Chereads / The Eternal Love : Raja Chandra / Chapter 45 - Alba Palace

Chapter 45 - Alba Palace

***

Bagaimanapun sihir itu menakjubkan di mata Arunika. Dia telah mengalami banyak hal buruk karena ilusi sihir sewaktu menjaga toko perhiasan di Urdapalay. Namun, hari ini dia mengalami hal yang menakjubkan dari sihir.

Perjalanan yang seharusnya memakan waktu hampir satu bulan untuk sampai ke pusat kota, bisa sangat dipersingkat karena adanya sihir teleportasi. Pasukan mereka bisa sampai ke pusat kota hanya dalam waktu satu setengah jam. Itu sangat mengejutkan bagi Arunika yang melakukan teleportasi untuk pertama kalinya.

Seolah belum cukup rasa terkejutnya. Di pusat kota, Arunika dikejutkan lagi oleh rakyat dan beberapa bangsawan yang menyambutnya. Mereka sudah mendengar desas-desus kedatangan permaisuri baru yang dicintai putra mahkota sehingga jalanan menjadi penuh, padat, dan ramai. Karena hal itulah, kedatangan mereka ke Istana Mahaphraya menjadi sedikit terlambat dari waktu yang ditetapkan.

Dan di sinilah pasukan mereka berakhir. Di depan istana berwarna putih pualam yang memancarkan cahaya keindahan di bawah terik matahari.

Dari dalam kereta kuda saja Arunika sudah terpana saat melihatnya. Apakah benar ini istana yang Gasendra bicarakan tadi? Istana yang dipilih sendiri oleh Gasendra untuk dirinya... betapa indahnya istana itu.

Pintu kereta terbuka. Gasendra turun lebih dahulu dan mengulurkan tangan untuk membantu Arunika turun.

Kedatangan mereka disambut oleh kepala pengurus istana dan deretan pelayan yang tak bisa menyembunyikan ekspresi bahagia. Tentu saja mereka bahagia mendapatkan majikan baru yang dicintai putra mahkota.

"Bagaimana?"

"Ini sangat indah, Yang Mulia. Bagaimana bisa ada istana seindah ini?"

Gasendra menghela napas lega. Dia bersyukur pilihannya mampu membuat Arunika terpana.

"Karena aku merasakan kalau istana ini akan cocok jika diberikan untukmu."

"Ini lebih dari sekadar cocok, Yang Mulia. Saya sangat menyukainya. Terima kasih untuk pilihan anda yang berlebihan."

Gasendra berbisik di telinga Arunika. "Tidak ada kata berlebihan untukmu, Arunika. Lalu... kau juga harus membalasnya nanti."

"Yang Mulia...." Arunika menatapnya dalam.

Gasendra menanggapi dengan senyuman kecil. Mereka berjalan mendekat ke istana putih pualam itu.

"Saya dengar istana di Mahaphraya memiliki nama. Jadi, apa nama istana ini?"

"Coba tebak. Istana Mahaphraya memiliki nama dari warnanya."

Arunika termenung sesaat sambil bergumam, "Putih... putih... Apa nama istananya Alba?"

"Kau memang pintar, Arunika. Benar, istana yang akan kau tempati mulai hari ini adalah Istana Alba."

"Selamat datang di Istana Alba, Yang Mulia Putra Mahkota dan Yang Mulia Permaisuri. Semoga kalian selalu diberikan kasih sayang dan berkah oleh para dewa dan dewi," ujar kepala pengurus istana mewakili para pelayan dan pengurus yang lain.

"Semoga kalian juga diberikan kasih kasih sayang oleh para dewa dan dewi."

"Saya Keflo Raiya dari Keluarga Raiya dan kepala pengurus Istana Alba. Suatu kehormatan bagi saya untuk melayani anda, Yang Mulia Permaisuri," ujar Keflo sambil membungkukkan tubuh dan meletakkan satu tangannya di dada.

Arunika tersenyum. "Senang bertemu denganmu juga, Keflo. Aku mohon bantuannya."

Seorang wanita di samping kepala pengurus istana menarik perhatian Arunika. Wanita itu menundukkan kepala dan menarik sudut gaunnya.

"Semoga kalian selalu diberikan kasih sayang dan berkah oleh para dewa dan dewi, Yang Mulia Putra Mahkota dan Yang Mulia Permaisuri."

"Semoga kau juga diberikan keselamatan dan keberkahan oleh para dewa dan dewi."

"Suatu kehormatan bagi saya untuk melayani anda, Yang Mulia Permaisuri. Saya Yera Raiya dari Keluarga Raiya dan kepala dayang Istana Alba."

"Senang bertemu denganmu juga, Yera. Mohon bantuannya selama aku tinggal di sini."

'Mereka berdua masih satu keluarga,' batin Arunika.

Gasendra menatap kedua bangsawan di hadapannya.

"Jadi Yang Mulia menugaskan Keluarga Raiya untuk istriku? Tidak buruk. Jaga dan layani istriku dengan baik."

"Tentu, Yang Mulia. Sebuah kehormatan besar bagi Keluarga Raiya untuk melayani dan mengabdikan diri pada Yang Mulia Permaisuri," ujar Keflo—pria yang Arunika tebak sudah berkepala empat atau mungkin lebih...?

"Antarkan kami ke kamar utama!"

Keflo segera mengangguk walaupun dia sedikit terkejut. Biasanya ratu, permaisuri, ataupun selir hanya diantarkan atau diberikan tempat tinggal saja, lalu ditinggal oleh suaminya yang langsung pergi ke istana utama.

Sikap Gasendra jadi mengingatkannya pada Yang Mulia Raja yang saat itu malah membawa mendiang Ratu Anindya ke istana utama terlebih dahulu, baru kemudian memberikan istana khusus yang sangat dekat dari istana utama.

"Kalian menyiapkannya dengan sangat baik," puji Gasendra setelah sepanjang perjalanan dia melihat keadaan Istana Alba yang sangat layak digunakan untuk permaisurinya.

"Terima kasih atas pujiannya, Yang Mulia. Kita sudah sampai di kamar utama. Apa ada yang kalian butuhkan?"

"Apa ada yang kau butuhkan, Arunika?" Gasendra menoleh padanya.

Arunika menggeleng. "Tidak ada, Yang Mulia. Hanya saja... saya ingin berkeliling di istana hari ini."

"Kau boleh melakukannya setelah istirahat. Yera akan mengantarkanmu nanti. Kemudian, ke mana dua dayangmu yang lain?"

"Ah, itu...." Arunika memandang dua orang yang tertinggal cukup jauh di belakang sana dengan kondisi lunglai. "Mereka pasti mabuk perjalanan karena teleportasi."

Gasendra mengangguk mengerti. Orang yang baru pertama kali melakukan teleportasi pasti akan merasa pusing dan mabuk. Makanya dia merasa khawatir dengan Arunika yang kondisinya tetap baik-baik saja setelah berpindah tempat secepat itu untuk pertama kalinya.

"Kalau begitu biarkan mereka istirahat selama kita beristirahat." Gasendra menoleh pada kepala pengurus istana. "Kami membutuhkan beberapa ksatria untuk berjaga di depan pintu. Dan kau, Yera... kau tetap berjaga di depan pintu kamar, khawatir permaisuri tiba-tiba membutuhkan sesuatu."

"Daulat, Yang Mulia. Saya akan memanggilkan beberapa ksatria untuk berjaga."

"Saya akan berjaga di depan pintu kamar, Yang Mulia."

"Tidak, tidak. Sepertinya lebih baik jika Yera mengantarkan kedua dayangku ke kamar mereka," ujar Arunika khawatir.

Yera mengangguk patuh. "Baik, Yang Mulia Permaisuri. Saya akan mengantarkan mereka ke kamar."

"Terima kasih, Yera."

Gasendra mengangguk kecil. Tangannya merangkul pundak Arunika dan mengajaknya masuk ke kamar untuk beristirahat. Kali ini benar-benar istirahat tanpa niatan jahat ataupun licik.

Setelah pintu kamar tertutup, Keflo dan Yera berjalan menjauh dari sana dengan melirik satu sama lain.

"Sepertinya rumor kalau Yang Mulia mencintai permaisuri itu benar adanya."

"Itu tidak dapat diragukan lagi, Paman. Hanya dengan melihatnya, semua orang tahu tatapan apa yang dipancarkan dari keduanya."

Keflo mengangguk. "Aku pergi duluan," pamitnya saat dua dayang permaisuri hampir mendekat.

"Ya. Hati-hati, Paman." Kini Yera menatap dua dayang yang semakin mendekat dengan kondisi yang terlihat lunglai.

"Selamat siang. Kami dayang pribadi Yang Mulia Permaisuri. Saya Gray Tenor dan ini teman saya, EniHera."

Yera menatap keduanya dengan seksama. Orang yang menyebutkan dirinya sebagai Gray terlihat seperti bukan berasal dari Mahaphraya. Mungkin dia berasal dari Caledonia...? Mengingat ibu dari permaisuri juga berasal dari sana.

'Pembawaan Gray terlihat tenang,' pikir Yera.

Kini giliran dia melirik Eni.

Eni terlihat sedikit ceroboh, dapat dilihat dari posisi topinya yang sedikit miring. Yah... Yera bisa mendisiplinkannya nanti.

"Selamat datang di Istana Alba. Saya Yera Raiya, kepala dayang Istana Alba. Yang Mulia Permaisuri memerintahkan saya agar mengantarkan kalian ke kamar untuk beristirahat."

"Senang bertemu dengan anda."

"Oh, baik."

Yera mengangguk tanpa senyuman. "Mari ikuti saya."

Mereka berjalan di belakang Yera. Sesekali melihat dan terpana dengan desain interior Istana Alba yang sangat indah dan mewah.

Eni tiba-tiba menyikut Gray dan berbisik, "Dia terlihat sedikit galak, tapi juga berwibawa."

"Jaga ucapanmu jika tidak ingin terkena masalah, Eni. Sudah kukatakan jika sekarang kita berada di istana, bukan di kediaman Arya lagi."

"Baiklah, Gray."

"Dia pasti berwibawa karena dia adalah kepala dayang istana. Aku yakin kita akan didisiplinkan olehnya juga nanti."

Wajah Eni merengut. "Oh, astaga... rasanya baru kemarin aku didisiplinkan olehmu, Gray."

"Terima saja dengan kenyataan yang cukup menyenangkan itu."

"Ya... dan selamat datang di Istana Alba, Gray."

"Kau juga."

———