Ini sudah seminggu berlalu, tetapi Zhang Yu cum suis alias Zhang Yu CS belum juga kembali. Nara gelisah. Tentu saja ia gelisah ditinggal seorang diri di rumah mewah ini. Dia takut bahwa ia akan terjebak di sini selamanya. Dia sempat menduga-duga hal yang tidak sewajarnya.
Catatan kecil yang dipegangnya, ia buang ke lantai dengan tatapan sinis. Ya, catatan itu adalah catatan yang ditinggalkan Gerald seminggu yang lalu. Rasanya Nara ingin menangis saja dengan nasibnya yang tidak mujur itu.
"Janjinya paling lama cuma empat hari, tapi apa kenyataannya? Huh! Bahkan, sekarang sudah seminggu lebih. Dasar kau pembohong, Gerald!" bentak gadis cantik ini.
Gadis berambut hitam panjang itu menangis tersedu-sedu. "Hiks hiks hiks.... Aku ingin pulang, Bu. Aku enggak mau di sini," katanya di sela-sela tangisnya.
Ceklek. Terdengar bunyi pintu dibuka dan derit engsel. Lantas Nara beranjak dari duduknya. Ia langsung berlari ke arah pintu utama di rumah ini.
Tampak Zhang Yu dan kawan-kawannya masuk. Seketika itu, Nara berlari dan menubrukkan diri pada Zhang Yu. Di dalam haribaan pria tampan itu, Nara menangis sejadi-jadinya. Sementara Zhang Yu yang masih kaget pun hanya membiarkannya saja.
"Dasar pembohong!" maki Nara.
Glek. Zhang Yu dan ketiga temannya merasa tertampar mendengar ucapan tersebut. Namun, yang jadi fokusnya saat ini adalah kenapa gadis itu sampai menangis seperti itu.
"Kenapa kau menangis?" tanya Zhang Yu keheranan.
"Aku takut, Bodoh! Dua hari yang lalu ada sekelompok pria yang datang ke sini," sungut Nara.
Flash back on.
Ya, memang benar. Dua hari yang lalu, saat Nara sedang asyik menyiapkan sarapan, ia mendengar suara pintu diketuk. Dia pikir itu adalah Zhang Yu dan teman-temannya. Jadi, ia membukakan pintu. Namun, ternyata itu adalah sekelompok pria berbadan besar. Mungkin ada sepuluh orang.
Sekelompok pria berbadan besar tersebut masuk ke dalam ruang tamu sambil menilik-nilik ruangan tersebut. Seperti sedang mencari sesuatu. Lalu, salah seorang pria berkepala botak menghampiri Nara sambil menyodorkan sebuah foto. Foto seorang pria memakai jas dan sedang menunduk.
"Kau tahu pria Ini? Apa rumah ini dihuni oleh seorang pria?" tanya pria berkepala botak itu.
Nara mengambil foto tersebut dan melihatnya dengan saksama. Sepintas, ia tak kenal siapa orang yang ada di dalam foto tersebut. Namun, saat dilihat secara lamat-lamat, ia seperti mengenalnya. Seperti tidak asing.
Dengan rasa takut dan cemas, Nara pun menjawab, "Saya tidak tahu dan rumah ini tidak dihuni oleh pria. Hanya aku yang tinggal di sini."
"Apa kau yakin?"
Nara menganggukkan kepala dengan cepat. Sejujurnya, ia takut berbohong karena menurutku melakukan sebuah kebohongan akan selalu membuat kebohongan yang lain. Namun, kali ini terpaksa memilih berdusta. Sebab, ia tahu bahwa pria-pria itu adalah orang jahat.
Flash back off.
"Sekelompok pria?" tanya keempat pria itu dengan serempak.
Nara berjalan mundur beberapa langkah. "Gerald, kau pembohong! Apa-apaan kau ini? Kau bilang katanya paling lama akan pergi empat hari, tapi kenyataannya kalian pergi sudah seminggu," sungut Nara
marah.
Gerald menahan napas sejenak. "Aku tidak menduga kalau kami di sana akan mengalami kendala. Maafkan aku," ucap pria bertubuh tambun ini seraya menunduk dalam.
Zhang Yu mencekal lengan Nara dengan erat. Matanya melotot dan berkilat tajam. Aura kemarahan darinya terasa mencekam.
"Bodoh! Lain kali, jangan kau bukakan pintu pada sembarang orang! Lihat dulu lewat jendela atau lewat apa saja!" marah pria tampan itu.
"Aku minta maaf. Aku pikir yang datang itu kalian. Lagi pula, siapa yang akan datang ke rumah di dekat hutan seperti ini? Aku 'kan tidak tahu," lirih Nara.
Zhang Yu berkacak pinggang. Tangan kanan memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri. "Bodoh!" makinya.
Geri mendorong bahu Zhang Yu. "Jangan kasar sama Nara," tegurnya.
"Sudahlah, Zhang Yu. Lagian Nara 'kan enggak tahu apa-apa. Ingat, ya, yang salah di sini itu kau karena kau sudah melibatkan dia ke dalam masalah kita," bela Bara.
Zhang Yu pergi meninggalkan mereka semua. Dia masuk ke dalam kamar milik Bara, lengkap disertai bantingan pintu. Brak.... Suara bantingan pintu itu membuat mereka semua berjengkit kaget.
Gerald menepuk pundak Nara sebanyak tiga kali membuat gadis itu menoleh padanya. "Ucapan Zhang Yu, dimasukkan ke dalam hati. Dia memang begitu orangnya, kalau ngomong suka enggak difilter," ucap Gerald.
Nara tidak menyahut. Gadis itu malah pergi ke kamar Zhang Yu dan mengunci diri. Di sana dia menangis tanpa suara. Dalam sekejap, segalanya berubah. Rencana hidupnya telah berubah arah karen takdir.
"Aku ingin pulang," batin Nara.
Dia mengambil ponsel di atas nakas. Seperti kebiasaannya setiap tahun, ia membuka sebuah aplikasi jadul (zaman dulu). Di sana banyak sekali pesan-pesan masuk, yaitu pesan surat yang dikirim secara elektronik. Dia membuka sebuah surat yang dikirim tanggal 8 November, 13 tahun yang lalu.
Isi suratnya ditulis menggunakan huruf Mandarin. Surat dari 'dia', seseorang yang membuat hati Nara tak bisa berpaling pada pria lain. Suratnya cukup panjang sekali. Di dalam surat itu tertulis:
[Kau harus mendapatkan bunga harapan di ujung jalan. Kita semua memiliki kisah masing-masing dengan alur yang rumit yang mungkin tak kau inginkan. Namun, percayalah padaku, Nara, aku yakin kau bisa menghadapi dunia.]
Nara tersenyum lebar setelah membaca surat tersebut. Ya, surat yang di kirim oleh 'dia' selalu berhasil membuat gadis berambut panjang ini merasa baikan. Nara selalu senang membaca surat tersebut. Nara selalu rindu tiap kata yang ditulis di dalam surat tersebut. Nara selalu rindu dengan nasihat dan dukungan pria itu, pria yang belum pernah ia temui.
"Panda, akankah kita bertemu?" tanyanya dalam hati.
***
Bugh bugh bugh....
Entah sudah berapa ratus kali Darmawan memukuli seorang pria berbaju putih yang sudah terkulai lemas di hadapannya. Pria itu adalah salah satu anak buahnya yang gagal dalam melakukan misi yang ia berikan. Dengan rela hati, pria yang diketahui bernama Baron itu pasrah saat si Tuan Besar memukulinya tanpa ampun dan ia tak melakukan perlawanan sedikit pun.
"Aku sudah membayarmu dengan upah mahal, tapi kau masih belum menemukan bocah kencur itu. Dasar tidak berguna!" maki Darmawan.
Bugh.... Pukulan membabi buta pun berhenti. Darmawan berkacak pinggang dengan napas memburu. Kilatan matanya masih menyiratkan kemarahan.
Ya, pria setengah waras itu marah besar. Marah karena anak buahnya tidak berhasil menemukan jejak apa pun tentang eberadaan Mr. Russel alias Zhang Yu. Matthew, kaki tangannya, bilang bahwa seluruh anak buah sudah dikerahkan ke semua bandara yang ada di Tiongkok. Sudah menyogok dan mengancam petugas bandara untuk melihat data perjalanan, tetapi mereka sama sekali tidak menemukan data pribadi yang mencurigakan. Tidak adan nama Mr. Russel yang tercatat. Tentu saja hal tersebut memancing kemarahan sosok Darmawan Ramos.
"Kemungkinan besar dia masih berada di Tiongkok, Tuan," kata Matthew sambil menunduk dalam. Sesekali ia melirik Baron sambil meringis.
"Cari dia! Cari sampai ke ujung dunia sekali pun! Aku ingin dia mati ditanganku!" teriak Darmawan makin menggila.
***
Halo, Sahabat PenaDifa. Semoga kalian tetap sehat dan selalu bahagia. Jangan lupa untuk subs dan review, ya. Salam cinta dari PenaDifa. Terima kasih.