Double update buat hari ini, mumpung lagi sempet, hehe
Selamat menikmati hari libur^^
***
Kereta kuda dan kuda berwarna cokelat berhenti di halaman rumah Bangsawan Arya. Penunggang kuda itu langsung turun, lalu menunggu putrinya yang masih di dalam kereta.
"Apa Nyonya ada di rumah?" tanya Yasawirya pada salah satu pelayan yang menyambutnya.
Pelayan tersebut mengangguk dan menjawab, "Ada, Tuan. Nyonya masih berada di ruang kerjanya."
Yasawirya mengangguk kecil, lalu beralih pada putrinya yang baru saja turun dari kereta kuda dibantu oleh para dayang. Gadis kecilnya itu segera menghampiri sang ayah, lalu menggandeng tangannya untuk mengajak masuk.
Sebelum itu, Yasawirya menoleh pada sang kusir untuk memberikan perintah terlebih dahulu. "Tolong pindahkan kudaku ke dalam kandang."
"Ayah sudah beri tahu para pelayan untuk menyiapkannya?" Arunika bertanya saat memasuki ruang tamu Bangsawan Arya yang didominasi dengan warna putih dan biru safir.
"Belum, Ayah ingin memberi tahu Mamamu dulu."
Mereka berjalan beriringan menuju ruang kerja yang terletak di ruang ke tiga setelah berjalan di selasar yang cukup luas.
Para penjaga di depan pintu langsung membukakan pintu untuk mereka seraya menunduk hormat.
"Selamat datang, Tuan dan Nona. Nyonya sudah menunggu kalian di dalam," kata penjaga yang menyampaikan sebuah informasi.
"Apa Mama sudah menyiapkan acara minum teh?"
Pelayan itu mengangguk. "Sudah, Nona. Semuanya sudah tersedia di dalam."
"Kalau begitu terima kasih," ujar Arunika, lalu melanjutkan langkahnya bersama sang ayah.
Mereka masuk ke ruangan yang terhalang dinding, lalu berbelok ke kanan dan sampailah mereka di ruang kerja, di mana sang Nyonya sedang menata ulang perlengkapan untuk minum teh.
"Mama," panggil Arunika seraya tersenyum kecil. Dia melepaskan tangan yang menggandeng sang ayah, lalu menghampiri Carelia dan menggandeng tangan ibunda.
Carelia tampak kebingungan melihat putri satu-satunya itu beraut muka yang lebih ceria daripada biasanya. Langsung saja dia bertanya, "Apa hari ini pria itu sudah datang?"
Sontak Arunika mengangguk. "Sudah datang, tapi kotaknya kembali dititipkan lagi padaku."
Carelia melirik Yasawirya yang langsung merubah raut wajah menjadi masam sat mendengarnya. Dia mengelus kepala sang anak, lalu berkata, "Kotak itu memang untukmu, Sayang."
"Hm?" Arunika memiringkan kepala dengan raut wajah kebingungan, "maksud Mama apa?"
Carelia menepuk dahinya, lalu menatap sinis pada Yasawirya. Bibirnya bergumam kesal pada sang suami dengan mata melotot.
"Ah, daripada itu ... Ayah mengundangnya untuk makan malam di sini," sahut Arunika memberi tahukan hal itu pada Carelia yang langsung menoleh kaget.
"Apa? Siapa yang mengundang?" Carelia langsung menoleh pada salah satu dayang yang berada di sana, "Cepat panggilkan tabib! Sepertinya telingaku sedang bermasalah."
Yasawirya menghentikan pergerakan dayang yang hendak berlari memanggilkan tabib. "Tidak usah," larangnya, kemudian duduk di depan meja kecil untuk acara minum teh, lalu menyesap Teh Dandelion tersebut.
"Telingamu tidak bermasalah, Carelia. Aku memang mengundangnya untuk makan malam di rumah. Oh, aku belum memberi tahukan pada para pelayan karena ingin memberi tahu kau lebih dulu."
Carelia langsung menghampiri suaminya dan memegang dahi Yasawirya. "Tidak panas," ujarnya, lalu beralih memegang leher sang suami, "ini juga tidak panas."
Yasawirya yang diperlakukan seperti itupun hanya pasrah mengizinkan sang istri untuk memeriksa kondisi tubuhnya.
Biar kau tahu sendiri bagaimana kondisi suamimu, batin Yasawirya.
Istrinya itu juga mencari urat nadi di leher sang suami dan mengeceknya. "Denyut nadinya juga normal, tidak ada masalah sama sekali. Kau merasa sakit? Apa perlu aku panggilkan tabib?"
Yasawirya menghela napas panjang, lalu berkata, "Tidak ada yang sakit, Carelia. Aku sepenuhnya sehat, lagipula aku mengundang pria itu dalam kondisi sadar kok."
Carelia menggelengkan kepala dan bergumam, "Ini aneh ...." Dia menoleh pada putrinya yang sejak tadi ternyata terkikik geli di tempatnya.
"Kau tidak merasa aneh pada Ayahmu?"
Arunika yang ditanya pun meredakan kikikannya, lalu duduk di kursi yang kosong.
"Aku juga merasa aneh saat Ayah mengajaknya. Mama tau kan kalau Ayah jarang mengajak orang untuk makan malam di rumah? Kalau diajak pun, Ayah tidak sembarangan mengajak orang itu untuk makan malam bersama," jelas Arunika seraya mengambil kue kering yang tersaji di atas meja, "pria itu seorang pangeran, Mama."
"APA?!"
Keduanya langsung menutup telinga mereka dengan erat. Lengkingan Nyonya Arya yang sangat terkenal itu, mampu membuat siapapun yang mendengarnya langsung berdenging. Bisa dilihat dari para dayang yang langsung menundukkan kepala menahan lengkingan Carelia karena tidak sopan jika mereka menutup telinga.
"Pangeran mana? Caledonia, Mahaphraya, Jamrauke, atau apa?" tanya Carelia setelah menelan saliva untuk meredakan keterkejutannya. Wanita itu juga mendaratkan bokong pada kursi di samping Yasawirya.
"Tentu saja Pangeran Mahaphraya. Memangnya saat ini kau berada di mana?" tanya Yasawirya yang berniat untuk menyindir.
"Ah, aku kira Pangeran Caesar dari Caledonia ...."
"Daripada itu, kenapa tumben sekali kau tidak langsung mempersiapkan kedatangannya?" tanya Yasawirya setelah menyesap Teh Dandelion lagi.
"Sebentar dong! Aku masih terkejut tau. Ku kira kau mengundang karena ada maksud terselubung," ujar Carelia menatap curiga pada suaminya, kemudian menoleh pada salah satu dayang di sana.
"Tolong persiapkan untuk kedatangan pangeran dari Mahaphraya. Setelah matahari terbenam, aku sendiri yang akan mengeceknya."
"Maksud terselubung apa maksudnya?" gumam Yasawirya, lalu memakan camilan kayu manis kesukaannya.
Dayang tersebut menunduk. "Baik, Nyonya." Kemudian meninggalkan ruangan bersama teman-temannya.
"Apa pangeran itu tampan?" tanya Carelia sedikit berbisik pada putrinya yang sedang menikmati teh.
Arunika melirik ibunya, lalu menjawab, "Cukup tampan."
Carelia tersenyum lebar. Matanya menunjukkan ketertarikan yang besar akan Pangeran Mahaphraya itu. "Apakah dia orang yang baik?" tanya Carelia lagi.
"Ehm ... se–"
Suara dentingan cangkir yang diletakkan dengan kasar membuat keduanya menoleh pada sang pelaku.
Yasawirya menatap datar pada istrinya seraya menghela napas.
"Jangan bertanya yang aneh-aneh, Carelia. Putri kita masih seorang anak kecil."
Carelia menghela napas panjang dan memundurkan tubuhnya agar dapat bersandar di kursi. Dia menggerutu seraya mengerucutkan bibir karena sebal dengan peringatan Yasawirya.
"Padahal dulu dia mengejarku karena ingin cepat-cepat menikah, dasar."
———
See you tomorrow