yang memakai mantel di pertengahan musim panas seperti ini" bibi terus mengomel sambil berjalan ke dapur. Suaranya masih bisa aku dengar dari sini, lalu tiba-tiba seorang gadis dengan celemek putih menepuk pundakku.
"Sini, biar aku simpan mantelmu" katanya ramah. wajahnya mungil, tubuhnya juga. Aku kira tingginya hanya sekitar 150 cm, suara soprannya manis sekali.
Dia berlalu dengan mantelku ke arah dalam kedai, aku mendekati pria ikat kepala yang memanggilku tadi, disana sudah ada nampan berisi dua mangkuk besar ramen yang mengepul. Meja nomor berapa tadi ya?
Hebatkan? Makhluk tidak jelas sepertiku bisa berakhir di kedai ramen sebagai pelayan, mengantarkan mangkuk-mangkuk besar ramen kesana dan kesini. Hanya bibi itu yang bisa melakukannya. Tentu saja, bibi itu luar biasa kan?
***