Hari ini adalah hari di mana Zhang Yu dan kawan-kawannya akan memulai aksi mereka seperti biasa. Kali ini mereka akan pergi ke Tiongkok, tepatnya ke bandara tempat pemberangkatan pesawat yang ditumpangi Zhang Yu. Mereka semua akan meteras data penerbangan dan paspor untuk menghapus data milik Zhang Yu agar mafia gila alias Darmawan dan para samsengnya tidak dapat menemukan keberadaan mereka.
"Kau harus bisa membobol CCTV bandara. Jangan sampai kita ketahuan," ucap Zhang Yu pada Geri.
"Tentu saja. Bukankah selama ini aku selalu berhasil maretas? Asal kau tahu, membobol CCTV itu enggak perlu PIN," sahut Geri menyombongkan diri.
"Ya, pokoknya terserah kau saja. Kau, Gerald, pastikan data perjalananku terhapus," ucap pria tampan ini.
"Siap!" kata Gerald.
"Hei, coba dipikir lagi, kita akan rugi," timbrung Bara.
"Maksud kau? Apa data perjalananku jangan dihapus biar si Darmawan bisa menemukan kita, begitu?" tanya Zhang Yu sedikit membentak.
Bara memegang kemudi dengan erat. Bibirnya meringis kecil. Lalu, ia menjawab, "Bukan seperti itu. Maksudku, kita rugi kalau datang ke sana hanya untuk menghapus data perjala---"
Bugh! Pria berwajah tampan ini meninju bahu Bara. Kesal tentu saja.
"Aww...! Jangan menggangguku, Bodoh! Aku sedang menyetir. Bagaimana kalau nanti kita kecelakaan?" protes Bara.
"Kalian berdua selalu saja bertengkar," ucap Gerald sambil menyandarkan tubuhnya.
"Tahu, tuh!" timpal Geri.
"Lalu, apa maksud dari ucapanmu itu, hah?!" marah Zhang Yu.
Bara menepikan mobil di bahu jalan. Pria berusia tiga puluh dua tahun itu menarik napas dalam-dalam. Lalu, mengeluarkannya perlahan-lahan.
"Dengarkan aku! Maksudku, kalau kita pergi jauh-jauh ke Tiongkok hanya untuk menghapus data perjalananmu, lebih baik kita juga mengambil keuntungan," ujar Bara.
Geri yang duduk di belakang pun melongokkan kepala ke depan. "Maksdumu?" tanyanya.
"Hei, kau harus sopan padaku! Setidaknya panggil aku kakak. Aishhh, bocah-bocah ini selalu saja tak berlaku sopan santun padaku," keluh Bara.
"Maksudku, bagaimana kalau kita mencuri data pelanggan? Banyak kartu kredit tuh kayaknya," usul Bara sambil menyeringai.
"Woah, kau pintar juga rupanya," puji Zhang Yu.
"Bara selalu materialisme," ucap Bara dengan bangga.
"Gerald, kau harus hapus data perjalanan kita juga!" titah Zhang Yu.
"Siap! Aku akan pasang malware," sahut Gerald sambil menyengir lebar.
"Pastikan harus berhasil," timpal Bara.
"Siap."
"Eh, aku penasaran bagaimana kau tahu bahwa anak buah mafia gila itu sudah tidak memantau di jalan depan lagi?" tanya Bara pada Geri.
"Aku meretas CCTV yang ada di jalan depan. Sepertinya mereka tidak curiga dengan daerah tersebut. Bodoh!" jawab Geri.
Zhang Yu tersenyum sambil mengedipkan mata. "Let's go!" serunya.
Brummmm.... Mesin mobil kembali dinyalakan. Bara melajukan mobil dengan kencang. Sebelum ke bandara, mereka pergi ke rumah Yoyo terlebih dahulu untuk menitipkan mobil. Yoyo pun mengantar mereka ke bandara.
"Hati-hati," ucap Yoyo saat mereka sampai di bandara.
"Kami akan secepatnya kembali," sahut Zhang Yu sambil melambaikan tangan ke udara.
Yoyo adalah seorang lelaki paruh baya yang pernah membantu mereka dalam menjalankan misi di sebuah perusahaan yang telah merugikan puluhan ribu karyawan. Sejak saat itulah mereka menjadi akrab dan menjadi teman baik. Terkadang, kalau mereka pergi ke Jakarta, mereka akan mampir ke bengkel yang dikelola oleh Yoyo.
"Ayo!" seru Bara.
Keempat pria itu tertawa terbahak-bahak hingga menjadi tontonan semua orang. Bahkan, para perempuan yang melihat mereka terkesima, terutama saat melihat sosok Zhang Yu yang tampan itu dan mempunyai senyum indah. Seketika mereka menjadi pusat perhatian.
"Kau berpura-pura membeli tiket dan aku akan mengecoh petugas bandara. Kau, Gerald, cepat retas semua data. Kau juga, Geri, jangan lupakan semua matikan semua CCTV yang ada di bandara," bisik Zhang Yu.
"Ayo, kita lakukan!" sahut mereka dengan semangat.
Beberapa jam berlalu, Zhang Yu meminta maaf kepada petugas bandara. Ya, ia tadi berpura-pura bahwa ia sedang kehilangan sesuatu yang berharga di bandara. Dia meminta bantuan kepada petugas bandara hingga mereka semua kewalahan. Bahkan, pria tampan ini sampai ngamuk dan mengancam para petugas.
Bara bertugas membeli tiket agar mereka semua tidak curiga. Sementara Geri dan Gerald pergi entah ke mana. Pria kembar itu adalah hacker terbaik yang pernah Lee Zhang Yu dan Nara ketahui. Aksi mereka selalu berhasil dan belum ada hacker yang mampu menandingi kemampuan mereka.
Sekarang, Zhang Yu dan Bara sedang menunggu adik-beradik kembar itu. Tak lama kemudian, tampak pria kembar itu datang berjalan ke arah mereka. Ada senyum puas yang tersemat di bibir mereka berempat.
"Hampir ketahuan kalau aku menyelinap diam-diam," keluh Geri.
Bara mendorong kepala Geri hingga pria berambut ikal itu mundur ke belakang. "Hei, kau jangan sampai ketahuan!" katanya.
"Gerald, bagaimana? Sudah meretas data mereka?" tanya Zhang Yu.
Gerald membuka laptop dan menghadapkannya pada Zhang Yu. Semua huruf dan angka-angka yang banyak dan rumit muncul. Ah, melihatnya saja sudah membuat kepala pria berdarah campuran itu berdenyut nyeri.
"Jadi, intinya apa?" tanya Zhang Yu sedikit sewot.
Klik. Gerald menekan keyboard. Lalu, ia berkata, "Sudah disimpan. Ha ha ha...."
"Kerja bagus, Guys!"
Pesawat sebentar lagi akan lepas landas. Para penumpang sudah diperingatkan untuk segera naik ke dalam pesawat. Mendengar pengumuman tersebut, keempat pria ini segera bergegas.
***
Satu jam sudah pesawat yang Lee Zhang Yu cum suis (CS) sudah terbang di sawangan. Seperti biasa, Zhang Yu selalu duduk berdampingan dengan Bara. Sementara Geri dan Gerald duduk di belakang mereka.
"Wah, aku tak menyangka akting naturalmu makin meningkat pesat. Bahkan, aku sampai melongo tadi. Ha ha ha," ucap Bara.
"Siapa aku? Mr. Russel alias Lee Zhang Yu," jawab pria tampan ini dengan gaduk.
"Aku sudah duga itu. Kemampuan aktingmu sudah tidak perlu diragukan lagi. Padahal, kau bisa jadi aktor."
"Diamlah. Aku lebih suka begini. Aku lebih suka main-main," jawab Zhang Yu sambil menyandarkan kepalanya. Bibirnya tersenyum menyeringai. Pria tampan ini benar-benar aktor yang hebat.
"Jangan! Jangan tampilkan senyum seperti itu. Kau terlihat menyeramkan," kata Bara sambil bergidik ngeri.
Zhang Yu terkekeh kecil. Dia menyikut perut Bara. Lalu, ia berkata, "Ck, kulihat kemampuan aktingmu jelek sekali."
Bara menatap tak suka, "Itu karena memang bukan keahlianku. Aku selalu mengedepankan logika, bukan bermain peran," sangkalnya.
"Hei, kau tak sadar, ya, bahwa selama ini kita selalu bermain peran."
"Kau benar juga," gumam Bara yang membuat Zhang Yu tertawa senang.
"Hei, aku teringat Nara. Kita tidak bilang ke dia kalau kita enggak akan pulang selama beberapa hari," ucap Geri.
Sontak Zhang Yu dan Bara menengok ke belakang. Ya, mereka lupa. Puk. Mereka bertiga menepuk dahi masing-masing.
"Ah, celaka," gerutu Zhang Yu.
Gerald terkekeh, "Tak usah khawatir. Aku sudah menulis catatan kecil dan ditempel di kulkas. Aku rasa dia sudah membacanya," timbrungnya.
"Hah, syukurlah," ucap Bara.
Di lain tempat, Nara duduk di kursi sambil menonton televisi. Sudah hampir dua jam ia hanya berdiam diri di sana. Sekarang ia sudah bosan dengan serial televisi. Semua tayang yang ada di televisi tidak ada yang memikatnya.
"Hausnya. Hmm.... lapar banget," ucapnya.
"Aku nyari makanan di dapur orang lain enggak dosa, 'kan?" tanyanya seorang diri.
Nara berjalan ke arah dapur. Sebermula, ia akan mengambil air dingin lebih dahulu untuk mengusir dahaga. Gerakan tangannya yang hendak membuka kulkas pun terhenti saat melihat catatan kecil tertempel di pintu kulkas. Dia mengambil catatan tersebut.
[Nara, kami akan pergi ke luar kota. Mungkin akan sedikit lama. Ah, tidak. Paling lama pun sekitar tiga hari. Kami sedang ada tugas. Kau hati-hati di rumah. Kau bisa masak, 'kan? Semua bahan makanan ada di kulkas. Gerald.]
Begitulah isi catatan kecil tersebut. Nara meletakkan catatan itu di atas meja. Gadis itu menghela napas pendek. Jadi, sekarang ia sendiri di rumah mewah ini. Entah mengapa ia menjadi sedih sekali. Dia teringat kuliah dan ibunya. Dia ingin pulang, tapi ia tak tahu caranya.
"Sekarang, aku harus melakukan apa di sini? Memasak? Sepertinya iya. Perutku lapar sekali," ucapnya seorang diri.
Lantas ia membuka kulkas. Dia teguk air dingin hingga tandas. "Ah, segarnya," ucap Nara.
Matanya beralih pada kulkas bagian bawah. Di sana banyak sekali bahan makanan. Ada sayur-sayuran, daging ayam, daging sapi, ikan, dan telur. Sepertinya akan enak sekali jika ia membuat ikan bakar.
Nara berjalan ke sana kemari menjelajahi dapur untuk mencari alat-alat dapur. Saat ia membuka lemari paling atas, ia melihat sebuah piring yang berisi beberapa dimsum. Sepertinya itu adalah sisa dimsum milik Zhang Yu tadi pagi. Ia membawa dimsum tersebut ke meja pantri.
"Dimsum. Panda, di mana kau sekarang? Mengapa kau menghilang begitu saja tanpa memberi kabar?" ucapnya pelan.
Raut wajah gadis cantik itu mendadak sendu. Ditatapnya dimsum tersebut. Satu dimsum ia makan. Gerakan rahangnya terhenti.
"Ini dimsum terenak yang pernah aku makan. Hah, sungguh tak kusangka bahwa dia bisa masak juga. Bahkan, dimsum buatanku saja tidak seenak ini," kata Nara.
"Sebenarnya, mereka semua itu siapa? Masalah apa yang mereka hadapi dan kenapa aku harus terseret ke dalam masalah itu?!" omel gadis berambut panjang ini.
***
Halo, Sahabat PenaDifa. Cinta kalian. Jangan lupa untuk subs dan review. Terima kasih. Follow me on IG PenaDifa_sastra.